JAKARTA - Pengertian pesangon merujuk pada uang yang diberikan kepada karyawan sebagai penghargaan atas masa kerja mereka di perusahaan.
Uang pesangon ini diberikan oleh pemberi kerja kepada karyawan yang mengakhiri masa kerja, baik karena pemutusan hubungan kerja (PHK) ataupun pensiun, dan hal ini diatur oleh Undang-undang.
Oleh karena itu, pesangon menjadi salah satu bentuk kompensasi yang perlu diperhatikan oleh pihak manajemen dalam sebuah perusahaan.
Perhitungan pesangon sendiri diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Sebagai pengusaha, penting bagi Anda untuk memahami cara menghitung pesangon dengan benar agar tidak terjadi kesalahan yang dapat menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.
Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai pengertian pesangon dan cara perhitungannya, simak informasi berikut ini.
Pengertian Pesangon
Pengertian pesangon merujuk pada uang yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan yang mengakhiri masa kerjanya, baik karena pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun pengunduran diri.
Pesangon bukan hanya sekadar upah, melainkan juga merupakan penghargaan atas dedikasi dan kontribusi yang telah diberikan karyawan selama bekerja di perusahaan tersebut.
Pemberian pesangon ini diatur oleh undang-undang dan wajib diberikan oleh perusahaan. Uang pesangon biasanya dibicarakan dalam pertemuan antara karyawan dan pihak manajemen atau divisi sumber daya manusia.
Dalam beberapa kasus, perusahaan meminta karyawan untuk menandatangani perjanjian yang mengatur penerimaan kompensasi tersebut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pesangon adalah uang yang diberikan kepada karyawan, termasuk buruh dan pekerja, setelah mereka diberhentikan dari pekerjaan sebagai bagian dari pengurangan tenaga kerja.
Pesangon ini sering kali mencakup manfaat jangka panjang, seperti bantuan penempatan di pekerjaan lain atau asuransi kesehatan.
Perusahaan biasanya memberikan pesangon kepada karyawan yang terkena PHK, yang kehilangan pekerjaan karena pengurangan tenaga kerja, atau mereka yang masa kerjanya sudah selesai.
Beberapa karyawan yang mengundurkan diri atau dipecat juga berpotensi menerima pesangon, tergantung pada kebijakan perusahaan.
Uang pesangon berfungsi sebagai bentuk kompensasi yang membantu menjembatani masa transisi antara pekerjaan dan pengangguran.
Oleh karena itu, penting untuk membahas definisi pesangon dan segala ketentuan terkait dengan seorang pengacara ketenagakerjaan, terutama ketika ada perjanjian yang harus ditandatangani, karena hal tersebut dapat memiliki implikasi hukum.
Tujuan Adanya Uang Pesangon
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, uang pesangon adalah hak yang harus diberikan kepada karyawan atau pegawai yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau yang masa kerjanya telah berakhir.
Dengan demikian, perusahaan memiliki kewajiban untuk memberikan kompensasi tersebut.
Pemberian uang pesangon bertujuan sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap karyawan yang tidak lagi menerima upah setelah PHK.
Uang ini diharapkan dapat membantu karyawan memenuhi kebutuhan hidup mereka sampai mereka mendapatkan pekerjaan baru.
Sebagai bagian dari proses ini, perusahaan mungkin akan meminta karyawan untuk menandatangani surat perjanjian yang mengatur ketentuan mengenai kompensasi uang pesangon yang akan diterima.
Ketentuan Uang Pesangon dan Cara Menghitungnya
Untuk mengetahui jumlah uang pesangon yang akan diterima saat terjadi pemutusan hubungan kerja, berikut ini adalah rincian mengenai komponen-komponen yang termasuk dalam pesangon, penghargaan masa kerja, serta kompensasi hak-hak lainnya.
1. Uang Pesangon (UP)
Uang pesangon merupakan total dari gaji pokok ditambah tunjangan tetap selama masa kerja karyawan.
Tunjangan tetap ini berbeda-beda tergantung pada kebijakan perusahaan, namun umumnya mencakup tunjangan seperti transportasi, kesehatan, dan tunjangan lain yang dibayarkan secara konsisten, bahkan ketika karyawan tidak hadir bekerja.
Besaran pesangon yang harus dibayarkan oleh perusahaan sesuai dengan ketentuan Pasal 156 Ayat (2) Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 adalah sebagai berikut:
- Masa kerja di bawah 1 tahun: setara 1 bulan gaji;
- Masa kerja 1 tahun atau lebih, namun kurang dari 2 tahun: setara 2 bulan gaji;
- Masa kerja 2 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 3 tahun: setara 3 bulan gaji;
- Masa kerja 3 tahun atau lebih, namun kurang dari 4 tahun: setara 4 bulan gaji;
- Masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun: setara 5 bulan gaji;
- Masa kerja 6 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 7 tahun: setara 6 bulan gaji;
- Masa kerja 7 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 8 tahun: setara 7 bulan gaji;
- Masa kerja 8 tahun atau lebih: setara 9 bulan gaji.
2. Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK)
Selain pesangon, terdapat juga bentuk kompensasi berupa penghargaan atas masa kerja yang disebut UPMK. Dana ini tidak hanya berasal dari gaji dan tunjangan, tetapi juga diberikan sebagai bentuk apresiasi atas kontribusi karyawan selama bekerja.
Perhitungan UPMK mengacu pada Pasal 156 ayat (3) Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, dengan rincian sebagai berikut:
- Masa kerja 3 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun: setara 2 bulan gaji;
- Masa kerja 6 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 9 tahun: setara 3 bulan gaji;
- Masa kerja 9 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 12 tahun: setara 4 bulan gaji;
- Masa kerja 12 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 15 tahun: setara 5 bulan gaji;
- Masa kerja 15 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 18 tahun: setara 6 bulan gaji;
- Masa kerja 18 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 21 tahun: setara 7 bulan gaji;
- Masa kerja 21 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 24 tahun: setara 8 bulan gaji;
- Masa kerja 24 tahun atau lebih: setara 10 bulan gaji.
3. Uang Penggantian Hak (UPH)
Kompensasi ketiga adalah uang penggantian hak, yang merupakan bentuk pengembalian atas hak-hak karyawan yang belum terpenuhi saat terjadi pemutusan hubungan kerja.
Hal ini telah diatur dalam Pasal 156 ayat (4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Komponen UPH mencakup beberapa hal berikut:
a. Cuti tahunan yang masih tersisa namun belum sempat digunakan sebelum hubungan kerja berakhir.
b. Penggantian biaya pengobatan, perawatan, serta tempat tinggal yang ditetapkan sebesar 15% dari nilai uang penghargaan masa kerja, dengan syarat tertentu.
c. Biaya transportasi bagi karyawan, khususnya yang ditempatkan atau bekerja di luar kota atau luar wilayah.
d. Kompensasi lain yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang berlaku saat karyawan mulai bekerja.
Syarat Mendapatkan Uang Pesangon
Di Indonesia, terdapat sejumlah ketentuan yang harus dipenuhi agar seorang karyawan bisa memperoleh hak atas uang pesangon. Beberapa situasi yang memungkinkan pemberian pesangon antara lain sebagai berikut:
1. Pensiun atau Pensiun Dini
Seorang karyawan tidak akan terus bekerja selamanya di sebuah perusahaan, karena pada waktunya mereka akan memasuki masa pensiun.
Dalam hal ini, perusahaan memiliki kewajiban untuk memberikan pesangon kepada karyawan yang pensiun, baik karena usia maupun karena memilih pensiun lebih awal dari jadwal normal.
Besarnya uang pesangon yang diterima umumnya bergantung pada lamanya masa kerja karyawan tersebut selama di perusahaan.
2. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemutusan hubungan kerja bisa terjadi karena berbagai alasan, seperti kesulitan finansial perusahaan atau performa kerja karyawan yang dianggap kurang memuaskan.
Misalnya, saat perusahaan mengalami penurunan pendapatan atau kerugian, mereka dapat mengambil langkah untuk mengakhiri hubungan kerja dengan sejumlah pegawai.
Dalam situasi semacam ini, perusahaan diwajibkan untuk membayar pesangon sebagai bentuk kompensasi.
Jika perusahaan tidak memberikan hak tersebut, hal ini bisa menimbulkan ketidakpuasan karena karyawan merasa kontribusi dan loyalitas mereka tidak dihargai.
Karyawan yang tidak menerima pesangon sesuai ketentuan juga berhak mengajukan keluhan atau pelaporan kepada instansi ketenagakerjaan terkait.
Apakah Pesangon Akan Terkena Pajak?
Secara yuridis, pesangon termasuk dalam kategori penghasilan yang dikenakan pajak.
Umumnya, baik pihak perusahaan maupun karyawan turut berkontribusi dalam pembayaran iuran untuk jaminan sosial serta pajak layanan kesehatan yang dipotong dari gaji.
Untuk pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), pesangon yang diterima akan dikenakan pajak berdasarkan jumlah kompensasi yang diperoleh. Ketentuan tarif pajaknya adalah sebagai berikut:
- Untuk pesangon hingga Rp50.000.000: tidak dikenakan pajak (0%).
- Untuk nominal antara Rp50.000.000 hingga Rp100.000.000: dikenakan pajak sebesar 5%.
- Untuk jumlah antara Rp100.000.000 hingga Rp500.000.000: tarif pajaknya adalah 15%.
- Jika jumlahnya melebihi Rp500.000.000: dikenakan pajak sebesar 25%.
Penting untuk diketahui bahwa pajak atas pesangon ini termasuk dalam cakupan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. Namun, bagi karyawan yang menerima pesangon karena masa pensiun, tarif pajaknya lebih ringan, yaitu:
- Untuk jumlah pesangon sampai dengan Rp50.000.000: bebas pajak (0%).
- Untuk nominal yang melebihi Rp50.000.000: dikenakan tarif sebesar 5%.
Contoh Cara Perhitungan Pesangon Pensiun
Untuk menghitung total pesangon yang akan diterima, Anda dapat mengikuti tiga langkah utama berikut:
- Pertama, tentukan terlebih dahulu nominal Uang Pesangon (UP) yang didasarkan pada lama masa kerja.
- Kedua, hitung Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) sesuai ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021.
- Ketiga, perhitungkan juga Uang Penggantian Hak (UPH), jika memang ada yang harus dibayarkan.
Setelah memperoleh nilai dari masing-masing komponen di atas, Anda cukup menjumlahkan ketiganya untuk mendapatkan total pesangon yang berhak diterima.
Contoh Perhitungan Pesangon karena Pensiun
Untuk memberikan gambaran lebih jelas, berikut contoh perhitungan untuk karyawan yang pensiun:
Ana adalah seorang pegawai yang telah memasuki masa pensiun. Ia menerima gaji pokok sebesar Rp5.000.000 dan mendapatkan tunjangan tetap bulanan sebesar Rp2.000.000.
Lama masa kerjanya adalah 8 tahun dan 8 bulan. Ana juga masih memiliki sisa cuti tahunan selama 7 hari. Mari kita hitung kompensasi yang diperolehnya:
Uang Pesangon (UP)
Gaji total per bulan (gaji pokok + tunjangan):
Rp5.000.000 + Rp2.000.000 = Rp7.000.000
Dengan masa kerja 8 tahun 8 bulan, Ana berhak atas 9 kali gaji:
9 x Rp7.000.000 = Rp63.000.000
Karena berhenti karena pensiun, maka pesangonnya dikalikan 1,75:
1,75 x Rp63.000.000 = Rp110.250.000
Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK)
Dengan masa kerja tersebut, Ana berhak atas 3 kali gaji:
3 x Rp7.000.000 = Rp21.000.000
Pensiun juga mendapatkan kompensasi penuh dari UPMK:
1 x Rp21.000.000 = Rp21.000.000
Uang Penggantian Hak (UPH)
Ana masih memiliki 7 hari cuti yang belum digunakan. Dengan asumsi 1 bulan kerja = 25 hari:
(7 ÷ 25) x Rp7.000.000 = Rp1.960.000
Total Pesangon yang Diterima
UP + UPMK + UPH =
Rp110.250.000 + Rp21.000.000 + Rp1.960.000 = Rp133.210.000
Harap diingat, jumlah ini masih bisa dikenai pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan PPh Pasal 21.
Contoh Perhitungan Pesangon karena PHK
Berikut contoh lainnya untuk kasus pemutusan hubungan kerja:
Dina adalah karyawan yang mengalami PHK setelah bekerja selama 2 tahun dan 3 bulan. Ia tidak memiliki sisa cuti, dan total penghasilannya (gaji dan tunjangan tetap) adalah Rp3.000.000 per bulan.
Uang Pesangon (UP)
Dengan masa kerja 2 tahun lebih, ia berhak atas 3 kali gaji:
3 x Rp3.000.000 = Rp9.000.000
Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK)
Karena masa kerjanya masih di bawah 3 tahun, Dina tidak mendapatkan UPMK.
Uang Penggantian Hak (UPH)
Tidak ada sisa cuti, sehingga tidak ada UPH.
Total Pesangon yang Diterima
Rp9.000.000
Sebagai penutup, pengertian pesangon merujuk pada kompensasi finansial yang diberikan kepada karyawan sebagai hak setelah berakhirnya hubungan kerja, baik karena pensiun, PHK, atau alasan lainnya.