JAKARTA - Dalam rangka menertibkan aktivitas penambangan rakyat yang selama ini masih banyak berlangsung tanpa kepastian hukum, Pemerintah Kabupaten Agam mengambil langkah strategis dengan mengusulkan lima kecamatan untuk ditetapkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Usulan tersebut diajukan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dalam rangka memperoleh legalitas resmi agar aktivitas penambangan yang dilakukan masyarakat dapat berlangsung dalam koridor hukum dan tata kelola lingkungan yang lebih baik.
Langkah ini diungkapkan oleh Kepala Bagian Sumber Daya Alam Setdakab Agam, Boy Vetris, pada Selasa, 15 Juli 2025. Ia menyatakan bahwa pengusulan telah diajukan beberapa waktu lalu dan saat ini masih menunggu respons serta proses verifikasi dari Pemerintah Provinsi.
"Pemerintah Kabupaten Agam mengusulkan lima kecamatan sebagai wilayah pertambangan rakyat (WPR) kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Usulan tersebut disampaikan untuk mendapatkan legalitas resmi," ungkap Boy Vetris dalam keterangannya.
- Baca Juga OPEC Optimis Permintaan Minyak Stabil
Mengedepankan Legalitas dan Perlindungan Hukum bagi Penambang Lokal
Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) merupakan mekanisme yang disediakan dalam peraturan perundang-undangan guna mengakomodasi penambangan skala kecil oleh masyarakat. Dalam praktiknya, banyak aktivitas tambang rakyat yang masih berlangsung secara informal dan berada di area abu-abu hukum. Situasi ini menimbulkan berbagai risiko—baik dari sisi keselamatan kerja, lingkungan, hingga potensi konflik lahan.
Dengan adanya penetapan WPR, para penambang rakyat akan memiliki kepastian hukum dalam menjalankan aktivitasnya, serta dapat mengakses pembinaan teknis, perlindungan kerja, dan mekanisme pemasaran yang lebih baik. Bagi pemerintah daerah, legalisasi ini juga akan membantu dalam pengawasan serta meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
Lima Kecamatan Jadi Prioritas: Hasil Survei dan Aspirasi Masyarakat
Menurut Boy Vetris, penentuan lima kecamatan yang diusulkan telah melalui proses identifikasi dan survei terhadap aktivitas penambangan yang sudah berlangsung di wilayah tersebut. Kecamatan-kecamatan yang diajukan sebagai WPR merupakan daerah yang selama ini sudah dikenal memiliki potensi tambang rakyat dan telah menunjukkan aktivitas penambangan secara tradisional dalam waktu yang cukup lama.
"Menurut Boy, pengusulan itu telah disampaikan beberapa bulan lalu kepada Gubernur Sumbar melalui Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sumbar."
Kelima kecamatan itu dipilih tidak hanya berdasarkan potensi mineralnya, tetapi juga karena tingginya animo masyarakat dan kebutuhan untuk melegalkan aktivitas ekonomi masyarakat lokal. Langkah ini menunjukkan komitmen Pemkab Agam dalam mengintegrasikan potensi sumber daya alam dengan pengentasan kemiskinan berbasis ekonomi lokal.
Regulasi Sebagai Payung Hukum: Perlu Dukungan Pemerintah Provinsi
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), kewenangan penetapan WPR berada di tangan pemerintah provinsi. Pemerintah kabupaten hanya dapat mengusulkan wilayah tertentu untuk dikaji dan ditetapkan sebagai WPR oleh gubernur.
Dalam konteks ini, Pemkab Agam berharap Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dapat segera merespons dan memproses usulan tersebut agar masyarakat penambang bisa memperoleh kejelasan status hukum dan izin operasional. Tanpa legalitas resmi, aktivitas penambangan rakyat berpotensi digolongkan sebagai ilegal, yang bisa berujung pada sanksi hukum atau penertiban paksa.
Boy Vetris menegaskan bahwa Pemkab Agam mendukung sepenuhnya proses legalisasi ini dan siap memberikan data teknis maupun dokumen pendukung untuk mempercepat proses pengesahan.
Dampak Ekonomi dan Sosial: Tambang Rakyat Sebagai Tulang Punggung Lokal
Penambangan rakyat selama ini menjadi salah satu penopang ekonomi masyarakat di wilayah tertentu di Kabupaten Agam. Dalam kondisi ekonomi yang penuh tantangan, sektor ini menjadi alternatif penghidupan bagi ribuan warga yang tidak memiliki akses terhadap pekerjaan formal. Oleh karena itu, Pemkab melihat pentingnya pengelolaan sektor ini secara terstruktur dan berkelanjutan.
Dengan status WPR, para penambang akan mendapatkan pendampingan teknis, pelatihan keselamatan kerja, dan bantuan untuk mengelola hasil tambang secara efisien. Selain itu, pemerintah dapat menarik retribusi yang sah serta menyusun peraturan zonasi yang ramah lingkungan agar aktivitas tambang tidak menimbulkan bencana ekologis di kemudian hari.
Komitmen Terhadap Kelestarian Lingkungan
Salah satu kekhawatiran utama dari aktivitas tambang rakyat tanpa izin adalah kerusakan lingkungan. Karena dilakukan tanpa pengawasan dan prosedur yang baku, praktik ini berisiko menimbulkan erosi, pencemaran sungai, hingga longsor. Oleh sebab itu, legalisasi dalam bentuk WPR juga mencakup pengawasan lingkungan secara lebih ketat dan terencana.
Pemerintah kabupaten menyadari bahwa pelestarian alam dan keselamatan masyarakat harus berjalan beriringan dengan pemanfaatan sumber daya alam. Maka dari itu, WPR juga akan dilengkapi dengan kewajiban pelestarian lingkungan, termasuk kewajiban reklamasi dan rehabilitasi lahan pascatambang.
Menunggu Proses Verifikasi dan SK Gubernur
Boy Vetris mengungkapkan bahwa pengajuan WPR ke Pemprov Sumbar sudah dilakukan sejak beberapa bulan lalu dan saat ini masih menunggu tindak lanjut dari Dinas ESDM Provinsi. Proses selanjutnya melibatkan verifikasi lapangan, penilaian potensi tambang, serta analisis terhadap dampak sosial dan lingkungan.
Setelah semua tahapan terpenuhi, Gubernur Sumbar akan menerbitkan Surat Keputusan (SK) penetapan WPR yang menjadi dasar hukum bagi masyarakat untuk mengajukan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan melakukan kegiatan penambangan secara sah.
Penutup: Langkah Awal Menuju Penambangan Rakyat yang Legal dan Berkelanjutan
Langkah Pemerintah Kabupaten Agam mengusulkan lima kecamatan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat merupakan bentuk keberpihakan kepada masyarakat akar rumput yang menggantungkan hidupnya pada sektor tambang. Di tengah tuntutan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, legalisasi WPR menjadi solusi kompromi antara pemenuhan ekonomi masyarakat dan perlindungan lingkungan.
“Pemerintah Kabupaten Agam mengusulkan lima kecamatan sebagai wilayah pertambangan rakyat (WPR) kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Usulan tersebut disampaikan untuk mendapatkan legalitas resmi,” jelas Boy Vetris.
“Menurut Boy, pengusulan itu telah disampaikan beberapa bulan lalu kepada Gubernur Sumbar melalui Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sumbar.”
Kini bola ada di tangan Pemerintah Provinsi. Harapannya, proses ini dapat berjalan cepat dan akuntabel agar penambangan rakyat di Agam tidak lagi berada di wilayah abu-abu hukum, melainkan menjadi bagian dari aktivitas ekonomi formal yang produktif, aman, dan berkelanjutan.