Listrik Terbarukan Jadi Magnet Investasi Asing di Indonesia

Kamis, 14 Agustus 2025 | 10:39:15 WIB
Listrik Terbarukan Jadi Magnet Investasi Asing di Indonesia

JAKARTA - Indonesia tengah memanfaatkan momentum global menuju transisi energi bersih untuk menarik minat investor. Kementerian Investasi dan Hilirisasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menilai potensi energi baru terbarukan (EBT) di Tanah Air mampu menjadi daya tarik yang signifikan bagi modal asing. Pemerintah pun sedang menggenjot peningkatan porsi EBT dalam bauran energi nasional sebagai bagian dari strategi jangka panjang.

Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal BKPM, Nurul Ichwan, menjelaskan bahwa penguatan bauran EBT tidak hanya bergantung pada pembangunan pembangkit semata, tetapi juga pada penyerapan energi tersebut oleh pasar domestik. Menurutnya, keberadaan pasar yang kuat menjadi faktor penentu keberhasilan proyek-proyek EBT.

“Kita harus mempertimbangkan bahwa investasi yang kita gelontorkan masuk kepada energi terbarukan itu yang memang harus bisa dikonsumsi kepada publik,” ujarnya di Jakarta.

Pasar sebagai Penentu Daya Tarik Investasi

Nurul menegaskan, investor cenderung berhati-hati dalam menanamkan modalnya pada proyek EBT jika belum ada jaminan pasar yang menyerap produk energi tersebut. Ia mencontohkan, sangat jarang ada investor yang membangun fasilitas produksi terlebih dahulu tanpa kepastian penjualan.

“Tidak ada investasi yang memulai, ‘Saya bangun duluan, nanti marketnya bisa saya ciptakan.’ Jarang yang kayak begitu,” tambahnya.

Pernyataan ini mencerminkan pentingnya keterkaitan antara pembangunan infrastruktur EBT dengan pertumbuhan permintaan energi bersih di sektor industri dan masyarakat. Tanpa dukungan pasar yang memadai, pembangunan pembangkit berisiko tidak optimal.

Dorongan Industri untuk Menyerap Energi Bersih

Selain memastikan adanya pasar, BKPM juga menilai perlu membangun industri-industri yang memang membutuhkan pasokan energi ramah lingkungan. Langkah ini akan menciptakan siklus yang saling menguntungkan antara produsen energi terbarukan dan pengguna akhir, sehingga mendorong pertumbuhan berkelanjutan.

Nurul menggambarkan kondisi ini seperti permasalahan klasik "chicken and egg" atau telur dan ayam. Apakah infrastruktur pembangkit yang harus dibangun terlebih dahulu, atau justru permintaan dari industri yang perlu ditumbuhkan lebih dulu.

“Kemudian yang kedua, kita juga dalam konteks untuk menumbuhkan supply dari energi terbarukan ini, kan ini selalu antara chicken dan egg,” katanya.

Pertumbuhan Kapasitas EBT Nasional

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan adanya pertumbuhan signifikan kapasitas pembangkit listrik berbasis EBT di paruh pertama tahun 2025. Tambahan pembangkit mencapai 876,5 Mega Watt (MW), sehingga total kapasitas EBT nasional kini berada di angka 15,2 Giga Watt (GW). Angka ini setara dengan 14,5% dari total kapasitas pembangkit listrik di Indonesia.

Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pertumbuhan ini menunjukkan peningkatan positif. Tambahan kapasitas terpasang EBT pada semester I-2025 naik 0,6% dibanding tambahan sepanjang tahun 2024 yang tercatat sebesar 761,9 MW.

Rincian Penambahan Kapasitas

Pertumbuhan kapasitas EBT pada periode tersebut berasal dari beragam sumber energi bersih:

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sebesar 105,2 MW, meliputi PLTP Lumut Balai, PLTP Ijen, dan PLTP Gunung Salak.

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) menyumbang kapasitas terbesar, yaitu 492 MW, di antaranya PLTA Merangin Jambi.

Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM) sebesar 8,2 MW, termasuk PLTM Merangin Jambi dan PLTM Kanzy Bengkulu.

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan tambahan kapasitas 233,3 MW.

Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) sebesar 37,8 MW.

Keberagaman jenis pembangkit ini menunjukkan upaya pemerintah untuk tidak bergantung pada satu jenis sumber energi saja. Strategi diversifikasi ini dinilai penting untuk menjaga ketahanan energi sekaligus memanfaatkan potensi sumber daya alam yang melimpah.

Potensi Besar yang Menunggu Optimalisasi

Dengan kapasitas EBT yang terus bertambah, Indonesia memiliki peluang besar untuk memposisikan diri sebagai pemain penting di sektor energi bersih kawasan Asia Tenggara. Namun, seperti diingatkan oleh BKPM, kunci keberhasilan ada pada kemampuan menciptakan ekosistem yang mendukung — mulai dari regulasi yang jelas, kepastian pasar, hingga ketersediaan teknologi.

Pemerintah sendiri telah menunjukkan komitmen kuat dalam mendorong transisi energi melalui berbagai kebijakan, termasuk insentif bagi investor EBT, percepatan pembangunan infrastruktur pendukung, serta mendorong keterlibatan swasta.

Harapan ke Depan

Langkah Indonesia memperkuat sektor EBT diharapkan tidak hanya mengurangi ketergantungan pada energi fosil, tetapi juga membuka peluang lapangan kerja baru, menggerakkan ekonomi daerah, dan memperkuat daya saing industri. Keberhasilan ini dapat menjadi model bagi negara lain yang ingin memadukan pertumbuhan ekonomi dengan keberlanjutan lingkungan.

Dengan potensi sumber daya yang melimpah, mulai dari sinar matahari, air, angin, hingga panas bumi, Indonesia memiliki modal dasar yang mumpuni. Tantangan terbesarnya kini adalah bagaimana mengonversi potensi tersebut menjadi energi yang dapat dimanfaatkan secara luas, sekaligus menarik investasi jangka panjang.

Seperti yang diungkapkan Nurul Ichwan, keberhasilan mendorong EBT bukan sekadar membangun pembangkit, tetapi juga membangun pasar yang siap menyerap energi bersih itu sendiri. Jika kedua hal ini berjalan seiring, Indonesia bukan hanya akan menjadi tujuan investasi, tetapi juga motor penggerak transisi energi di kawasan.

Terkini

Pasar Otomotif, Dominasi Jepang Digoyang EV China

Kamis, 14 Agustus 2025 | 09:47:19 WIB

Peluang Tenaga Kerja RI ke Jepang

Kamis, 14 Agustus 2025 | 09:54:10 WIB

Pergerakan Harga Sembako Jogja

Kamis, 14 Agustus 2025 | 09:58:25 WIB

Kementerian Perdagangan Dorong Ekspor ke Peru

Kamis, 14 Agustus 2025 | 10:07:15 WIB