JAKARTA - Jadon Sancho, mantan bintang muda Borussia Dortmund yang pernah diboyong Manchester United dengan harga fantastis £73 juta, kini menghadapi kenyataan pahit dalam karier profesionalnya. Setelah empat tahun penuh dinamika, kontroversi, dan performa inkonsisten, sang winger kembali ke titik awal dengan masa depan yang menggantung.
Sancho pernah menjadi salah satu pemain muda paling bersinar di Eropa. Di usia 20 tahun, ia mencetak 17 gol dan 16 assist dalam semusim di Bundesliga. Tak heran, banyak klub besar Eropa mengincarnya. Manchester United akhirnya memenangkan perburuan itu, meski butuh waktu satu tahun untuk menyelesaikan transfernya dari Dortmund.
Namun, sejak kepindahannya ke Old Trafford, perjalanan Sancho justru lebih banyak diwarnai masalah ketimbang prestasi. Pada musim perdananya bersama United, Sancho hanya mencetak lima gol dan tiga assist. Meski sempat menunjukkan potensi, ia gagal memberi dampak besar bagi tim.
Konflik Internal dan Masalah Disiplin
Kehadiran manajer Erik ten Hag memperparah situasi. Sancho disebut memiliki masalah kedisiplinan sejak di Dortmund, khususnya terkait ketepatan waktu. Jika sebelumnya perilaku itu dimaafkan karena performa di lapangan, di bawah kepemimpinan Ten Hag, standar kedisiplinan ditegakkan dengan ketat.
Puncak ketegangan terjadi saat Sancho dicoret dari skuad dalam pertandingan melawan Arsenal. Ten Hag menyebut bahwa keputusan itu diambil karena buruknya performa Sancho dalam latihan. Tidak terima, Sancho membalas dengan unggahan di media sosial dan menyebut dirinya hanya dijadikan kambing hitam.
Perseteruan ini berkembang menjadi konflik terbuka. Sancho menolak meminta maaf kepada pelatih maupun rekan satu timnya, meski telah didesak oleh pihak klub. Akibatnya, ia dibekukan dari tim utama untuk waktu yang cukup lama.
Kembali ke Dortmund dan Gagal Dipermanenkan Chelsea
Pada bursa transfer musim dingin, Sancho dipinjamkan kembali ke klub lamanya, Borussia Dortmund. Ia menyebut kepulangannya sebagai “pulang ke rumah”. Dalam 21 pertandingan, ia mencetak tiga gol dan menyumbang tiga assist, membantu Dortmund melaju hingga final Liga Champions meski akhirnya kalah dari Real Madrid.
Namun, performa itu belum cukup meyakinkan Dortmund untuk mempermanenkannya. Situasi keuangan klub asal Jerman tersebut tidak memungkinkan untuk memenuhi banderol harga dan gaji Sancho.
Di penghujung bursa musim panas, Sancho dipinjamkan ke Chelsea. Namun, peminjaman itu disertai klausul tak biasa: Chelsea wajib membeli Sancho dengan harga £25 juta jika finis di atas peringkat 14, kecuali mereka membayar £5 juta untuk membatalkan kewajiban tersebut.
Sepanjang musim, Sancho mencatatkan lima gol dan sepuluh assist dalam 42 pertandingan. Ia bahkan mencetak gol di final UEFA Conference League dan membantu Chelsea meraih trofi. Namun, performanya dinilai belum cukup untuk membenarkan gaji £300.000 per pekan yang diterimanya.
Pada akhirnya, Chelsea memilih membayar £5 juta hanya untuk tidak mempermanenkan sang pemain.
Karier yang Merosot dan Masa Depan yang Tak Pasti
Kini, di usia 25 tahun, Sancho kembali ke Manchester United tanpa kejelasan masa depan. Klub-klub besar mulai menjauh, dan reputasinya sebagai pemain berbakat tapi sulit diatur menjadi penghalang utama.
"Potensi masih ada, tetapi tantangannya sekarang adalah apakah Sancho bisa berubah. Banyak klub tidak ingin berjudi dengan pemain yang memiliki sejarah konflik dan performa tidak stabil," kata seorang pengamat sepak bola Eropa yang enggan disebutkan namanya.
Sancho berada di persimpangan penting dalam kariernya. Ia tetap memiliki kemampuan teknis yang luar biasa, namun tanpa perubahan sikap dan komitmen profesional, ia bisa menjadi contoh klasik dari talenta muda yang gagal memenuhi ekspektasi.
“Jika ia bisa introspeksi dan kembali fokus pada karier, peluang masih terbuka. Tapi jika tidak, kisah Sancho bisa menjadi pelajaran pahit bagi banyak pemain muda lainnya,” ujar sumber tersebut.