Industri

Solusi Pengangguran Lewat Industri Barber

Solusi Pengangguran Lewat Industri Barber
Solusi Pengangguran Lewat Industri Barber

JAKARTA - Di tengah meningkatnya tekanan ekonomi dan semakin sempitnya lapangan kerja formal, hadir sebuah peluang yang tak terduga namun menjanjikan dari sudut-sudut jalan dan pojok kota: industri barber atau jasa cukur rambut. Bukan sekadar soal gaya atau tren rambut, dunia barber kini menjelma menjadi salah satu sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja secara signifikan, menciptakan kemandirian, dan bahkan menjadi jalan hidup baru bagi generasi muda.

Fenomena ini tidak lahir begitu saja. Ia tumbuh dari kesadaran kolektif bahwa keterampilan praktis bisa menjadi kunci untuk keluar dari jerat pengangguran. Bagi banyak anak muda, menjadi barber bukan lagi profesi yang dipandang sebelah mata. Justru sebaliknya, kini menjadi barber menjadi simbol kreativitas, semangat wirausaha, dan kemampuan bertahan dalam situasi ekonomi yang tidak menentu.

Salah satu tokoh yang turut mendorong tumbuhnya industri ini secara terstruktur adalah Sakti Nasution, Master Coach Sekolah Barber Indonesia. Dalam dialog yang diselenggarakan oleh RRI Banda Aceh dalam program Ngobras Pro 1, Sakti mengungkapkan bahwa industri barber memiliki potensi besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat, khususnya dalam menurunkan angka pengangguran.

“Kalau saya lihat, untuk faktor ekonominya sangat kuat. Di mana-mana ada barber. Ini sangat membantu mengurai pengangguran,” ujarnya penuh keyakinan.

Menurutnya, keberadaan barber shop yang menjamur di berbagai pelosok kota menunjukkan betapa besar kebutuhan dan peluang dalam sektor ini. Tak hanya hadir di pusat-pusat urban, usaha barber kini bahkan telah merambah hingga ke wilayah pedesaan. Dengan modal keterampilan, seseorang bisa membuka usaha sendiri tanpa harus bergantung pada lapangan kerja formal yang kian terbatas.

Namun, Sakti tidak hanya menekankan pada aspek ekonomi semata. Baginya, menjadi barber juga menyimpan nilai-nilai spiritual dan sosial yang tinggi. Ia selalu mengingatkan para alumni Sekolah Barber Indonesia bahwa profesi ini akan membawa keberkahan jika dijalani dengan niat yang tulus dan semangat berbagi.

“Saya selalu bilang ke alumni, kalau kebaikanmu melapangkan rezekimu, maka teruslah berbuat baik. Kalau dilakukan dengan niat yang benar, insya Allah hasilnya pun akan berkah,” kata Sakti dengan penuh inspirasi.

Pandangan tersebut mencerminkan filosofi hidup yang dijunjung tinggi di lingkungan Sekolah Barber Indonesia: bahwa keterampilan bukan hanya alat untuk mencari nafkah, tetapi juga menjadi sarana untuk memberi manfaat kepada orang lain. Inilah yang membedakan pendekatan Sekolah Barber Indonesia dengan pelatihan kejuruan lainnya.

Lebih lanjut, Sakti menjelaskan bahwa Sekolah Barber Indonesia tidak hanya mencetak lulusan dengan keterampilan teknis, tetapi juga menumbuhkan komunitas yang saling mendukung setelah para peserta didik lulus. Komunitas ini menjadi semacam keluarga besar yang terus terhubung, saling memberi semangat, serta berbagi pengalaman dan solusi atas berbagai tantangan di lapangan.

“Mereka tetap konsultasi ke kita sebelum ambil keputusan. Itu bentuk sokongan yang kita berikan, agar mereka tetap berkembang,” jelasnya sambil mencontohkan alumni dari Kutacane yang terus aktif membangun usahanya sembari tetap menjaga komunikasi dengan tim pelatih.

Model pendampingan seperti ini sangat penting. Dalam banyak kasus, lulusan pelatihan kejuruan kerap kali dibiarkan berjalan sendiri tanpa dukungan yang berkelanjutan. Namun, berbeda dengan pendekatan yang dibangun oleh Sakti dan timnya, alumni justru tetap diberikan ruang konsultasi dan mentoring bahkan setelah mereka membuka usaha sendiri. Ini menjadi jaminan keberlanjutan dan pertumbuhan bisnis yang sehat.

Bahkan, dalam jangka panjang, Sekolah Barber Indonesia berharap bisa menjadi ekosistem sosial dan ekonomi yang solid, tempat di mana para alumni bukan hanya bertahan, tapi juga berkembang dan menjadi agen perubahan di daerah masing-masing.

“Harapannya, alumni mampu mandiri secara ekonomi, serta memberi manfaat bagi lingkungannya di manapun mereka berada,” tutup Sakti.

Realita di lapangan menunjukkan bahwa harapan tersebut bukan utopia. Banyak alumni Sekolah Barber Indonesia yang kini sukses membuka usaha barber sendiri dan bahkan mampu merekrut tenaga kerja baru. Ini menciptakan efek domino yang luar biasa. Dari satu barber, bisa lahir dua atau tiga tenaga kerja baru yang turut menopang ekonomi keluarga mereka masing-masing.

Industri barber juga terbukti adaptif dengan perkembangan zaman. Dengan sentuhan digital marketing, promosi lewat media sosial, dan teknik pelayanan yang semakin profesional, usaha barber kini mampu bersaing secara sehat dan bahkan menjadi tren gaya hidup.

Selain itu, sektor ini juga relatif tahan terhadap resesi. Dalam kondisi ekonomi sulit sekalipun, kebutuhan akan perawatan diri—termasuk potong rambut—tetap ada. Ini menjadikan industri barber sebagai salah satu sektor yang cukup stabil dan minim risiko jika dibandingkan dengan sektor lainnya.

Tak kalah penting, usaha barber juga ramah terhadap modal. Dengan investasi awal yang tidak terlalu besar dan dukungan pelatihan yang tepat, siapa pun bisa memulai karier di bidang ini. Bahkan banyak kisah sukses barber berawal dari ruang kecil di rumah, lalu berkembang menjadi barber shop modern yang ramai pelanggan.

Melihat semua potensi tersebut, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa industri barber adalah salah satu jawaban konkret atas tantangan pengangguran yang membayangi Indonesia. Dengan dukungan sistem pelatihan seperti yang dilakukan oleh Sekolah Barber Indonesia, serta semangat kewirausahaan di kalangan anak muda, masa depan sektor ini sangat cerah.

Akhirnya, kisah para barber bukan hanya cerita tentang potong rambut. Ini adalah kisah tentang perubahan, keberanian untuk mandiri, dan komitmen untuk membawa dampak positif di tengah masyarakat. Di tangan mereka, sepasang gunting bukan sekadar alat kerja, melainkan simbol harapan dan kemandirian.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index