JAKARTA -Isu pengelolaan sumber daya alam (SDA) kembali menjadi perhatian utama pemerintah pusat dalam upaya memperkuat ekonomi daerah. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar, menegaskan pentingnya pengelolaan SDA yang berpihak kepada kesejahteraan masyarakat lokal. Pernyataan ini ia sampaikan saat membuka Musyawarah Daerah (Musda) VI Dewan Pengurus Daerah Partai Golkar Provinsi Gorontalo yang digelar di Hulontalo Ballroom, Kota Gorontalo.
“Saya ingin seluruh sumber daya alam khususnya tambang dan minyak untuk kepentingan daerah. Daerah harus menjadi tuan di negerinya sendiri. Jangan masalah saja yang dikasih untuk daerah,” ujar Bahlil dalam sambutannya yang penuh semangat.
Pesan tersebut menggambarkan tekad pemerintah untuk memastikan agar hasil kekayaan alam tidak hanya terserap ke pusat, tetapi juga memberikan manfaat langsung bagi daerah penghasil. Bahlil pun menyoroti pentingnya keterlibatan masyarakat dalam aktivitas tambang yang legal dan teratur melalui skema Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
Dalam kesempatan itu, Bahlil menyebut bahwa Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno telah diarahkan untuk mengambil langkah cepat terkait pemetaan wilayah tambang yang akan dialokasikan ke dalam WPR di Gorontalo. Langkah ini dinilai penting agar masyarakat lokal bisa mengakses langsung sumber penghidupan dari tambang secara sah dan tertib hukum.
“Sebelum ke sini saya sudah menelepon Dirjen Minerba terkait dengan tambang yang tahun 2026 sudah bisa berproduksi. Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan WPR yang ada akan segera kita inventarisasi, kan sudah ada wilayahnya yang sudah disetujui,” kata Bahlil menjelaskan rencana konkret tersebut.
Menurutnya, proses ini juga melibatkan penyelesaian atas sejumlah sengketa atau permasalahan administratif di lapangan. “Untuk areal yang lagi bermasalah kemarin saya sudah perintahkan ke dirjen untuk petakan mana yang bisa dimasukkan ke WPR untuk rakyat dan mana untuk perusahaan, agar tidak begini terus,” imbuhnya.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Gorontalo menyambut baik perhatian dan dukungan yang ditunjukkan oleh Menteri ESDM. Gubernur Gorontalo, Gusnar Ismail, dalam forum yang sama mengutarakan keprihatinannya terhadap keterbatasan anggaran daerah. Ia menyebutkan bahwa fiskal Gorontalo saat ini hanya sekitar Rp1,7 triliun, angka yang dinilai sangat minim untuk membiayai kebutuhan pembangunan daerah.
Dalam pandangan Gusnar, salah satu cara strategis untuk memperkuat kapasitas fiskal daerah adalah dengan memaksimalkan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. “Terus terang saya bergembira ketika melihat data tambang yang ada di Pohuwato sudah mulai beroperasi tahun depan, kita berharap dana bagi hasil,” ujar Gusnar.
Ia juga menekankan bahwa tambang-tambang yang tersebar di wilayah timur Gorontalo sebaiknya dikelola dengan penuh tanggung jawab demi mendatangkan manfaat jangka panjang bagi masyarakat. “Kemudian tambang yang ada di bagian timur harus dikelola sebaik-baiknya. Kami berharap ini mendapat perhatian dari bapak Menteri ESDM,” tuturnya.
Tidak hanya soal tambang, Gusnar juga mendorong agar kegiatan kementerian dan lembaga pemerintah pusat dapat lebih sering diselenggarakan di Gorontalo. Menurutnya, kehadiran langsung program-program pusat di daerah akan memberikan dampak ekonomi yang riil bagi warga, tanpa harus bergantung pada APBD.
“Saya berharap ada pergeseran kegiatan kementerian dan lembaga ke Gorontalo biar hanya satu atau dua kali. Kami bersepakat dengan DPRD uang itu tidak harus masuk ke APBD, yang penting uang itu ada di tangan rakyat. Rakyat akan senang apabila banyak kegiatan pusat di sini,” katanya, menggambarkan aspirasi konkret masyarakat daerah.
Pernyataan Menteri ESDM dan Gubernur Gorontalo ini memperlihatkan sinergi antara pusat dan daerah dalam memanfaatkan SDA secara adil dan berkelanjutan. Langkah seperti WPR dan IPR, jika diterapkan dengan pengawasan ketat dan pemberdayaan masyarakat, bisa menjadi jawaban atas ketimpangan akses sumber ekonomi selama ini.
Lebih dari itu, kebijakan tersebut juga dapat meningkatkan semangat partisipasi masyarakat dalam menjaga dan mengelola kekayaan alamnya sendiri. Dengan menjadi “tuan rumah di negeri sendiri,” masyarakat daerah tidak hanya menjadi penonton dalam geliat pembangunan nasional, tetapi juga menjadi aktor utama dalam menciptakan kesejahteraan.
Di tengah berbagai tantangan fiskal dan pembangunan daerah, langkah afirmatif seperti yang diusulkan Bahlil dan didukung Gusnar dapat menjadi model kebijakan desentralisasi yang berpihak pada rakyat. Fokus pada WPR dan distribusi kegiatan nasional ke daerah adalah bagian dari upaya pemerataan pembangunan yang sudah lama dinantikan oleh banyak provinsi di luar Jawa.