UMKM

UMKM Jadi Kunci Transisi Ekonomi Menuju Masa Depan Berkelanjutan

UMKM Jadi Kunci Transisi Ekonomi Menuju Masa Depan Berkelanjutan
UMKM Jadi Kunci Transisi Ekonomi Menuju Masa Depan Berkelanjutan

JAKARTA - Perubahan drastis akibat era disrupsi global tidak hanya mengguncang struktur ekonomi besar, tetapi juga membuka pintu bagi pelaku usaha kecil untuk bertransformasi menjadi motor penggerak pembangunan berkelanjutan. Di tengah tantangan ketatnya persaingan dan tuntutan adaptasi teknologi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) justru tampil sebagai elemen penting dalam mendukung terwujudnya tujuan pembangunan berkelanjutan.

Di berbagai wilayah, UMKM telah menunjukkan kontribusinya bukan hanya dalam hal pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dalam pencapaian sejumlah indikator Sustainable Development Goals (SDGs), seperti pengurangan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan, dan pertumbuhan ekonomi inklusif. Melalui berbagai program yang dikembangkan pemerintah, seperti pelatihan, pemberdayaan, serta akses terhadap pembiayaan dan teknologi, UMKM mulai diarahkan menjadi bagian dari strategi pembangunan jangka panjang yang ramah lingkungan dan berkeadilan.

Dinas-dinas terkait seperti Dinas Perdagangan dan Dinas Koperasi dan UKM telah menyadari pentingnya menjadikan momen ini sebagai peluang. Kolaborasi mereka dengan Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan menjadi pondasi dalam merancang program-program kewirausahaan yang mampu memberdayakan pelaku UMKM. Program ini tidak hanya menekankan pada pertumbuhan usaha, namun juga menanamkan nilai keberlanjutan melalui edukasi, pembinaan, dan peningkatan kapasitas.

Langkah konkret pemerintah tersebut menjadi implementasi nyata dari beberapa pilar utama SDGs seperti no poverty (tanpa kemiskinan), no hunger (tanpa kelaparan), dan good health and well-being (kehidupan sehat dan sejahtera). Maka dari itu, pelatihan dan pendampingan yang dilakukan di berbagai daerah diarahkan untuk mendorong UMKM agar tak hanya kompetitif secara bisnis, namun juga selaras dengan prinsip keberlanjutan lingkungan dan sosial.

UMKM memiliki keunikan tersendiri yang memungkinkan mereka menjadi pionir keberlanjutan. Dengan struktur usaha yang fleksibel, kedekatan dengan komunitas lokal, serta efisiensi dalam penggunaan sumber daya, pelaku UMKM mampu menerapkan praktik ramah lingkungan dengan cara yang sederhana namun berdampak nyata. Hal ini diperkuat oleh kesadaran baru bahwa konsumen masa kini cenderung memilih produk yang tidak hanya berkualitas, tetapi juga etis dan ramah lingkungan.

Dalam konteks ini, pelatihan menjadi instrumen penting. Pelatihan UMKM kini tak hanya membahas pengelolaan usaha atau pemasaran, tetapi juga mencakup edukasi tentang keberlanjutan, pengurangan limbah, efisiensi energi, dan pemanfaatan teknologi hijau. Dengan demikian, UMKM dipersiapkan menjadi aktor pembangunan yang mampu menciptakan nilai lebih di luar aspek ekonomi semata.

Secara global, tren ini semakin kuat. Banyak UMKM yang mulai mengadopsi prinsip circular economy dan green business sebagai bagian dari model usaha mereka. Mereka menyadari bahwa keberlanjutan bukanlah sekadar pilihan moral, tetapi juga strategi bisnis yang cerdas. Bisnis yang ramah lingkungan terbukti mampu meningkatkan loyalitas konsumen, memperluas pasar, dan menarik investor yang kini semakin selektif dalam memilih portofolio berkelanjutan.

Namun di balik peluang tersebut, tantangan masih membayangi. UMKM masih menghadapi kendala klasik seperti keterbatasan akses pendanaan, kurangnya informasi terkait praktik keberlanjutan, serta kompleksitas peraturan lingkungan yang belum sepenuhnya berpihak kepada usaha kecil. Ketimpangan ini menjadi penghambat bagi banyak pelaku UMKM untuk benar-benar bertransformasi.

Data dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) turut menguatkan kekhawatiran tersebut. Sebuah riset yang dipublikasikan oleh Ketua Bidang UMKM Apindo, Ronald Walla, menunjukkan bahwa 78 persen perusahaan kecil di Indonesia mengalami kerugian akibat sulitnya memenuhi persyaratan kepatuhan terhadap emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan regulasi lingkungan. Selain itu, sebanyak 69 persen pelaku UMKM di Indonesia masih belum mengetahui atau tidak memahami apa itu SDGs dan bagaimana keterkaitannya dengan bisnis mereka.

Ketimpangan informasi dan kapasitas ini menjadi titik krusial yang perlu ditangani secara menyeluruh. Dalam hal ini, peran negara dan lembaga pembina menjadi sangat vital. Pemerintah dituntut lebih proaktif dalam menyediakan infrastruktur pengetahuan, dukungan kebijakan, dan insentif yang dapat menjembatani kebutuhan pelaku UMKM untuk bertransformasi ke arah yang lebih hijau.

Langkah-langkah konkret seperti penyederhanaan regulasi, keringanan pajak bagi UMKM ramah lingkungan, hingga penyediaan akses kredit mikro berbasis keberlanjutan harus diperluas dan dijadikan kebijakan sistemik. Dengan demikian, iklim usaha tidak hanya mendorong pertumbuhan, tetapi juga memberi ruang bagi keberlanjutan menjadi bagian dari budaya usaha.

Jika keberlanjutan dapat dijadikan nilai inti dalam pengembangan UMKM di berbagai daerah, maka Indonesia akan memiliki fondasi ekonomi yang jauh lebih kuat dalam jangka panjang. UMKM bukan hanya menjadi instrumen pemulihan ekonomi pascapandemi, tetapi juga sebagai kekuatan utama dalam membangun masa depan yang adil, inklusif, dan berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index