JAKARTA - Upaya pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat melalui bantuan sosial (bansos) terus berlanjut, termasuk melalui program kartu sembako senilai Rp200 ribu per bulan. Meski realisasinya sudah menjangkau puluhan juta penerima, proses distribusinya belum sepenuhnya rampung karena sejumlah tantangan teknis dan administratif.
Program bantuan sembako senilai Rp200 ribu per bulan ini merupakan bagian dari paket stimulus sosial yang dicanangkan pemerintah pada kuartal II tahun ini. Kebijakan ini menyasar 18,3 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM), khususnya kelompok masyarakat miskin dan rentan, yang dinilai paling terdampak oleh gejolak ekonomi global dan domestik.
Langkah ini dipandang sebagai salah satu instrumen untuk menstabilkan konsumsi rumah tangga dan menjaga roda ekonomi nasional tetap bergerak, khususnya di tengah situasi ekonomi yang masih menghadapi ketidakpastian.
Realisasi Penyaluran Bansos: Sudah 15 Juta KPM Terima Bantuan
Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menyampaikan bahwa hingga awal bulan ini, bansos tersebut telah berhasil disalurkan kepada sekitar 15 juta KPM. Bantuan itu telah menyerap anggaran sebesar Rp6,19 triliun, dari total pagu yang disiapkan untuk program sembako kuartal ini.
Namun, masih terdapat sekitar 3,6 juta KPM yang belum menerima bantuan karena terkendala beberapa hal teknis dan administratif. Gus Ipul menegaskan bahwa pemerintah berupaya menyelesaikan penyaluran ini secepat mungkin agar manfaatnya segera dirasakan oleh masyarakat.
“Kami sudah menyalurkan kepada sekitar 15 juta KPM. Nilainya mencapai Rp6,19 triliun. Sisanya masih dalam proses karena ada beberapa kendala di lapangan,” ujar Gus Ipul dalam keterangannya melalui situs resmi Kementerian Sosial.
Kendala Penyaluran: Peralihan Saluran dan Administrasi Penerima Baru
Salah satu faktor utama yang menyebabkan keterlambatan penyaluran bantuan kepada sisa KPM adalah adanya ketentuan baru dalam penyaluran bansos. Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2017, pemerintah mewajibkan penyaluran bantuan sosial secara non-tunai melalui bank-bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Sebelumnya, sebagian besar penyaluran dilakukan melalui PT Pos Indonesia. Namun dengan diberlakukannya aturan ini, proses distribusi harus dialihkan ke bank Himbara, yang meliputi Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BTN.
Perubahan skema ini, meski bertujuan meningkatkan transparansi dan efisiensi penyaluran, turut memicu tantangan baru di lapangan. Banyak penerima bantuan belum memiliki akses atau rekening bank, terutama mereka yang tinggal di daerah terpencil.
Meski demikian, terdapat pengecualian dalam aturan tersebut. Kelompok rentan seperti lansia non-potensial, penyandang disabilitas berat, eks penderita penyakit kronis, komunitas adat terpencil, dan masyarakat di wilayah tanpa infrastruktur perbankan tetap dapat menerima bantuan melalui PT Pos.
Selain perubahan sistem penyaluran, faktor lainnya yang menghambat pencairan bansos adalah keberadaan 629.513 penerima baru yang belum memiliki rekening bank. Kelompok ini merupakan bagian dari Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), yang kini digunakan sebagai dasar baru dalam menyalurkan bantuan menggantikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Pengawasan Dana oleh PPATK untuk Hindari Penyalahgunaan
Tantangan berikutnya datang dari proses verifikasi dan analisis oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Sejumlah rekening penerima bantuan masih ditinjau lebih lanjut guna memastikan bahwa dana bansos tepat sasaran dan tidak disalahgunakan.
Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga integritas dan efektivitas program bantuan sosial. Dengan pengawasan ketat, diharapkan tidak terjadi kebocoran anggaran maupun penyaluran yang tidak sesuai sasaran.
Total Dana Bansos Capai Lebih dari Rp20 Triliun
Jika melihat gambaran umum penyaluran bansos untuk kuartal ini, Kementerian Sosial mencatat total anggaran yang telah disalurkan mencapai lebih dari Rp20 triliun. Dana tersebut mencakup berbagai jenis bantuan, termasuk Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan sembako.
Untuk bansos PKH, sudah disalurkan kepada lebih dari 8 juta KPM atau sekitar 80,49 persen dari total target penerima. Nilai anggaran yang tersalurkan untuk PKH ini mencapai Rp5,8 triliun. Sementara itu, untuk bansos sembako, sudah mencapai lebih dari 15 juta KPM atau 84,71 persen dari target, dengan nilai sebesar Rp9,2 triliun.
Data ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan, realisasi penyaluran bansos oleh pemerintah menunjukkan progres signifikan. Kendati belum sepenuhnya rampung, upaya percepatan terus dilakukan agar seluruh bantuan dapat diterima tepat waktu oleh penerima yang berhak.
Upaya Percepatan dan Komitmen Pemerintah
Gus Ipul memastikan pihaknya terus berkoordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk bank Himbara dan PT Pos, untuk mempercepat penyaluran bantuan. Kementerian Sosial juga memperkuat pemutakhiran data penerima agar tidak terjadi tumpang tindih atau kekeliruan dalam pencairan bantuan.
"Peralihan penyaluran ke bank memang menimbulkan penyesuaian. Namun kami pastikan seluruh proses berjalan sesuai aturan dan prinsip transparansi," katanya.
Dengan percepatan proses verifikasi dan pembukaan rekening bagi KPM baru, diharapkan seluruh 18,3 juta penerima bantuan sembako akan mendapatkan haknya secara merata dalam waktu dekat.