JAKARTA - Setiap tahun ajaran baru selalu membawa harapan dan semangat baru, terutama bagi para siswa yang memulai langkah pertama mereka di jenjang sekolah baru. Di sinilah pentingnya Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), bukan hanya sebagai seremonial tahunan, tetapi sebagai titik awal untuk membentuk ikatan positif antara siswa dan lingkungan belajarnya. Lebih dari sekadar rutinitas, MPLS kini dituntut untuk benar-benar menjadi momen yang "ramah anak".
Ketua Dewan Pendidikan Kota Surabaya, Yuli Purnomo, dengan tegas menyampaikan bahwa pelaksanaan MPLS harus selaras dengan tema tahun ini: ramah anak. Ia menekankan bahwa kegiatan pengenalan sekolah tidak boleh menjadi beban bagi siswa, melainkan harus menjadi pengalaman menyenangkan yang mendorong anak-anak mencintai sekolah sejak hari pertama.
"Ya sesuai dengan temanya, MPLS ramah anak," ujar Yuli. Sebagai kota yang telah meraih predikat Kota Layak Anak dan Kota Ramah Anak, Surabaya memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa setiap aspek kehidupan anak di kota ini mendukung tumbuh kembang mereka, termasuk di dunia pendidikan.
Menurut Yuli, esensi MPLS adalah pengenalan, bukan pembebanan. Kegiatan ini seharusnya menjadi kesempatan bagi siswa untuk mengenal lingkungan barunya baik itu guru, teman sekelas, fasilitas, maupun nilai-nilai sekolah dengan cara yang menyenangkan dan penuh semangat.
"Jadi sifatnya memperkenalkan, namanya sudah Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah, di situ banyak instrumen yang menjadi materi MPLS nantinya," tambahnya.
Instrumen yang dimaksud mencakup berbagai materi pengenalan dan penguatan karakter yang telah disusun secara sistematis. Setiap sekolah diharapkan mengikuti instrumen tersebut dan tidak bertindak secara mandiri dengan menyusun agenda MPLS sendiri yang keluar dari semangat “ramah anak”. Ini penting untuk memastikan bahwa semua sekolah di Surabaya memberikan pengalaman awal yang positif bagi seluruh siswa baru.
Lebih lanjut, Yuli juga menekankan pentingnya Mindset Orientation Training (MOT) dalam pelaksanaan MPLS. Bukan sekadar mengenalkan gedung dan kurikulum, tetapi membentuk karakter siswa sejak dini, menanamkan nilai-nilai positif yang akan menjadi fondasi dalam perjalanan pendidikan mereka.
Menurutnya, MOT merupakan pendekatan penting yang dapat membantu siswa memahami peran mereka di lingkungan sekolah, sekaligus mendorong tumbuhnya rasa percaya diri dan keinginan untuk belajar. MOT juga menjadi cara untuk memperkenalkan budaya sekolah secara lebih menyeluruh—tidak hanya aturan, tapi juga norma dan semangat kolaborasi antar siswa dan tenaga pendidik.
Namun, program sebagus apa pun tentu perlu dukungan pelaksanaan yang terpantau. Karena itu, Yuli menekankan pentingnya proses monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan MPLS. Tujuannya, agar implementasi program benar-benar sesuai dengan semangat yang diusung: membentuk lingkungan belajar yang aman, menyenangkan, dan inklusif.
"Tapi harus betul-betul ada evaluasi dan monitoring, sehingga anak ini nyaman, sekolah nyaman, belajar pun gembira," tegasnya.
Evaluasi ini penting karena pada praktiknya, kegiatan MPLS di beberapa tempat kerap melenceng dari tujuan awal. Ada sekolah yang tanpa sadar membebani siswa dengan tugas berat, jadwal yang padat, atau bahkan praktik-praktik yang bisa berdampak negatif bagi psikologis siswa baru. Situasi seperti inilah yang harus dihindari.
Sebagai salah satu kota metropolitan dengan perhatian tinggi terhadap pendidikan, Surabaya dituntut untuk menjadi teladan dalam pelaksanaan MPLS yang positif dan manusiawi. MPLS bukan ruang pembentukan mental dengan tekanan, tetapi momentum membangun semangat belajar dan memperkuat hubungan antara sekolah dengan siswa.
Integrasi antara program pemerintah yang sedang berjalan dengan kegiatan MPLS juga dinilai penting. Artinya, setiap aktivitas dalam masa pengenalan siswa perlu dikaitkan dengan program-program nasional maupun daerah, seperti penguatan profil pelajar Pancasila, literasi digital, kesehatan mental, pendidikan karakter, dan isu-isu sosial yang relevan bagi siswa.
Dengan begitu, MPLS akan menjadi program yang tidak hanya memperkenalkan siswa pada bangunan sekolah atau tata tertib semata, tetapi juga membentuk cara berpikir dan orientasi nilai-nilai yang lebih luas, selaras dengan kebutuhan masa kini.
Membentuk generasi yang kuat dan tangguh tidak harus dimulai dari tekanan dan pembatasan. Justru dengan membangun lingkungan yang ramah dan suportif, sekolah akan menciptakan fondasi kokoh untuk menumbuhkan kecintaan terhadap proses belajar. Apalagi bagi siswa baru yang akan menghabiskan waktu bertahun-tahun di lingkungan sekolah, kesan pertama adalah kunci.
Harapan agar anak-anak merasa nyaman dan gembira dalam proses pembelajaran tidak hanya ada di tangan guru atau kepala sekolah, tetapi juga menjadi tanggung jawab seluruh pihak: orang tua, pemerintah daerah, hingga masyarakat luas.
MPLS yang benar-benar ramah anak akan menjadi bukti bahwa dunia pendidikan kita tidak hanya mengejar prestasi akademik, tetapi juga berorientasi pada kesejahteraan dan kebahagiaan peserta didik. Masa depan bangsa tidak hanya dibentuk oleh nilai-nilai ujian, tetapi oleh karakter dan kenyamanan yang dibangun sejak hari pertama anak masuk sekolah.