JAKARTA - Di tengah geliat agribisnis di Tanah Air, muncul proyek strategis yang patut mendapat perhatian: pembangunan pabrik porang di Sinjai, Sulawesi Selatan. Keberadaan pabrik ini tidak hanya sekadar fasilitas pengolahan komoditas pangan, melainkan juga menjadi magnet yang menarik minat petani muda dan lulusan sarjana pertanian. Salah satunya adalah Riswan, petani muda asal Desa Turungan Baji, Kecamatan Sinjai Barat, yang menyampaikan antusiasmenya terhadap potensi ekonomi dan peluang karier yang bisa terbuka dari inisiatif ini.
Porang: Potensi Agribisnis yang Menjanjikan
Porang (Amorphophallus muelleri) telah menjadi salah satu komoditas pertanian yang semakin populer berkat permintaan global akan tepung konjak, bahan baku makanan rendah kalori dan obat-obatan. Indonesia memiliki potensi besar dalam budidaya porang, terutama di wilayah Sulawesi Selatan, yang memiliki kondisi tanah dan iklim mendukung.
Pendirian pabrik porang di Sinjai merupakan langkah strategis untuk meningkatkan nilai tambah komoditas lokal. Selama ini, petani hanya menjual umbi porang dalam bentuk mentah. Dengan adanya pabrik, porang bisa langsung diolah menjadi produk siap ekspor atau digunakan dalam industri makanan dan farmasi. Proses hilirisasi ini memungkinkan para petani mendapatkan harga yang lebih baik dan mengurangi ketergantungan pada pihak ketiga.
Suara Petani Muda Riswan: Harapan dan Energi Baru
Riswan, petani muda dari Desa Turungan Baji, ikut merasakan atmosfer perubahan ini. “Kami sangat mendukung kehadiran pabrik porang di sini,” katanya. “Ke depannya, pekerjaan tidak hanya terbatas pada bercocok tanam, tetapi juga pengolahan dan pengemasan.”
Sebagai sarjana pertanian, Riswan menyadari tantangan dan peluang agribisnis modern. Menurutnya, pabrik porang dapat menjadi model agro-industrial ini, di mana petani muda seperti dirinya bisa diberi peran untuk mengelola unit pengolahan, memastikan kualitas, dan mengadopsi teknologi pertanian berkelanjutan.
Sinergi antara Pertanian dan Industri Lokal
Adanya pabrik porang bukan hanya soal fasilitas, tapi juga menyerap tenaga kerja lokal. Ini berarti akan ada peluang bagi pemuda dan lulusan teknologi pertanian untuk bekerja di bidang teknis, produksi, dan manajemen. Para petani tidak lagi hanya menjadi pekerja lapangan, tapi bisa terlibat dalam manajemen kualitas, riset varietas unggul, dan pengembangan produk.
Lebih dari itu, kolaborasi ini akan mendorong transfer teknologi: petani lokal bisa belajar teknik budidaya modern, metode pascapanen yang lebih baik, dan standar mutu sesuai ekspor. Fakultas pertanian di perguruan tinggi pun bisa mengambil peran melalui kemitraan riset dan pengembangan produk turunan porang.
Dampak Ekonomi Lokal
Proyek ini dipandang mampu menggerakkan ekonomi desa dan sekitarnya. Adanya pabrik berarti akan ada pemasukan ekonomi baru: penyediaan bahan baku untuk pabrik akan meningkatkan pendapatan petani, tenaga kerja lokal mendapat pekerjaan baru, dan aktivitas usaha pendukung seperti logistik, peralatan panen, serta pengangkutan turut tumbuh.
Selain itu, dengan pasar yang langsung terbuka lewat pabrik, petani tidak lagi bergantung pada tengkulak, sehingga bisa memotong rantai distribusi dan memperoleh keuntungan yang lebih signifikan. Dengan sentuhan manajemen bisnis, desa bisa berubah dari daerah agraris tradisional menjadi pusat agribisnis modern.
Tantangan di Balik Harapan
Meski menawarkan masa depan cerah, implementasi industri porang tak lepas dari tantangan:
Standar Mutu dan Sertifikasi
Produksi harus memenuhi standar keamanan pangan dan regulasi ekspor. Pelatihan dan pendampingan teknis menjadi sangat penting.
Pengelolaan Lingkungan
Pabrik harus menerapkan kebijakan ramah lingkungan dalam pengolahan limbah untuk menjaga keberlanjutan ekosistem setempat.
Pentingnya Kesinambungan Pasokan
Agar pabrik dapat berjalan maksimal, produksi porang dari desa harus stabil. Ini memerlukan koordinasi dan kemitraan yang jelas dengan petani.
Pembinaan SDM
Agar petani muda mampu menjalankan peran baru, diperlukan pelatihan di bidang manajemen, teknis produksi, dan pengolahan industri.
Sinjai bisa menjadi Model Agribisnis Desa
Jika langkah ini berhasil, Sinjai berpotensi menjadi model agribisnis desa di Indonesia. Keberadaan pabrik porang menjadi titik awal untuk diversifikasi ekonomi pedesaan dengan pendekatan industri. Pemerintah daerah bisa mendorong hal ini melalui insentif pajak, dukungan infrastruktur, dan program pengembangan desa produktif.
Support akademisi dan lembaga penelitian juga penting agar inovasi terus berjalan. Misalnya, peningkatan varietas porang unggul atau formulasi produk turunan seperti konjac flour, jelly, dan bahan farmasi.
Peran Sarjana Pertanian: Dari Lapangan ke Industri
Riswan dan sarjana pertanian lainnya tidak lagi terbatas pada laboratorium atau lapangan. Kini, mereka bisa terlibat dalam skema yang lebih luas: riset varietas, optimisasi proses produksi pabrik, hingga pemasaran produk akhir. Kehadiran pabrik membuka peluang kolaborasi praktis antara petani, industrialis, dan akademisi—sebuah ekosistem agribisnis yang saling mendukung.
Pabrik porang di Sinjai, Sulawesi Selatan, bukan sekadar fasilitas industri tekstil pangan, melainkan simbol transformasi ekonomi desa. Riswan—petani muda dan sarjana pertanian—menggambarkan harapan generasi baru agribisnis, yang melihat peluang luar biasa dari sinergi pertanian lokal dengan industrialisasi.
Dengan manajemen baik, dukungan kebijakan, serta pelatihan dan pendampingan, Sinjai berpeluang menjadi pusat agroindustri modern di Sulsel. Keberhasilan ini bisa menjadi contoh bagaimana desa-desa agraris di Indonesia membangun masa depan mereka melalui inovasi dan kolaborasi.