JAKARTA - Indonesia tengah berada di titik strategis untuk memaksimalkan peluang pengiriman tenaga kerja migran ke Jepang. Pemerintah Jepang menargetkan kuota pekerja asing mencapai 800 ribu pada tahun 2025, membuka ruang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan kontribusinya di pasar tenaga kerja tersebut.
Menurut Sofyan Djalil, CEO Indonesia Business Council (IBC), potensi Indonesia masih jauh tertinggal dibanding negara-negara tetangga. Pada tahun 2020, hanya sekitar 12% tenaga kerja migran di Jepang berasal dari Indonesia, jauh lebih kecil dibanding Vietnam yang menyumbang 59%. "Jadi, ada kesenjangan yang sangat besar antara Indonesia dan negara tetangga kita, Vietnam. Apa yang Anda lihat adalah potensi Indonesia jauh, jauh lebih besar daripada Vietnam. Oleh karena itu, pertanyaannya adalah bagaimana menjembatani kesenjangan ini," ujar Sofyan dalam sambutannya di acara Strengthening Workforce Diplomacy: Indonesia's Strategic SSW Expansion to Japan.
Kesenjangan ini menjadi perhatian serius karena Jepang tengah menghadapi kekurangan tenaga kerja, sementara Indonesia memiliki sumber daya manusia yang melimpah. Menyadari hal ini, IBC menggandeng Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) untuk mengoptimalkan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Jepang.
"Kami ingin berbicara tentang mempromosikan pekerja migran Indonesia ke Jepang. Saya pikir ini akan baik untuk Indonesia, dan juga baik untuk Jepang, di mana mereka kekurangan tenaga kerja, tetapi kita memiliki banyak tenaga kerja," jelas Sofyan.
Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Abdul Kadir Karding, menambahkan bahwa Jepang membutuhkan sekitar 630 ribu tenaga kerja asing tahun ini. Pemerintah telah menyalurkan 10.181 pekerja ke Jepang melalui program Specified Skilled Worker (SSW), dan targetnya adalah meningkatkan persentase tenaga kerja migran Indonesia di sana dari 12% menjadi 20%.
"Ini ada banyak peluang, maka kita coba mengajak banyak pihak. Salah satu yang secara proaktif mendorong kita untuk kementerian ini adalah IBC," kata Karding.
Kerja sama antara Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan IBC mencakup empat aspek utama: pembangunan vokasi atau sekolah pelatihan, sertifikasi, tata kelola bersama, serta pembiayaan pelatihan bahasa dan keterampilan. Tujuannya adalah memastikan tenaga kerja Indonesia yang dikirim ke Jepang tidak hanya memenuhi kuota, tetapi juga terampil dan siap bekerja secara profesional.
"Mungkin nanti ke depan ada banyak skema, tapi sementara ini adalah SSW. Saya mendorong beliau-beliau ini karena merata-rata juga pengusaha, yang pertama membantu kita berpikir memperbaiki tata kelola supaya perlindungan terhadap pekerjaan-pekerjaan bagus, pengiriman dan penempatan juga terampil, betul-betul terampil," tutup Karding.
Peningkatan jumlah tenaga kerja migran Indonesia ke Jepang tidak hanya menjadi peluang ekonomi, tetapi juga bagian dari strategi diplomasi tenaga kerja. Dengan memanfaatkan program SSW, Indonesia dapat memperkuat posisi di pasar tenaga kerja internasional sekaligus memberikan pengalaman kerja dan peningkatan keterampilan bagi warganya.
Selain itu, upaya ini diharapkan dapat menutup kesenjangan yang ada antara Indonesia dan negara lain, khususnya Vietnam, yang telah lebih dulu memanfaatkan peluang tenaga kerja di Jepang secara optimal. Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat meningkatkan kontribusinya di sektor ini, sekaligus membangun reputasi sebagai pemasok tenaga kerja terampil yang handal di Asia Timur.
Optimasi pengiriman tenaga kerja juga sejalan dengan visi jangka panjang pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Melalui pelatihan bahasa, keterampilan teknis, dan sertifikasi internasional, tenaga kerja Indonesia tidak hanya memenuhi kebutuhan pasar Jepang, tetapi juga siap menghadapi tantangan global.
Secara keseluruhan, sinergi antara IBC, kementerian terkait, dan lembaga penelitian seperti ERIA menunjukkan langkah konkret dalam memaksimalkan peluang tenaga kerja Indonesia di Jepang. Jika dijalankan dengan baik, upaya ini dapat meningkatkan jumlah pekerja migran Indonesia, memperkuat hubungan bilateral, dan memberikan manfaat ekonomi jangka panjang bagi negara.
Dengan kuota 800 ribu tenaga kerja asing yang disiapkan Jepang pada 2025, peluang bagi Indonesia masih terbuka lebar. Tantangannya adalah memastikan program ini berjalan efektif, dengan perlindungan, keterampilan, dan pengelolaan yang baik. Momentum ini menjadi titik awal bagi Indonesia untuk memperkuat posisi tenaga kerja migran secara strategis di kancah internasional, sekaligus menutup kesenjangan dengan negara-negara tetangga yang lebih dulu sukses memanfaatkan peluang serupa.