DANANTARA

Danantara dan Arah Baru Investasi

Danantara dan Arah Baru Investasi
Danantara dan Arah Baru Investasi

JAKARTA - Dalam satu dekade terakhir, perhatian dunia terhadap investasi berkelanjutan semakin menguat, dan Indonesia mengambil peran sentral melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). Lembaga ini menjadi semacam jembatan yang menghubungkan aspirasi pemerintah soal pembangunan nasional dengan ekosistem modal global baik dari Timur Asia, Timur Tengah, hingga Eropa Timur. Langkah-langkah strategis yang mereka lakukan tak sekadar mengamankan pendanaan besar, tetapi juga menanamkan semangat hijau, digital, serta kemandirian industri dalam agenda ekonomi negara.

Di tengah kompleksitas kebijakan fiskal dan tantangan lingkungan, kerja sama Danantara dengan beragam institusi internasional menunjukkan tata kelola investasi modern dan berorientasi jangka panjang. Ini bukan hanya soal angka investasi, tapi tentang membangun fondasi transisi ekonomi yang lebih ramah iklim sekaligus berbasis teknologi. Proyek-proyeknya mencakup green infrastructure, pembangkit energi terbarukan, digitalisasi, serta hilirisasi industri strategis seperti kimia dan bahan baku.

JBIC: Membuka Akses Investasi Hijau dan Infrastruktur Digital

Kolaborasi Danantara dengan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) menjadi salah satu pondasi penting. Kesepakatan ini akan menyediakan akses dana untuk proyek-proyek inovatif seperti energi bersih, pengelolaan air dan limbah, dekarbonisasi, serta pusat data hijau (green data center). JBIC siap menyediakan instrumen keuangan mulai dari pinjaman hingga skema penjaminan untuk mendukung rencana tersebut.

Chief Executive Officer Danantara, Rosan Roeslani, menyatakan bahwa, “kolaborasi ini menjadi bukti dunia memberi kepercayaan pada prioritas pembangunan Indonesia, termasuk pembangunan digital dan keberlanjutan.” Dengan demikian, kerja sama ini bukan sekadar kemenangan diplomasi ekonomi, tapi sinyal bahwa Indonesia dilirik sebagai lokasi strategis untuk penanaman modal global berbasis nilai-nilai ESG (environmental, social, governance).

QIA & RDIF: Dana Besar untuk Konektivitas Global

Tak berhenti pada Jepang, Danantara juga menambah kekuatan sumber pendanaan lewat aliansi lain. Dengan Qatar Investment Authority (QIA), mereka bersama-sama mengelola dana US$4 miliar untuk proyek domestik. Jumlah yang juga mengagetkan datang dari kerja sama dengan Russian Direct Investment Fund (RDIF), yaitu sekitar €2 miliar. Paket investasi ini bertujuan memperkuat konektivitas ekonomi bilateral, memperluas jaringan manufaktur, dan mendukung rantai pasok nasional.

ACWA Power: Langkah Strategis di Sektor Energi Bersih

Kerjasama strategis tidak hanya fokus ke lembaga keuangan, tetapi juga ke korporasi operasional. Dengan ACWA Power dari Arab Saudi, Danantara menyepakati pendanaan sebesar US$10 miliar untuk proyek energi bersih. Investasi ini meliputi pembangkit listrik terbarukan, proyek efisiensi energi, dan transfer teknologi yang berpotensi membuka lapangan kerja dan mempercepat transisi energi nasional.

Proyek CA-EDC: Hilirisasi Kimia sebagai Pilar Kemandirian

Chief Investment Officer Danantara, Pandu Sjahrir, menyoroti bahwa setiap kemitraan merupakan bagian dari strategi memperkuat ketahanan industri. Salah satu contoh paling konkret adalah pembangunan pabrik Chlor Alkali Ethylene Dichloride (CA-EDC), yang merupakan hasil kolaborasi antara Danantara, Indonesia Investment Authority (INA), dan PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA). Nilai investasi proyek ini mencapai US$800 juta (±Rp13 triliun).

Sektor kimia dipandang sebagai tulang punggung ekosistem industri yang dibutuhkan untuk transisi energi (seperti baterai dan pemurnian mineral). Proyek CA-EDC akan mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku seperti soda kaustik dan ethylene dichloride sehingga meningkatkan kemandirian industri nasional.

CEO INA, Ridha Wirakusumah, menyampaikan bahwa kolaborasi ini adalah “konkrit mandat jangka panjang INA untuk menggerakkan investasi produktif yang berpihak pada kebutuhan strategis nasional.” Ini menunjukkan bagaimana lembaga keuangan negara dan industri dapat menjadi poros baru penguatan daya saing nasional.

Dampak Sosial dan Lingkungan dari Proyek CA-EDC

Lebih dari segi ekonomi, keberadaan pabrik ini diharapkan membawa dampak sosial dan lingkungan yang positif. Proyek CA-EDC diproyeksikan menyerap banyak tenaga kerja lokal, mendorong nilai tambah, serta mendukung hilirisasi kimia strategis. Tahapan awal pembangunan akan memasok 400 ribu ton soda kaustik dan 500 ribu ton ethylene dichloride per tahun.

Proses hilirisasi selanjutnya akan mengeksplorasi berbagai produk turunan berbasis klorin bukan hanya untuk pasar domestik, tetapi juga ekspor. Dengan pendanaan matang, dukungan pemerintah, dan investor global, pemerintah berharap menjadi model bagaimana investasi dapat mendorong kemandirian industri nasional sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan.

Sinergi Ekonomi Hijau dan Digital: Strategi Masa Depan

Secara keseluruhan, kolaborasi Danantara dengan berbagai mitra dunia merupakan langkah strategis untuk mentransformasikan ekonomi nasional menuju green growth dan digital convergence. Pendanaan dan proyeknya dirancang tidak sekadar untuk pembangunan infrastruktur, tetapi untuk memperkuat daya saing, kapasitas lokal, dan stabilitas jangka panjang.

Dengan terus memperluas kemitraan, Danantara diharapkan menjadi motor utama dalam memperkuat konektivitas global dan domestik, memastikan aset strategis milik Indonesia berkembang, serta memosisikan negara sebagai destinasi investasi dengan standar global dan visi keberlanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index