JAKARTA - Pasar komoditas batu bara kembali menjadi sorotan pada September ini. Meski tren harga menunjukkan pelemahan di beberapa kontrak utama, analis melihat adanya peluang pergerakan berbeda menjelang libur panjang Hari Nasional awal Oktober. Dinamika ini membuat pelaku pasar harus cermat membaca arah, karena faktor permintaan musiman dan pasokan global masih akan memainkan peran besar.
Pergerakan Harga di Pasar Global
Berdasarkan data perdagangan terbaru, harga batu bara Newcastle untuk kontrak September 2025 justru mencatat kenaikan tipis sebesar US$0,55 menjadi US$107,5 per ton. Namun, pergerakan berbeda terlihat pada kontrak bulan berikutnya. Newcastle Oktober 2025 melemah sebesar US$0,85 ke level US$108,9 per ton, sementara kontrak November juga terkoreksi US$0,8 menjadi US$110,1 per ton.
Situasi serupa juga terlihat di pasar Eropa. Harga batu bara Rotterdam kontrak September 2025 turun sebesar US$0,3 menjadi US$95,2 per ton. Untuk Oktober, harganya jatuh lebih dalam yakni US$0,75 ke posisi US$95,95, sedangkan kontrak November turun US$0,9 menjadi US$96,85 per ton.
Tren melemah ini menunjukkan adanya tekanan pada pasar energi global, meskipun terdapat sedikit perbedaan arah antara kontrak jangka pendek dan jangka menengah.
Prediksi Aksi Borong Kolektif
Meski harga tengah melemah, laporan terbaru dari Mysteel yang dikutip Bigmint menyebutkan adanya potensi aksi borong kolektif menjelang libur panjang Hari Nasional awal Oktober. Biasanya, menjelang momen tersebut permintaan energi meningkat signifikan, baik untuk kebutuhan industri maupun konsumsi rumah tangga.
Kondisi inilah yang berpotensi menahan pelemahan harga lebih lanjut, meski pasokan yang berangsur meningkat bisa menjadi penyeimbang. Artinya, pada bulan ini pasar masih menunggu kejelasan arah: apakah tekanan pasokan lebih dominan, atau justru permintaan musiman mampu mendorong harga naik sementara.
Pergerakan Harga Domestik
Jika menengok ke pasar domestik Tiongkok sepanjang Agustus, terlihat pola pergerakan yang cukup dinamis. Harga batu bara termal kalori 5.500 kcal/kg NAR di pelabuhan utara tercatat naik dari 657 yuan per ton (US$92,1) pada 1 Agustus menjadi 702 yuan per ton pada 19 Agustus. Setelah stabil sepekan, harga sedikit melemah menjadi 695 yuan per ton pada 29 Agustus.
Kenaikan pada paruh pertama Agustus terjadi akibat gelombang panas berkepanjangan yang meningkatkan kebutuhan listrik. Lonjakan konsumsi ini secara otomatis mendongkrak permintaan batu bara. Selain faktor cuaca, aktivitas spekulatif juga mempercepat kenaikan harga.
Namun, pada akhir Agustus arah berbalik. Suhu yang mulai turun di wilayah utara menekan permintaan spot. Selain itu, utilitas di wilayah timur dan selatan Tiongkok lebih mengandalkan kontrak jangka panjang dan impor murah. Kondisi tersebut mengurangi dorongan permintaan di pasar terbuka.
Faktor Penentu Pergerakan ke Depan
Ada beberapa faktor utama yang diyakini akan menentukan arah harga batu bara pada September ini. Pertama, kondisi cuaca di Tiongkok yang masih menjadi penentu konsumsi listrik. Jika suhu kembali naik, permintaan bisa melonjak. Namun, bila tren pendinginan berlanjut, konsumsi energi akan kembali normal.
Kedua, faktor pasokan. Produksi dalam negeri yang meningkat dan ketersediaan impor murah berpotensi menahan kenaikan harga. Namun, adanya aksi borong kolektif menjelang libur nasional bisa mengimbangi faktor tersebut.
Ketiga, peran aktivitas spekulatif. Seperti terlihat pada Agustus, faktor ini mampu mempercepat kenaikan maupun penurunan harga. Jika spekulan melihat peluang dari potensi lonjakan konsumsi pada Oktober, maka tekanan jual saat ini bisa segera berbalik.
Implikasi bagi Pelaku Pasar
Bagi pelaku industri maupun investor, dinamika ini menuntut kewaspadaan ekstra. Harga yang saat ini tampak melemah bukan berarti tren penurunan akan bertahan lama. Ada kemungkinan terjadinya rebound dalam jangka pendek.
Pelaku usaha yang mengandalkan batu bara sebagai bahan baku perlu memastikan strategi pengadaan lebih fleksibel. Sementara itu, investor yang memantau saham energi harus memperhatikan sentimen jangka pendek ini. Aksi borong kolektif bisa menjadi katalis positif yang mendongkrak kinerja emiten batu bara dalam waktu singkat.
Potret Pasar Energi Global
Secara lebih luas, pelemahan harga batu bara di pasar internasional juga mencerminkan transisi energi global yang kian nyata. Negara-negara besar mulai mendorong penggunaan energi terbarukan, sehingga permintaan batu bara secara struktural berpotensi menurun dalam jangka panjang. Namun, realitas kebutuhan energi murah dan stabil masih membuat komoditas ini relevan, terutama di negara berkembang.
Kondisi inilah yang menciptakan volatilitas. Di satu sisi, tren jangka panjang menekan harga. Di sisi lain, faktor musiman, cuaca, serta geopolitik mampu memicu lonjakan permintaan mendadak.
Pelemahan harga batu bara pada awal September ini belum bisa dibaca sebagai sinyal tren penurunan jangka panjang. Adanya proyeksi aksi borong kolektif menjelang libur panjang awal Oktober bisa menjadi faktor penguat yang menahan penurunan lebih dalam, bahkan memicu kenaikan sementara.
Pasar batu bara pada akhirnya masih akan ditentukan oleh kombinasi permintaan musiman, kondisi cuaca, pasokan global, dan aktivitas spekulatif. Bagi pelaku industri dan investor, bulan ini menjadi periode penting untuk menyiapkan strategi menghadapi ketidakpastian.
Dengan demikian, meski harga saat ini terlihat melemah, bukan tidak mungkin pasar akan menyuguhkan kejutan dalam waktu dekat. Batu bara tetap menjadi komoditas yang sensitif terhadap dinamika jangka pendek, meski arah jangka panjangnya tengah menuju fase yang lebih menantang.