JAKARTA - Bali bukan hanya dikenal sebagai destinasi wisata dunia, tetapi kini juga tengah menapaki jalur untuk menjadi pusat pengembangan kendaraan listrik nasional. Pemerintah pusat, melalui berbagai kebijakan dan dukungan regulasi, melihat Bali sebagai lokasi strategis untuk menerapkan program transisi energi bersih. Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, dalam kunjungan resminya mengungkapkan bahwa Bali sangat berpotensi menjadi contoh sukses pengembangan kendaraan listrik berbasis baterai (EV) di Indonesia.
Langkah ini bukan tanpa dasar. Pemerintah Provinsi Bali telah menunjukkan komitmennya dengan mengeluarkan berbagai regulasi seperti Pergub No. 48 Tahun 2019 dan menyusun Rencana Aksi Daerah KBLBB 2022--2026. Sejumlah program telah diluncurkan, mulai dari penggunaan motor listrik oleh ASN hingga pengadaan transportasi publik berbasis listrik seperti E-BRT Sarbagita.
Namun, di balik semangat ini, muncul pertanyaan: sejauh mana kesiapan Bali dalam menjadi pionir kendaraan listrik nasional? Apakah regulasi yang ada cukup untuk menjawab tantangan lapangan dan mengubah kebiasaan masyarakat?
Penelitian Ardiyanti dkk. (2023) menyebutkan bahwa tren penjualan mobil listrik di Indonesia mengalami lonjakan sejak 2022. Ini dipicu oleh insentif pemerintah, meningkatnya kesadaran lingkungan, dan pembangunan infrastruktur pengisian daya. Namun, masih ada kendala yang signifikan seperti harga mobil listrik yang tinggi, minimnya model kendaraan, keterbatasan bengkel dan suku cadang, serta kurangnya teknisi terlatih.
Tantangan lainnya di Bali adalah belum meratanya infrastruktur SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum). SPKLU masih terkonsentrasi di kota besar seperti Denpasar dan Nusa Dua. Sementara itu, daerah-daerah pedesaan dan terpencil masih minim fasilitas, yang membuat penggunaan EV belum ideal untuk mobilitas harian masyarakat luas.
Masalah pasokan listrik juga menjadi kendala. Beberapa daerah di Bali masih mengalami pemadaman berkala, membuat masyarakat meragukan keandalan kendaraan listrik. Selain itu, harga EV yang masih tinggi dan belum terjangkau masyarakat bawah memperparah keterbatasan akses.
Kebiasaan sosial juga menjadi faktor yang tidak bisa diabaikan. Masyarakat Bali sangat bergantung pada sepeda motor konvensional yang dianggap murah, praktis, dan mudah dimodifikasi. Mengubah budaya ini memerlukan pendekatan yang lebih dari sekadar regulasi.
Pemerintah Bali sebenarnya telah menggariskan lima strategi utama dalam Rencana Aksi KBLBB, yaitu penguatan regulasi, pembangunan infrastruktur pengisian daya, peningkatan kapasitas SDM, mekanisme pembiayaan inklusif, serta promosi dan edukasi publik. Program-program seperti elektrifikasi kendaraan dinas, penyediaan bus listrik, dan penyuluhan ke masyarakat telah dijalankan.
Alasan pemilihan Bali sebagai model cukup kuat. Secara geografis, Bali adalah pulau kecil dengan jarak tempuh terbatas yang cocok untuk kendaraan listrik. Secara simbolik, Bali sebagai etalase internasional Indonesia dapat menarik perhatian dunia atas komitmen Indonesia terhadap energi hijau. Nilai budaya lokal seperti Tri Hita Karana yang menekankan harmoni dengan alam mendukung gagasan ini secara filosofis.
Namun, untuk menjadikan Bali benar-benar sebagai role model EV nasional, diperlukan langkah strategis lanjutan:
Perluasan dan pemerataan SPKLU hingga ke pelosok Bali.
Elektrifikasi massal transportasi publik agar masyarakat langsung merasakan manfaat.
Investasi dalam pendidikan teknisi kendaraan listrik di sekolah kejuruan dan universitas.
Skema subsidi dan pembiayaan kredit EV yang inklusif bagi petani, nelayan, dan UMKM.
Kampanye edukatif berbasis komunitas lokal, seperti banjar dan pura.
Bali kini berada di persimpangan jalan. Jika bisa menjawab tantangan teknis, ekonomi, dan sosial secara simultan, maka Pulau Dewata bisa menjadi lebih dari sekadar tujuan wisata. Ia bisa menjadi contoh nyata bahwa Indonesia mampu memimpin perubahan menuju masa depan hijau.
Transisi ini tidak bisa berjalan sendiri. Dibutuhkan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, dukungan masyarakat, keterlibatan swasta, serta pemberitaan media yang konstruktif. Jika semuanya berjalan selaras, maka revolusi hijau dari Bali bukan sekadar wacana, melainkan kenyataan yang menginspirasi.
Bali, dengan segala potensinya, berpeluang besar menjadi simbol keberhasilan transisi energi di Indonesia. Namun, kerja keras dan konsistensi harus terus dijaga agar tidak berhenti di atas kertas saja, melainkan menyentuh langsung kehidupan masyarakat.