Sri Mulyani Revisi Target Ekonomi 2025

Jumat, 18 Juli 2025 | 08:55:16 WIB
Sri Mulyani Revisi Target Ekonomi 2025

JAKARTA - Pemerintah tengah mengkaji ulang optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam sebuah pernyataan penting, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025 telah direvisi ke bawah, yakni berada dalam kisaran 4,7 hingga 5 persen. Revisi ini turun dari asumsi sebelumnya yang ditetapkan sebesar 5,2 persen.

Langkah ini mencerminkan kehati-hatian pemerintah dalam membaca dinamika perekonomian global dan domestik, serta mencermati tantangan fiskal yang semakin kompleks. Dalam kondisi ekonomi global yang masih dibayangi ketidakpastian, mulai dari perlambatan pertumbuhan di negara-negara mitra dagang utama hingga gejolak geopolitik dan volatilitas harga komoditas, pemerintah memilih pendekatan realistis dalam menyusun target makro.

Penyesuaian ini bukan sekadar angka, tetapi juga mencerminkan evaluasi terhadap berbagai indikator ekonomi terkini. Aktivitas perdagangan domestik, salah satunya terlihat dari geliat di berbagai pasar tradisional seperti di Pasar Johar Baru, Jakarta, memang menunjukkan adanya pergerakan, namun belum cukup kuat untuk mendorong akselerasi ekonomi seperti yang diharapkan sebelumnya.

Dalam penjelasannya, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa revisi tersebut mempertimbangkan perkembangan ekonomi global, nilai tukar, inflasi, serta potensi pelemahan permintaan ekspor. Di saat yang sama, tantangan internal seperti produktivitas, serapan tenaga kerja, dan tekanan anggaran menjadi perhatian utama pemerintah.

“Outlook perekonomian 2025 perlu disesuaikan dengan perkembangan aktual dan risiko yang dihadapi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri,” ujar Sri Mulyani.

Meski demikian, pemerintah tetap berkomitmen menjaga momentum pertumbuhan ekonomi melalui berbagai kebijakan fiskal yang adaptif dan terukur. Salah satu strategi yang akan ditempuh adalah memperkuat konsumsi rumah tangga dan investasi, sekaligus menjaga daya beli masyarakat di tengah kondisi global yang fluktuatif.

Penurunan proyeksi ini juga berdampak pada strategi penyusunan APBN 2025. Pemerintah perlu memastikan alokasi anggaran yang lebih efisien dan tepat sasaran, terutama untuk program perlindungan sosial, infrastruktur produktif, dan dukungan terhadap UMKM.

Sebagai catatan, ekonomi Indonesia pada tahun-tahun sebelumnya sempat mengalami tekanan akibat pandemi dan berbagai dampak turunannya. Pemulihan yang terjadi dalam dua tahun terakhir belum sepenuhnya merata di seluruh sektor. Oleh karena itu, langkah realistis dalam mengelola ekspektasi pertumbuhan menjadi penting agar kebijakan ekonomi dapat tetap kredibel dan efektif.

Revisi target pertumbuhan juga dipandang sebagai bentuk antisipasi terhadap kemungkinan perlambatan ekonomi di negara-negara seperti Tiongkok dan kawasan Eropa, yang selama ini menjadi mitra dagang penting Indonesia. Tekanan terhadap ekspor dan harga komoditas, seperti batu bara dan kelapa sawit, akan memengaruhi kinerja neraca perdagangan dan pertumbuhan sektor riil.

Sementara itu, dari sisi domestik, konsumsi rumah tangga yang merupakan kontributor terbesar terhadap PDB masih belum menunjukkan pemulihan yang merata. Kenaikan harga bahan pokok di sejumlah daerah serta penyesuaian tarif layanan publik bisa menekan daya beli masyarakat dalam beberapa bulan ke depan.

Namun demikian, pemerintah tetap optimistis bahwa fundamental ekonomi Indonesia masih terjaga. Tingkat inflasi yang relatif terkendali, stabilitas sistem keuangan, serta neraca transaksi berjalan yang membaik menjadi modal penting untuk menghadapi ketidakpastian eksternal.

Sri Mulyani juga menekankan pentingnya kolaborasi antarlembaga dalam menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan fiskal dan moneter akan terus diselaraskan agar tidak saling bertentangan, terutama dalam menjaga suku bunga, nilai tukar rupiah, dan pengendalian inflasi.

Dalam konteks itu, sinergi dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan menjadi bagian dari pendekatan holistik pemerintah. Kebijakan moneter akan tetap dijaga agar mendukung sektor riil, sementara fiskal difokuskan pada intervensi sosial-ekonomi yang tepat sasaran.

Reaksi pelaku pasar terhadap revisi ini relatif beragam. Beberapa kalangan menilai bahwa langkah pemerintah merupakan bentuk kehati-hatian yang tepat, sementara sebagian lainnya menyuarakan kekhawatiran terkait kemungkinan melambatnya daya serap investasi, terutama dari sektor swasta.

Di lapangan, geliat ekonomi memang masih terasa dinamis, namun belum cukup kuat untuk menembus proyeksi pertumbuhan yang lebih tinggi. Aktivitas perdagangan di pasar-pasar rakyat seperti di Johar Baru menunjukkan bahwa sektor informal masih menjadi tulang punggung penggerak ekonomi rakyat. Pemerintah diharapkan tetap menjaga ekosistem yang mendukung sektor ini agar tidak ikut tergerus oleh pelemahan global.

Ke depan, keberhasilan Indonesia menjaga momentum pertumbuhan ekonomi akan sangat tergantung pada efektivitas kebijakan fiskal, stabilitas politik, serta kemampuan pemerintah dalam menjaga kepercayaan pasar dan masyarakat.

Dengan demikian, revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi bukanlah tanda kelemahan, melainkan bentuk kesiapan dalam menghadapi kenyataan ekonomi global yang dinamis. Pemerintah mengambil posisi realistis untuk bisa tetap lincah menghadapi tantangan sekaligus menjaga fondasi pertumbuhan jangka panjang yang berkelanjutan.

Terkini

Cuka Apel untuk Kesehatan Alami

Jumat, 18 Juli 2025 | 07:27:41 WIB

Wisata Pulau Eksotis Dekat Jakarta

Jumat, 18 Juli 2025 | 07:30:24 WIB

3 Shio Paling Hoki 18 Juli 2025

Jumat, 18 Juli 2025 | 08:21:15 WIB

Cirebon Ubah Sampah Jadi Energi Ramah Lingkungan

Jumat, 18 Juli 2025 | 08:23:20 WIB