JAKARTA - Industri otomotif Tanah Air kini menghadapi tekanan dari dua arah: ketidakpastian geopolitik global dan lesunya permintaan dalam negeri. Konflik antara Israel dan Iran mempengaruhi rantai pasok dunia dan harga energi, sementara masyarakat Indonesia saat ini cenderung lebih berhati-hati membeli kendaraan di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu.
Tantangan Eksternal: Bayang-Bayang Konflik Global
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengungkapkan kekhawatiran serius terhadap perkembangan situasi dunia. “Isu-isu geopolitik baru, seperti perang Israel dengan Iran, bisa mengganggu jalur-jalur logistik dan berpotensi meningkatkan harga bahan bakar,” kata Kukuh Kumara, Sekjen Gaikindo.
Konflik Timur Tengah acapkali berdampak pada stabilitas jalur laut strategis, misalnya Selat Hormuz, yang menjadi jalur vital pengiriman minyak dunia. Bila akses di wilayah ini terganggu atau bahkan terputus, harga energi akan terdongkrak. Implikasi selanjutnya dirasakan oleh industri otomotif: biaya produksi naik, distribusi terhambat, dan bahan baku sulit dipenuhi.
Kinerja Produksi dan Penjualan yang Masih Tertekan
Tekanan global ini datang di saat yang kurang tepat, karena industri domestik sudah berjuang menghadapi turunnya daya beli masyarakat. Kukuh mencatat, “Jika sebelumnya produksi kendaraan bisa mencapai 1 juta unit per tahun, kini hanya sekitar 865 ribu unit."
Meski sempat ada optimisme kecil dengan peningkatan produksi di bulan Mei, Gaikindo menegaskan bahwa pemulihan belum signifikan. Tren penjualan belum kembali ke level normal pra-pandemi karena banyak konsumen masih menahan laju pembelian.
"Alhamdulillah, pada bulan Mei kemarin ada sedikit perbaikan, tapi secara keseluruhan masih di bawah rata-rata bulanan tahun-tahun sebelumnya," imbuh Kukuh.
Eksportir Otomotif: Masuki 93 Negara, tapi Rentan
Ekspor kendaraan produksi lokal telah menembus 93 negara — sebuah capaian mengesankan. Namun, Kukuh mengingatkan bahwa pangsa pasar di Timur Tengah dan Afrika, meski bukan terbesar, memberikan kontribusi—dan jadi area yang rentan saat ketidakstabilan global meningkat.
“Pasar Timur Tengah dan Afrika cukup lumayan kontribusinya. Meskipun bukan pasar utama, dampaknya tetap terasa,” ujarnya.
Gangguan pasokan ke wilayah ini, bahkan jika hanya temporer, dapat menggoyahkan struktur distribusi dan mempengaruhi omset ekspor nasional.
Strategi Antisipatif: Alternatif Pasar dan Diversifikasi
Menyadari kerentanan ini, Gaikindo mendorong pelaku industri dan pemerintah untuk mengejar strategi diversifikasi pasar. Artinya, ekspor kendaraan harus diarahkan juga ke negara-negara di Asia dan Amerika Latin yang stabil secara geopolitik.
Bukan hanya untuk mengurangi kebergantungan, langkah ini juga diperlukan untuk mengamankan pasar jika suatu saat akses ke Timur Tengah atau Afrika tertutup. Selain itu, memperluas jaringan distribusi juga membuat industri lebih tahan guncangan global.
Risiko Sistemik di Jalur Perdagangan Global
Sorotan lain penting datang dari potensi krisis yang lebih besar — jika selat strategis seperti Hormuz sampai ditutup. Kukuh memperingatkan: “Kalau Selat Hormuz sampai ditutup, dampaknya akan sangat besar. Pasokan komponen bisa terganggu, harga minyak melonjak, dan ini akan mempengaruhi biaya logistik serta harga bahan baku secara keseluruhan.”
Risiko ini bukan sekadar teori. Jalur laut adalah urat nadi global—ketika salah satu titik tersumbat, efek domino langsung terasa. Komponen otomotif yang sebagian masih diimpor, bisa mengalami kekurangan pasokan, sehingga produksi domestik kembali melambat.
Fokus Pemulihan Daya Beli: Kunci Kemandirian Industri
Di atas semua strategi, Gaikindo menegaskan bahwa pemulihan daya beli masyarakat tetap menjadi fondasi utama. Tanpa pembeli, semakin banyak pabrik dan distribusi yang akan berhenti.
Kukuh menekankan: “Kalau daya beli turun, industri tidak bisa berbuat banyak. Kuncinya adalah pemulihan ekonomi nasional secara menyeluruh.”
Maka dari itu, langkah pemulihan ekonomi skala makro—seperti penguatan sektor riil, insentif otomotif, dan stabilisasi harga energi—harus jalan beriringan dengan strategi industri.
Pandangan Masa Depan: Mengantisipasi dan Adaptif
Menghadapi ancaman dari dua sisi—geopolitik dan domestik—menjadi ujian besar bagi pelaku otomotif Indonesia. Namun harapannya bisa diletakkan pada ketangguhan industri dan sinergi antar berbagai pihak.
Gaikindo berharap, melalui diversifikasi pasar, efisiensi biaya, hingga adaptasi teknologi dan rantai pasok, industri otomotif bisa tetap bangkit, bahkan berkembang di tengah tantangan. Fokus utama tetap pada menciptakan daya beli yang kuat, akses ekspor yang aman, serta sistem logistik yang fleksibel.