JAKARTA - Langkah Indonesia dalam mencari sumber energi bersih dan berkelanjutan kembali menunjukkan perkembangan signifikan. Kali ini, wacana pengembangan energi nuklir kembali mencuat ke permukaan, menyusul kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Prancis pada 13–15 Juli 2025. Dalam lawatan strategis tersebut, sektor energi menjadi salah satu topik pembahasan utama, khususnya mengenai peluang kolaborasi dalam membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di tanah air.
Isyarat terbukanya peluang kerja sama antara Indonesia dan Prancis disampaikan langsung oleh Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, yang menyebutkan bahwa Indonesia kini tengah mempertimbangkan Prancis sebagai salah satu mitra utama dalam pengembangan PLTN.
Membuka Babak Baru Energi Bersih Nasional
- Baca Juga OPEC Optimis Permintaan Minyak Stabil
Wacana pengembangan energi nuklir memang bukan hal baru di Indonesia. Namun, dengan semakin mendesaknya kebutuhan akan transisi energi dan komitmen nasional terhadap pengurangan emisi karbon, pembahasan mengenai PLTN kini menjadi semakin relevan dan mendesak. Dalam konteks ini, Prancis—dengan pengalaman panjangnya di bidang energi nuklir sipil—dipandang sebagai calon mitra strategis yang ideal.
“Energi nuklir kembali menjadi perbincangan saat lawatan Presiden Prabowo Subianto ke Prancis, 13–15 Juli 2025. Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo mengungkapkan pemerintah berpeluang untuk menggandeng Prancis dalam mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia.”
Pernyataan ini menandai keseriusan pemerintah Indonesia dalam menjajaki berbagai opsi pembangkit energi rendah emisi, termasuk nuklir, sebagai bagian dari strategi jangka panjang mencapai target Net Zero Emissions.
Prancis: Mitra dengan Pengalaman Puluhan Tahun di Bidang Nuklir
Sebagai negara dengan salah satu jaringan PLTN terbesar di dunia, Prancis memiliki reputasi tinggi dalam hal keamanan, efisiensi, dan keandalan teknologi nuklir. Lebih dari 70 persen kebutuhan listrik di Prancis dipasok oleh PLTN, menjadikan negara tersebut sebagai pemimpin global dalam penerapan energi nuklir secara damai.
Keterlibatan Prancis sebagai mitra strategis akan sangat membantu Indonesia dalam hal transfer teknologi, pelatihan SDM, serta penguatan regulasi dan standar keselamatan. Selain itu, kerja sama ini juga akan memperkuat posisi diplomatik Indonesia di forum energi global sebagai negara yang serius dalam melakukan transisi ke energi bersih.
Pertimbangan Strategis dan Lingkungan Hidup
Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim, Indonesia telah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca secara bertahap, dengan target mencapai Net Zero Emissions pada 2060 atau lebih cepat. Untuk mencapai hal tersebut, dibutuhkan terobosan besar dalam sektor energi, termasuk dengan mengurangi ketergantungan terhadap batu bara dan bahan bakar fosil lainnya.
Energi nuklir, yang nyaris tidak menghasilkan emisi karbon selama proses pembangkitan listrik, dinilai sebagai salah satu solusi potensial. Di sisi lain, isu lingkungan dan keselamatan juga menjadi sorotan penting. Oleh karena itu, kerja sama dengan negara yang berpengalaman seperti Prancis dinilai mampu menjawab tantangan tersebut secara lebih komprehensif.
Tantangan Domestik: Infrastruktur, Regulasi, dan Penerimaan Publik
Meski menawarkan berbagai keunggulan, pengembangan PLTN di Indonesia juga menghadapi tantangan besar, baik dari sisi infrastruktur, regulasi, maupun penerimaan sosial.
Sampai saat ini, Indonesia belum memiliki infrastruktur nuklir skala besar. Pembangunan PLTN membutuhkan waktu, modal, dan sistem pendukung yang kompleks, termasuk sistem pengelolaan limbah radioaktif, pengamanan reaktor, serta pengawasan regulasi yang ketat.
Dari sisi hukum, Indonesia saat ini masih berada dalam tahap awal penyusunan kebijakan energi nuklir yang komprehensif. Pemerintah perlu memperkuat kerangka regulasi, mulai dari undang-undang, standar keselamatan, hingga mekanisme pengawasan independen.
Sementara itu, penerimaan publik terhadap PLTN juga harus dibangun secara bertahap. Masih banyak masyarakat yang menyimpan kekhawatiran terkait keamanan dan risiko radiasi nuklir, terutama pasca berbagai insiden global yang pernah terjadi. Oleh karena itu, transparansi, edukasi publik, serta keterlibatan komunitas lokal akan menjadi faktor kunci dalam keberhasilan proyek ini.
Momentum Geopolitik dan Diplomasi Energi
Kunjungan Presiden Prabowo ke Prancis juga dapat dibaca sebagai bagian dari strategi diplomasi energi yang lebih luas. Dalam era persaingan teknologi dan geopolitik global, Indonesia berupaya membangun kemitraan strategis tidak hanya untuk kebutuhan jangka pendek, tetapi juga untuk membentuk ekosistem energi nasional yang tangguh dan adaptif.
Prancis, sebagai anggota Uni Eropa dan mitra dagang utama Indonesia di kawasan, memiliki kepentingan bersama dalam memperkuat kerja sama energi bersih. Inisiatif kerja sama PLTN ini bisa menjadi bagian dari kemitraan ekonomi hijau kedua negara, yang mencakup perdagangan karbon, investasi energi baru dan terbarukan, serta pengembangan teknologi rendah emisi.
Prospek dan Tahapan Implementasi
Jika kerja sama ini berhasil direalisasikan, maka pembangunan PLTN di Indonesia akan memasuki tahap baru. Beberapa wilayah, seperti Kalimantan dan Jawa, disebut-sebut berpotensi menjadi lokasi pembangunan reaktor pertama, dengan mempertimbangkan aspek geologi, kepadatan penduduk, serta ketersediaan infrastruktur pendukung.
Tahapan yang harus dilalui meliputi:
Studi kelayakan teknis dan lingkungan
Perencanaan lokasi dan desain reaktor
Pelatihan tenaga ahli dan transfer teknologi
Penyusunan regulasi dan SOP keselamatan
Sosialisasi kepada masyarakat sekitar
Implementasi penuh diperkirakan akan membutuhkan waktu 7 hingga 10 tahun dari tahap awal hingga operasional komersial, tergantung pada skala proyek dan kematangan kesiapan nasional.
Penutup: Langkah Strategis Menuju Kemandirian Energi
Pengembangan PLTN bersama Prancis bukan hanya sekadar kerja sama bilateral, tetapi bagian dari transformasi besar sektor energi Indonesia. Keputusan ini mencerminkan komitmen Indonesia untuk berinvestasi dalam teknologi tinggi dan mempercepat transisi ke sumber daya energi rendah karbon.
Dengan kerja sama yang solid, pendekatan multidisiplin, dan pelibatan publik secara aktif, Indonesia berpeluang besar untuk menjadi negara berkembang pertama di Asia Tenggara yang mengoperasikan PLTN secara aman dan berkelanjutan.
“Energi nuklir kembali menjadi perbincangan saat lawatan Presiden Prabowo Subianto ke Prancis, 13–15 Juli 2025. Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo mengungkapkan pemerintah berpeluang untuk menggandeng Prancis dalam mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia.”
Pernyataan tersebut bukan hanya menggambarkan peluang, tetapi juga arah baru dalam kebijakan energi nasional. Kini, Indonesia berada di persimpangan penting—antara kebutuhan energi yang terus meningkat dan urgensi menjaga lingkungan hidup. PLTN, jika dikembangkan secara bertanggung jawab, bisa menjadi jawaban atas dua tantangan besar tersebut sekaligus.