Minyak

Minyak Stabil di Tengah Ancaman Tarif Trump

Minyak Stabil di Tengah Ancaman Tarif Trump
Minyak Stabil di Tengah Ancaman Tarif Trump

JAKARTA - Ketidakpastian kembali menyelimuti pasar minyak global seiring kebijakan perdagangan baru Amerika Serikat (AS) yang berpotensi memperlambat ekonomi dunia. Ancaman tarif dari Presiden AS Donald Trump menjadi sumber kegelisahan pasar, terutama karena dampaknya yang tidak hanya menyasar hubungan dagang, tetapi juga rantai pasokan energi internasional.

Di tengah kondisi tersebut, harga minyak mentah dunia terpantau bergerak tipis. Meskipun stabil secara harian, pelaku pasar tetap mewaspadai eskalasi kebijakan tarif yang dapat menekan permintaan bahan bakar dalam jangka panjang.

Mengutip Reuters, harga minyak dunia menunjukkan kecenderungan stabil pada Jumat, setelah sempat merosot lebih dari 1 persen di sesi perdagangan sebelumnya. Kinerja harian minyak Brent mencatat kenaikan 4 sen atau 0,06 persen ke posisi US$71,74 per barel. Sedangkan West Texas Intermediate (WTI) mengalami kenaikan tipis 1 sen atau 0,01 persen menjadi US$69,27 per barel.

Walau pergerakan harga harian terlihat datar, secara mingguan Brent tercatat menguat sekitar 4,9 persen dan WTI naik 6,4 persen. Lonjakan harga dalam sepekan terakhir didorong oleh kekhawatiran pasar terhadap dinamika geopolitik dan potensi gangguan pasokan.

Salah satu pendorong utama keresahan adalah pernyataan Presiden Trump yang mengancam akan mengenakan tarif terhadap negara-negara yang membeli minyak dari Rusia, termasuk China dan India. Pernyataan ini dipandang sebagai langkah tekanan terhadap Moskow agar segera mengakhiri perang di Ukraina. Meski belum ada sanksi formal, retorika tersebut cukup untuk menciptakan ketegangan di pasar.

Namun, fokus investor tak berhenti di situ. Perhatian juga tertuju pada perintah eksekutif Trump yang menetapkan tarif baru atas berbagai barang impor dari puluhan negara mitra dagang AS. Kebijakan tersebut menjadi bagian dari strategi proteksionisme ekonomi yang selama ini menjadi ciri khas pemerintahan Trump.

Tarif yang diberlakukan berkisar antara 10 hingga 41 persen. Langkah ini menarget negara-negara seperti Kanada, India, dan Taiwan yang dianggap gagal mencapai kesepakatan dagang dengan AS sebelum batas waktu yang ditetapkan. Meski sebagian besar barang yang terdampak berada di luar sektor energi, tekanan terhadap negara-negara tersebut dapat memicu ketegangan dagang yang meluas dan berimbas pada permintaan global, termasuk energi.

Para analis memperingatkan bahwa kebijakan tarif Trump dapat menimbulkan efek domino terhadap perekonomian dunia. Peningkatan beban tarif diyakini akan mendorong kenaikan harga barang secara umum, yang pada akhirnya bisa menurunkan daya beli dan konsumsi energi global.

Dalam catatan JP Morgan, kebijakan Trump membawa risiko nyata terhadap pasar minyak, terutama jika ancaman tarif sekunder sebesar 100 persen terhadap pembeli minyak Rusia direalisasikan. Analis bank investasi tersebut menilai langkah semacam itu dapat mengganggu aliran ekspor minyak Rusia hingga 2,75 juta barel per hari.

China dan India, yang disebut-sebut sebagai sasaran kebijakan tersebut, merupakan konsumen minyak terbesar kedua dan ketiga di dunia setelah Amerika Serikat. Gangguan terhadap pasokan mereka bukan hanya berdampak terhadap harga regional, tetapi juga terhadap stabilitas pasokan energi global.

"Seperti pemerintahan sebelumnya, pemerintahan Trump kemungkinan akan mendapati bahwa menjatuhkan sanksi pada eksportir minyak terbesar kedua di dunia sulit dilakukan tanpa memicu lonjakan harga minyak," tulis JP Morgan dalam laporan analisisnya.

Jika tekanan terhadap ekspor minyak Rusia benar-benar direalisasikan melalui tarif atau sanksi, maka pasar bisa menghadapi tekanan pasokan besar-besaran. Hal ini berpotensi membuat harga minyak melonjak drastis, sesuatu yang sejatinya ingin dihindari oleh negara-negara konsumen utama.

Dari sisi pasar, stabilnya harga minyak dalam jangka pendek mencerminkan kehati-hatian pelaku pasar dalam merespons kebijakan yang belum final. Banyak pelaku menunggu kejelasan lebih lanjut mengenai pelaksanaan dan cakupan tarif yang diumumkan. Namun, ketegangan yang terus meningkat menjadikan harga minyak sangat rentan terhadap sentimen geopolitik.

Situasi ini menambah daftar panjang faktor ketidakpastian global yang memengaruhi pasar energi, di samping tensi Timur Tengah, transisi energi global, dan fluktuasi permintaan pasca pandemi. Bagi negara-negara pengimpor minyak, stabilitas harga menjadi faktor penting dalam menjaga pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, bagi eksportir, fluktuasi harga bisa menjadi peluang atau ancaman tergantung dari strategi penjualan dan ketergantungan terhadap pasar tertentu.

Kebijakan tarif AS kali ini juga menunjukkan bagaimana isu geopolitik dan perdagangan dapat berdampak langsung pada pasar energi. Meskipun harga minyak tidak anjlok drastis, suasana hati pasar tetap penuh kehati-hatian. Dalam jangka menengah hingga panjang, arah kebijakan AS dan respons negara-negara mitra akan menentukan arah pasar minyak global ke depan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index