Transportasi

Jakarta Lepas Predikat Kota Termacet, Saatnya Perluas Transformasi Transportasi Publik

Jakarta Lepas Predikat Kota Termacet, Saatnya Perluas Transformasi Transportasi Publik
Jakarta Lepas Predikat Kota Termacet, Saatnya Perluas Transformasi Transportasi Publik

JAKARTA - Penurunan tingkat kemacetan di Jakarta yang tercatat dalam laporan TomTom Traffic Index 2024 menjadi bukti bahwa upaya reformasi transportasi publik mulai menunjukkan hasil. Namun, di balik capaian positif tersebut, tersimpan tantangan lanjutan yang harus segera diatasi demi mempertahankan bahkan mempercepat kemajuan yang ada.

Pergeseran posisi Jakarta dari daftar 20 besar kota termacet dunia, turun ke peringkat 90 dengan tingkat kemacetan sebesar 43 persen, merupakan lompatan signifikan. Penurunan sebesar 10 persen dibanding tahun sebelumnya menggambarkan bahwa kebijakan transportasi yang telah diimplementasikan selama ini mulai membuahkan hasil konkret.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Daerah Pemilihan DKI Jakarta, Fahira Idris, menanggapi perkembangan ini dengan optimisme, sembari tetap mengingatkan agar momentum perbaikan ini tidak membuat pemangku kebijakan terlena.

“Penurunan ini tentu patut diapresiasi dan menjadi bukti bahwa sejumlah kebijakan transportasi umum yang dijalankan selama ini telah menunjukkan dampak signifikan,” ungkap Fahira.

Ia menggarisbawahi bahwa keberhasilan ini adalah awal dari perjalanan panjang menuju sistem mobilitas kota yang inklusif, berkelanjutan, dan adil bagi semua lapisan masyarakat. Menurutnya, Jakarta masih menghadapi tantangan nyata dalam mengurangi ketergantungan warga terhadap kendaraan pribadi.

Mendorong Akses dan Kualitas Transportasi Umum

Dalam pandangan Fahira, salah satu langkah paling mendesak adalah memperluas cakupan transportasi publik. Meski Transjakarta, MRT, dan LRT telah mengalami kemajuan, jangkauan dan konektivitas layanan tersebut masih belum sepenuhnya optimal.

Fahira menekankan pentingnya menjadikan transportasi umum sebagai pilihan utama masyarakat, bukan sekadar alternatif. Untuk mewujudkannya, kualitas layanan harus ditingkatkan agar masyarakat merasa nyaman dan aman saat berpindah moda.

“Jakarta dinilai perlu meneladani kota seperti Singapura dan Stockholm, yang sukses menurunkan kemacetan melalui integrasi sistem, kepastian jadwal, dan kenyamanan layanan,” paparnya.

Ia mencontohkan bagaimana kota Stockholm mampu menurunkan volume kendaraan hingga 20 persen serta meningkatkan pengguna transportasi umum sebesar 15 persen berkat penerapan kebijakan Electronic Road Pricing (ERP) dan sistem transportasi yang efisien.

Dorongan Regulasi dan Kebijakan Progresif

Selain pengembangan jaringan, Fahira juga mendesak percepatan implementasi ERP dan reformasi sistem parkir. Dua hal ini, menurutnya, merupakan kunci untuk membatasi pergerakan kendaraan pribadi di jalan-jalan utama Jakarta.

ERP, yang memungkinkan pengenaan tarif kepada kendaraan yang melintasi titik-titik tertentu pada jam sibuk, dinilai efektif tidak hanya mengurangi kemacetan, tetapi juga emisi gas rumah kaca. Hasil pendapatan dari ERP dapat dimanfaatkan untuk memperkuat pembiayaan sistem transportasi umum.

“ERP memiliki potensi besar untuk mengurangi jumlah kendaraan, menurunkan emisi, serta menghasilkan pendapatan tambahan,” tambahnya.

Kebijakan ini pun harus didukung pengaturan parkir yang lebih ketat dan progresif. Parkir liar yang masih marak di berbagai titik menunjukkan perlunya penegakan hukum dan kesadaran kolektif untuk menertibkan ruang publik kota.

Pentingnya Edukasi dan Perubahan Budaya Transportasi

Transformasi sistem transportasi juga mensyaratkan transformasi dalam budaya masyarakat. Fahira menyarankan perlunya pendekatan edukatif untuk membentuk kesadaran baru bahwa transportasi publik adalah solusi modern, bukan sekadar pilihan keterbatasan.

Ia menyebut contoh seperti program ASN naik transportasi umum setiap hari Rabu, serta layanan gratis bagi kelompok rentan, sebagai upaya simbolik yang penting untuk menggeser persepsi masyarakat.

“Transportasi publik harus dilihat sebagai pilihan rasional dan prestisius, bukan sekadar keharusan karena keterpaksaan,” kata Fahira.

Kolaborasi Regional: Jakarta Tak Bisa Sendiri

Fahira juga menyoroti pentingnya pendekatan lintas batas administratif dalam penanganan kemacetan. Menurutnya, beban mobilitas di Jakarta akan terus tinggi jika kota-kota di sekitarnya seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek) belum memiliki sistem transportasi yang memadai dan terintegrasi.

“Persoalan kemacetan Jakarta tidak bisa dipisahkan dari daerah sekitarnya. Harus ada kolaborasi antara Jakarta dan wilayah aglomerasi untuk membangun sistem transportasi yang saling melengkapi,” tegasnya.

Teknologi Sebagai Solusi Masa Depan

Selain pendekatan kebijakan dan infrastruktur, Fahira mengusulkan pemanfaatan teknologi cerdas berbasis data dan kecerdasan buatan (AI) dalam pengaturan lalu lintas. Contoh seperti di Bangalore, India, yang berhasil menurunkan kemacetan 20 persen melalui sistem lampu lalu lintas berbasis AI, bisa menjadi referensi bagi Jakarta.

Dengan sistem seperti itu, pengaturan lalu lintas bisa dilakukan secara adaptif dan real-time, menyesuaikan dengan kondisi aktual di lapangan.

Perjalanan Masih Panjang

Kendati perkembangan positif telah terjadi, Fahira menekankan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar Jakarta benar-benar bebas dari belenggu kemacetan.

“Penurunan indeks kemacetan ini adalah hasil dari kebijakan transportasi yang berpandangan jauh ke depan. Tapi pekerjaan belum selesai. Jakarta harus terus berbenah melalui infrastruktur yang cerdas, edukasi publik, dan konsistensi dalam mendorong mobilitas hijau,” pungkasnya.

Berdasarkan laporan TomTom Traffic Index 2024, Jakarta kini berada di urutan kelima kota termacet di Indonesia, berada di bawah Bandung, Medan, Palembang, dan Surabaya. Fakta ini menunjukkan bahwa pekerjaan rumah di bidang transportasi masih menumpuk — dan bahwa satu-satunya jalan ke depan adalah terus melangkah maju dengan reformasi menyeluruh yang berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index