JAKARTA - Di tengah kian masifnya ketergantungan masyarakat terhadap perangkat digital, Wali Kota Gorontalo, Adhan Dambea, mengambil langkah progresif yang menyentuh aspek sosial dalam kehidupan masyarakat. Melalui kebijakan terbaru yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor 800/Disdik.sekrt/3078/Tahun 2025, Adhan secara resmi mendorong pelaksanaan program “Satu Jam Tanpa Gadget” di lingkungan rumah tangga, dengan fokus utama pada penguatan hubungan emosional antara orang tua dan anak.
Langkah ini menunjukkan orientasi kebijakan pemerintahan Kota Gorontalo yang tidak hanya terfokus pada pembangunan infrastruktur fisik, melainkan juga pada pembangunan karakter dan ketahanan keluarga sebagai fondasi utama masyarakat.
Menyentuh Akar Sosial: Relasi Orang Tua dan Anak
Dalam surat edaran tersebut, Adhan menekankan bahwa dalam kurun waktu 24 jam sehari, orang tua atau wali siswa diharapkan meluangkan minimal satu jam bersama anak tanpa menggunakan gadget. Waktu tersebut dimanfaatkan untuk membangun dan memperkuat kedekatan emosional antara anak dan orang tua dalam lingkungan rumah.
“Setiap orang tua/wali siswa diharapkan dapat memanfaatkan waktu satu jam tanpa gadget bersama siswa sebagai anak kandung di lingkungan rumah tangga masing-masing guna membangun dan mempererat hubungan emosional,” demikian isi surat edaran yang telah ditandatangani oleh Wali Kota Adhan Dambea.
Program ini tidak bersifat paksaan, tetapi sebagai bentuk ajakan moral dan sosial kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya waktu berkualitas bersama keluarga, khususnya dalam era digital yang kerap menyita perhatian dan waktu anggota keluarga untuk perangkat elektronik, dibanding interaksi nyata.
Latar Belakang Kebijakan: Menjawab Tantangan Zaman
Meningkatnya prevalensi penggunaan gawai di kalangan anak-anak dan remaja telah menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Beberapa laporan dan kajian menyebutkan bahwa anak-anak Indonesia menghabiskan rata-rata 6–8 jam per hari di depan layar, baik untuk bermain game, menonton video, maupun mengakses media sosial.
Situasi ini turut memengaruhi kualitas komunikasi dalam keluarga. Banyak orang tua yang mengeluhkan semakin sulitnya menjalin komunikasi yang bermakna dengan anak, karena waktu bersama kerap terganggu oleh notifikasi dan distraksi dari ponsel pintar.
Melihat kondisi ini, Adhan mengambil inisiatif melalui kebijakan yang sederhana namun menyentuh persoalan mendasar. Ia berharap program ini menjadi awal dari gerakan perubahan gaya hidup di lingkungan keluarga, khususnya di Kota Gorontalo.
Dukungan dari Masyarakat dan Dunia Pendidikan
Kebijakan “Satu Jam Tanpa Gadget” ini mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan, termasuk pendidik, tokoh agama, dan komunitas orang tua. Beberapa sekolah bahkan mulai mengintegrasikan gerakan ini dalam kegiatan harian mereka, seperti dengan menugaskan siswa untuk menuliskan pengalaman mereka selama satu jam tanpa gawai bersama keluarga.
“Anak-anak mulai menulis bahwa mereka bisa bermain kartu bersama orang tuanya, ada yang memasak bersama, bahkan hanya sekadar duduk dan bercerita. Ini luar biasa,” kata salah satu kepala SD di Kota Gorontalo.
Pakar pendidikan dari Universitas Negeri Gorontalo, Dr. Harun Pakaya, juga menyebut bahwa langkah ini adalah bentuk soft intervention dari pemerintah daerah untuk menciptakan ketahanan keluarga. “Gadget tidak bisa dihindari, tetapi kita bisa mengelola dampaknya. Program ini adalah bentuk pengelolaan yang cerdas,” ujarnya.
Implementasi dan Tantangan
Meski mendapat sambutan positif, kebijakan ini tentu tidak tanpa tantangan. Budaya digital telah begitu melekat dalam keseharian masyarakat, sehingga meminta orang tua untuk turut melepaskan gadget selama satu jam pun bisa menjadi perjuangan tersendiri.
Untuk mengatasi ini, Pemkot Gorontalo melalui Dinas Pendidikan akan mengadakan kampanye edukasi publik, termasuk pelatihan bagi guru, serta sosialisasi kepada orang tua melalui komite sekolah.
“Kami tidak hanya menerbitkan edaran. Ada strategi lanjutan, termasuk monitoring dampak sosialnya secara berkala,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Kota Gorontalo, yang menyebut program ini akan menjadi gerakan bersama lintas sektor di kota tersebut.
Dinas Pendidikan juga menyiapkan modul aktivitas kreatif yang bisa dilakukan selama “Satu Jam Tanpa Gadget”, seperti bermain permainan tradisional, membaca buku bersama, atau bercerita tentang pengalaman masa kecil orang tua.
Potensi Dampak Jangka Panjang
Banyak yang melihat program ini bukan hanya sekadar instruksi teknis, tetapi sebagai gerakan sosial yang memiliki nilai strategis dalam pembentukan karakter generasi muda. Dalam jangka panjang, waktu berkualitas tanpa gadget diharapkan bisa menekan berbagai persoalan seperti kecanduan gawai, penurunan konsentrasi belajar, hingga isolasi sosial di kalangan anak-anak.
Lebih dari itu, keberhasilan program ini di Gorontalo bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain. “Kota Gorontalo telah memulai. Ini bisa menjadi model nasional,” kata Ketua Forum Anak Indonesia Wilayah Sulawesi yang juga mengapresiasi kebijakan Adhan Dambea.
Dengan program “Satu Jam Tanpa Gadget”, Wali Kota Gorontalo Adhan Dambea menunjukkan bahwa kebijakan pemerintahan daerah bisa menyentuh aspek kehidupan yang paling privat dan fundamental—keluarga. Di tengah kemajuan teknologi yang begitu cepat, ajakan untuk meluangkan waktu bersama tanpa distraksi digital bukan sekadar nostalgia, tetapi kebutuhan mendesak untuk menjaga kesehatan emosional dan mental masyarakat.
Gerakan ini bukan tentang menolak teknologi, tetapi tentang menyeimbangkan kembali prioritas kehidupan. Seperti kata Wali Kota dalam surat edarannya, satu jam tanpa gadget bisa menjadi jembatan menuju hubungan keluarga yang lebih kuat dan bermakna.