JAKARTA - Di tengah gempuran drama Korea bertema romansa dan kehidupan sehari-hari, Netflix memperkenalkan pendekatan yang berbeda melalui serial terbaru berjudul Trigger. Kali ini, platform streaming global tersebut memilih jalur lebih berani dengan mengangkat isu serius: penyebaran senjata api ilegal di masyarakat sipil.
Trigger langsung mencuri perhatian sejak diumumkan. Bukan hanya karena dibintangi aktor ternama atau memiliki anggaran produksi fantastis, tetapi karena keberaniannya mengeksplorasi topik yang selama ini dianggap sensitif di Korea Selatan. Serial ini memasuki ranah sosial dan psikologis dengan menyajikan narasi menegangkan tentang kekacauan yang dipicu oleh senjata api tak terlacak yang menyebar luas di kalangan warga biasa.
Dikemas dalam 10 episode, Trigger disebut-sebut sebagai salah satu proyek ambisius Netflix Korea. Anggaran produksinya yang mencapai 30 miliar won atau sekitar Rp400 miliar menjadi bukti keseriusan proyek ini. Lebih dari sekadar tontonan, serial ini memposisikan dirinya sebagai bentuk kritik sosial sekaligus simulasi ekstrem terhadap dampak kehadiran senjata di negara yang selama ini dikenal ketat terhadap kepemilikan senjata api.
Latar cerita berada di Korea Selatan dalam versi fiktif, di mana keseimbangan sosial mulai runtuh ketika senjata dikirimkan secara misterius dan bebas ke tangan warga biasa. Kekacauan tak bisa dihindari. Serial ini menggambarkan bagaimana masyarakat merespons ketidakpastian dan ancaman fisik yang nyata, dalam konteks negara yang selama ini mengandalkan keamanan ketat dan kontrol ketat atas senjata.
Kwon Oh Sung, yang bertindak sebagai penulis dan sutradara, bekerja sama dengan Kim Jae Hoon dalam proyek ini. Kwon sebelumnya dikenal melalui film Midnight yang juga memadukan thriller dan isu sosial. Ia menjelaskan bahwa Trigger lahir dari sebuah pertanyaan sederhana namun menggugah: "Bagaimana jika senjata tiba-tiba tersedia secara bebas di Korea?" Pertanyaan ini kemudian dikembangkan menjadi eksplorasi tentang kekerasan, tanggung jawab, serta bagaimana masyarakat menanggapi kondisi darurat ketika sistem hukum goyah.
“Serial ini adalah cara kami mengajak penonton merenung: apakah kita siap menghadapi situasi seperti itu? Siapa yang akan kita percayai, dan sejauh mana kita bisa menjaga moral ketika hidup terancam?” ujar Kwon dalam keterangannya.
Daya tarik Trigger juga terletak pada jajaran pemain utamanya. Kim Nam Gil memerankan Lee Do, seorang mantan penembak jitu yang kini bertugas sebagai polisi. Sosoknya digambarkan penuh konflik batin dan trauma masa lalu. Di sisi lain, Kim Young Kwang memerankan Moon Baek, karakter misterius yang menyimpan banyak rahasia dan menjadi kunci dari konflik utama serial ini.
Kehadiran aktor-aktor senior seperti Park Hoon, Kil Hae Yeon, dan Kim Won Hae memperkuat kualitas akting dan dinamika antar karakter. Perpaduan antara pemain muda berbakat dan aktor kawakan menjadikan Trigger tidak hanya menarik dari sisi cerita, tetapi juga dari kualitas penampilan dan emosi yang dibawakan.
Sebelum dirilis secara global, empat episode awal Trigger telah ditayangkan secara terbatas kepada media dan kritikus. Respons awal menunjukkan pujian terhadap ritme cerita yang intens, adegan aksi yang terukur namun mencekam, serta sinematografi yang kuat dan memanjakan mata. Para pengamat menyebut bahwa Trigger berhasil menyajikan tontonan yang tidak hanya menghibur, tetapi juga memantik diskusi tentang tema besar yang dibawanya.
Penonton yang telah melihat tayangan awal menyebut Trigger sebagai serial wajib musim panas. “Drama ini menantang cara kita memandang kekuasaan, keamanan, dan apa yang akan terjadi ketika masyarakat mulai kehilangan kendali,” tulis salah satu kritikus dalam ulasannya.
Berbeda dengan banyak drama Korea yang cenderung bermain aman dalam tema, Trigger memilih jalur konfrontatif. Dengan rating R (Restricted), serial ini tidak segan menunjukkan adegan kekerasan, ketegangan psikologis, dan keputusan moral yang kelam. Penonton diajak untuk tidak hanya menikmati aksi, tetapi juga merenungi makna di balik kekacauan yang terjadi dalam cerita.
Selain itu, Trigger turut menggambarkan manipulasi opini publik, bagaimana media bisa mengubah persepsi masyarakat, serta bagaimana informasi yang dipelintir dapat memecah belah warga negara. Isu-isu ini terasa sangat relevan, terutama di era digital saat ini, ketika arus informasi begitu cepat dan kerap kali membingungkan.
Dengan semua elemen itu, Trigger layak mendapat tempat tersendiri di antara serial Korea lainnya. Serial ini berhasil menggabungkan ketegangan, aksi, serta kedalaman isu sosial yang jarang disentuh dalam industri drama Korea. Netflix tampaknya memahami bahwa penonton global kini menginginkan lebih dari sekadar drama romantis—mereka mencari cerita yang menantang, menggugah, dan relevan.
Serial ini bukan hanya tentang senjata atau kekacauan. Trigger adalah refleksi dari masyarakat modern tentang kepercayaan, keadilan, dan bagaimana manusia bereaksi ketika mereka merasa dunia tak lagi bisa dikendalikan. Dalam balutan thriller aksi, serial ini menyampaikan pesan sosial yang dalam dan mengajak penontonnya untuk berpikir.