Minyak

Harga Minyak Stabil Meski Ada Sanksi Baru

Harga Minyak Stabil Meski Ada Sanksi Baru
Harga Minyak Stabil Meski Ada Sanksi Baru

JAKARTA - Di tengah dinamika geopolitik yang terus berlangsung, harga minyak dunia mencatatkan pergerakan tipis pada awal pekan ini. Pasar energi global menanggapi dengan hati-hati kebijakan sanksi terbaru dari Uni Eropa terhadap Rusia, serta potensi ketegangan baru yang dipicu oleh ancaman sanksi tambahan dari Amerika Serikat. Meski ketegangan meningkat, harga minyak justru menunjukkan pelemahan ringan karena pelaku pasar memperkirakan pasokan global tidak akan terganggu secara signifikan.

Dilansir dari Investing.com pada Selasa, 22 Juli 2025, harga minyak mentah Brent ditutup melemah tipis sebanyak tujuh sen atau 0,1 persen menjadi USD69,21 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) asal Amerika Serikat turun sebesar 14 sen atau 0,2 persen menjadi USD67,20 per barel.

Kebijakan sanksi ke-18 yang diluncurkan Uni Eropa pada Jumat lalu terhadap Rusia menjadi sorotan utama dalam pergerakan pasar. Selain menyasar entitas Rusia secara langsung, sanksi kali ini juga menargetkan Nayara Energy, sebuah perusahaan di India yang dikenal sebagai eksportir produk olahan dari minyak mentah Rusia.

“Pasar saat ini berpikir bahwa pasokan masih akan sampai ke pasar dengan satu atau lain cara. Tidak ada terlalu banyak kekhawatiran,” ujar John Kilduff, mitra di Again Capital yang berbasis di New York.

Sementara itu, dari Moskow, Kremlin menyatakan bahwa Rusia sudah cukup terbiasa dengan tekanan dari Barat. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyampaikan pada Jumat bahwa Rusia telah membangun semacam kekebalan terhadap rangkaian sanksi yang dilancarkan negara-negara Barat.

Ketegangan juga meningkat seiring pernyataan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang pekan lalu mengancam akan memberlakukan sanksi tambahan terhadap para pembeli ekspor energi Rusia, jika Rusia tidak menyetujui kesepakatan damai dalam kurun waktu 50 hari.

Larangan Impor Produk Olahan

Menurut analis dari ING, salah satu poin penting dari paket sanksi Uni Eropa kali ini adalah larangan terhadap impor produk minyak olahan yang berasal dari minyak mentah Rusia, tetapi diproses di negara ketiga. Meski begitu, ING memperkirakan implementasi kebijakan ini tidak akan mudah, mengingat tantangan dalam proses pelacakan dan penegakan.

Di sisi lain, beberapa pelaku pasar melihat bahwa sanksi ini berpotensi mengganggu pasokan minyak solar atau diesel. Hal ini terlihat dari mulai menguatnya harga diesel di pasar global sepanjang perdagangan hari Senin.

“Seiring berjalannya hari, selisih harga minyak diesel mulai menguat, menunjukkan bahwa pasar tidak dapat mengabaikan fakta bahwa gangguan apa pun dalam pasokan minyak Rusia dapat memperketat pasokan minyak diesel dan hal itu tampaknya memberi kita sedikit dukungan hari ini,” jelas Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group.

Isu Iran Kembali ke Meja Perundingan

Selain Rusia, Iran juga menjadi negara penghasil minyak yang kembali mendapat sorotan pasar. Negara tersebut dijadwalkan menggelar pertemuan dengan Inggris, Prancis, dan Jerman di Istanbul pada Jumat mendatang. Pertemuan ini akan membahas masa depan perjanjian nuklir yang sebelumnya mandek.

Ketiga negara Eropa telah memberikan peringatan bahwa jika Iran gagal menunjukkan itikad untuk melanjutkan negosiasi, maka sanksi internasional akan kembali diberlakukan. Hal ini turut menambah ketidakpastian dalam pasar minyak, mengingat potensi gangguan pasokan dari negara yang selama ini juga menghadapi sanksi ketat.

Produksi Minyak AS Menurun

Dari sisi produksi domestik, Amerika Serikat mencatat penurunan aktivitas pengeboran minyak. Berdasarkan data Baker Hughes yang dirilis Jumat lalu, jumlah rig minyak yang aktif turun dua unit menjadi 422 rig. Angka ini merupakan yang terendah sejak September 2021.

"Pengeboran yang berfokus pada minyak diperkirakan akan tetap rendah hingga akhir tahun. Meskipun demikian, kita belum mendekati harga yang memungkinkan penurunan investasi yang signifikan," tulis analis dari StoneX, Alex Hodes, dalam catatannya pada Senin.

Turunnya aktivitas pengeboran ini memberi sinyal bahwa produksi minyak AS tidak akan mengalami lonjakan dalam waktu dekat. Di sisi lain, meskipun ada potensi tekanan harga, para investor tampak masih percaya bahwa fundamental pasokan secara global belum akan terganggu secara drastis.

Ketidakpastian Tarif Impor

Faktor lain yang turut membayangi pasar minyak adalah kebijakan tarif impor antara Amerika Serikat dan Uni Eropa. AS dijadwalkan memberlakukan tarif baru terhadap produk dari Uni Eropa mulai 1 Agustus 2025. Namun, ada kemungkinan kesepakatan baru bisa tercapai.

Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, mengungkapkan optimisme bahwa kedua pihak dapat mencapai kesepakatan perdagangan sebelum kebijakan tarif tersebut mulai berlaku. "Saya yakin Amerika Serikat dapat mengamankan kesepakatan perdagangan dengan blok tersebut," ujarnya pada Minggu.

Dengan berbagai perkembangan ini, harga minyak dunia saat ini bergerak dalam tren yang relatif stabil. Meskipun terdapat sejumlah potensi tekanan dari sisi geopolitik dan pasokan, sentimen pasar tetap mencerminkan kehati-hatian sembari menunggu perkembangan lebih lanjut dari situasi global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index