PETANI

Kunci Stabilitas Harga dan Kesejahteraan Petani Tebu

Kunci Stabilitas Harga dan Kesejahteraan Petani Tebu
Kunci Stabilitas Harga dan Kesejahteraan Petani Tebu

JAKARTA - Ketidakpastian harga gula rakyat masih menjadi momok bagi para petani tebu di Indonesia, khususnya di Jawa Timur. Di tengah tekanan pasar dan tantangan struktural, Ketua DPD Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Timur, HM Arum Sabil, menegaskan pentingnya membangun sinergi lintas sektor sebagai jalan keluar menuju stabilitas harga dan kesejahteraan petani.

Dalam keterangannya, Arum Sabil tidak hanya menyoroti posisi petani tebu yang semakin rentan terhadap fluktuasi harga dan minimnya perlindungan pasar, tetapi juga menyerukan keterlibatan aktif dari seluruh stakeholder. Mulai dari pemerintah, pelaku industri gula (baik BUMN maupun swasta), hingga pedagang dan petani sendiri diminta untuk berperan aktif dalam menciptakan ekosistem yang lebih berkeadilan.

“Semua tidak bisa berdiri sendiri. Kalau peran ini bisa disinergikan dengan baik, ini tidak sulit. Harus ada bagi peran antara pemerintah, pabrik gula, petani dan pedagang,” tegas Arum Sabil, Jumat 11 JULI 2025.

Tantangan Serius: Gula Rakyat Tidak Terserap Pasar

Salah satu permasalahan mendesak yang dihadapi petani tebu saat ini adalah sulitnya distribusi dan penyerapan gula hasil produksi rakyat oleh pasar. Hal ini membuat banyak petani menahan stok atau menjual dengan harga di bawah biaya produksi, yang pada akhirnya berdampak langsung pada kesejahteraan mereka.

Gula rakyat umumnya diproduksi oleh petani tebu skala kecil, yang mengolah tebu secara tradisional atau melalui pabrik lokal dengan kapasitas terbatas. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, pasar lebih cenderung menyerap gula dari pabrik-pabrik besar yang terintegrasi, terutama milik BUMN atau korporasi swasta dengan teknologi modern dan jangkauan distribusi yang luas.

Sayangnya, ketidakseimbangan ini tidak dibarengi dengan kebijakan perlindungan harga atau kebijakan afirmatif untuk menjamin gula rakyat bisa bersaing di pasar. Harga yang fluktuatif dan tidak adanya mekanisme penyangga membuat posisi tawar petani sangat lemah.

Peran Pemerintah sebagai Regulator dan Penjaga Stabilitas

Arum Sabil secara khusus menyoroti pentingnya peran pemerintah dalam menjaga stabilitas harga melalui intervensi kebijakan yang adil. Ia menilai bahwa pemerintah tidak boleh bersikap pasif atau membiarkan mekanisme pasar bekerja tanpa regulasi yang berpihak pada petani kecil.

“Pemerintah harus bisa menjaga keseimbangan antara produksi dan distribusi, mengatur harga dasar, serta menjamin adanya serapan hasil petani. Kalau ini tidak dilakukan, petani tebu tidak akan pernah sejahtera,” ujarnya.

Menurut Arum, pemerintah harus hadir melalui kebijakan harga acuan pembelian gula rakyat, intervensi distribusi, serta skema penyangga yang melibatkan BUMN atau lembaga logistik seperti Bulog. Dengan cara ini, pemerintah dapat membantu menciptakan iklim usaha yang lebih stabil dan adil bagi petani.

Pabrik Gula dan Swasta Didorong Ambil Bagian

Di sisi lain, pabrik gula—baik yang dimiliki pemerintah maupun swasta—didorong untuk lebih terbuka dalam menyerap hasil tebu petani lokal. Arum menekankan bahwa industri tidak boleh hanya fokus pada efisiensi produksi tanpa mempertimbangkan keberlangsungan petani sebagai mitra utama.

Menurutnya, industri seharusnya memperkuat skema kemitraan berbasis keberlanjutan, di mana petani mendapatkan jaminan pembelian dengan harga wajar, pelatihan teknis, dan akses terhadap modal dan teknologi.

“Kalau pabrik gula bisa menyerap tebu rakyat secara konsisten, memberikan harga yang pantas, dan tidak hanya mencari keuntungan sesaat, maka sektor ini bisa tumbuh bersama,” tambahnya.

Peran Pedagang dalam Rantai Distribusi

Tidak hanya pabrik, pedagang pun dinilai punya tanggung jawab moral dan ekonomi dalam membangun ekosistem pertanian tebu yang sehat. Sebagai penghubung antara petani dan konsumen akhir, pedagang seharusnya tidak memainkan peran spekulatif yang justru memperburuk situasi pasar.

Arum mendorong pedagang untuk mulai menjalin kontrak kerja langsung dengan kelompok tani dan koperasi petani agar proses distribusi berjalan lebih efisien dan adil. Sistem ijon dan tengkulak yang masih marak di berbagai daerah harus mulai ditinggalkan untuk memberi ruang bagi transaksi yang lebih transparan dan menguntungkan semua pihak.

Dampak Sosial Ekonomi Jika Sinergi Terwujud

Sinergi lintas sektor bukan hanya menjadi solusi atas problem teknis seperti harga dan penyerapan gula, tetapi juga dapat memberikan dampak sosial ekonomi yang lebih luas. Dengan meningkatnya kesejahteraan petani, daya beli masyarakat desa ikut meningkat, stabilitas sosial terjaga, dan migrasi ke kota bisa ditekan.

Tak kalah penting, sektor pertanian tebu juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, baik langsung di sektor budidaya maupun di sektor pendukung seperti transportasi, pengolahan, dan distribusi. Jika sektor ini dikelola dengan baik melalui kolaborasi lintas sektor, maka akan menjadi penggerak ekonomi lokal yang sangat kuat.

Saatnya Bergerak Bersama

Pesan yang disampaikan Arum Sabil mengandung urgensi bahwa nasib petani tebu tidak bisa hanya dibebankan pada satu pihak saja. Pemerintah, industri, pedagang, dan petani harus duduk bersama dan menjalin kemitraan strategis untuk menciptakan stabilitas harga, penyerapan hasil panen, dan keberlanjutan usaha tani tebu.

Karena pada akhirnya, sektor pertanian bukan hanya tentang hasil panen, tetapi juga tentang kehidupan—tentang bagaimana petani bisa hidup layak dari jerih payahnya sendiri.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index