JAKARTA - Di tengah kebutuhan akan transportasi yang efisien, ramah lingkungan, dan mampu menjawab tantangan urbanisasi, rencana perpanjangan jalur Mass Rapid Transit (MRT) dari Lebak Bulus ke Serpong menjadi sinyal penting bagi masa depan kawasan penyangga ibu kota. Bukan hanya soal mobilitas, proyek ini merepresentasikan visi jangka panjang yang lebih luas: mengintegrasikan akses, pembangunan ekonomi, dan investasi swasta dalam satu garis percepatan.
Rencana tersebut resmi dimulai lewat penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara PT MRT Jakarta (Perseroda) Tbk dan PT Bumi Serpong Damai Tbk (Sinar Mas Land), melalui mekanisme Business to Business (B to B). Dengan titik awal di Lebak Bulus dan titik akhir di kawasan Serpong, proyek ini membentangkan harapan besar tidak hanya bagi warga Tangerang Selatan, tapi juga seluruh Provinsi Banten.
Pemprov Banten menyambut positif inisiatif ini. Wakil Gubernur Banten, Dimyati Natakusumah, menyebut bahwa perpanjangan jalur MRT akan menjadi momentum penting untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat sekaligus mengubah wajah kawasan urban.
Menurutnya, terdapat empat manfaat utama yang bisa dirasakan langsung: mengurangi kemacetan, menekan ketergantungan pada kendaraan pribadi, mendorong pertumbuhan kawasan penyangga, serta meningkatkan kenyamanan dan keamanan transportasi.
“Ini adalah awal dari apa yang saya sebut sebagai ‘angin surga’. Karena harapan masyarakat Banten atas terwujudnya sistem transportasi massal modern bisa terwujud,” ucap Dimyati.
Lebih dari itu, ia juga menegaskan bahwa Pemprov Banten terbuka bagi masuknya investasi, dan setiap tantangan teknis di lapangan akan dibuka ruang komunikasi agar proses berjalan lancar. Pernyataan ini menjadi sinyal bahwa pembangunan infrastruktur tidak lagi mengandalkan dominasi peran negara semata, melainkan menggandeng kekuatan sektor swasta untuk mempercepat proses.
Kerja sama ini ditargetkan berlangsung selama dua tahun ke depan. Direktur Utama PT MRT Jakarta, Tuhiyat, menekankan bahwa kolaborasi ini merupakan langkah strategis untuk menghadirkan layanan transportasi publik terbaik, sekaligus bagian dari transformasi sistem perkeretaapian modern di kawasan urban Indonesia.
“Penandatanganan Nota Kesepahaman ini merupakan momen bersejarah bagi pembangunan sistem perkeretaapian modern perkotaan di Indonesia,” kata Tuhiyat. Ia juga menambahkan bahwa hasil kajian teknis yang dihasilkan dari kerja sama ini nantinya akan menjadi masukan penting bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan nasional transportasi.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Banten, Tri Nurtopo, menyampaikan bahwa proyek MRT ini bukan hanya soal konektivitas, tetapi juga peluang pengembangan kawasan berbasis konsep Transit Oriented Development (TOD). Kawasan di sepanjang jalur MRT akan mengalami revitalisasi yang berdampak pada pergerakan ekonomi lokal, pertumbuhan properti, dan munculnya sentra-sentra aktivitas masyarakat baru.
Tri juga menyinggung potensi pendapatan non-tarif yang bisa diperoleh melalui pengelolaan kawasan, sektor komersial seperti iklan, maupun aktivitas bisnis lain yang berkembang di sekitar stasiun MRT. Menurutnya, dampak ekonomi dari proyek ini tidak hanya terfokus pada pembangunan fisik infrastruktur, tapi juga pada pengelolaan dan optimalisasi ruang urban yang berkelanjutan.
Tak hanya Sinar Mas Land, pihak-pihak swasta lainnya juga diprediksi akan turut serta, mengingat kawasan yang dilintasi oleh jalur MRT seperti Bintaro dikelola oleh pengembang besar seperti Jaya Group. Tri menjelaskan bahwa komunikasi akan terus dibangun untuk mengakomodasi keterlibatan semua pemangku kepentingan.
“Maka perlu komunikasi dengan pihak-pihak lain. Kajian awal memang sudah berjalan, tapi ke depan tentu akan lebih rinci lagi,” kata Tri.
Dengan jalur yang direncanakan menghubungkan pusat Jakarta dan kawasan padat penduduk di Serpong, proyek ini akan menjadi katalis penting dalam pemerataan pembangunan dan pengurangan beban transportasi di Jakarta. Warga Tangerang Selatan, yang selama ini mengandalkan kendaraan pribadi atau moda konvensional, akan mendapatkan alternatif transportasi yang jauh lebih efisien dan modern.
Lebih jauh, proyek MRT Lebak Bulus–Serpong juga menjadi contoh konkret bagaimana kerja sama antara pemerintah dan swasta bisa menjadi solusi atas keterbatasan pembiayaan dan sumber daya dalam pembangunan infrastruktur. Melalui model B to B yang diadopsi, pengembangan transportasi publik menjadi lebih adaptif terhadap dinamika kebutuhan masyarakat urban.
Ke depan, perpanjangan MRT ini diharapkan tidak berhenti hanya di Serpong. Dengan evaluasi dan hasil kajian yang baik, bukan tidak mungkin jalur MRT akan diperluas hingga mencakup wilayah-wilayah strategis lainnya di Banten. Ini membuka peluang besar bagi pemerataan akses transportasi, pengembangan ekonomi lokal, dan peningkatan daya saing wilayah secara menyeluruh.
Transformasi bukan lagi mimpi jika dijalankan dengan perencanaan matang, kemauan kuat, dan kolaborasi nyata. Proyek MRT Lebak Bulus–Serpong menjadi babak awal dari perubahan itu. Dan yang lebih penting, keberhasilan proyek ini kelak tidak hanya akan diukur dari kecepatan moda transportasinya, tetapi dari seberapa luas dampaknya terhadap kehidupan masyarakat dan keberlanjutan wilayah di masa depan.