Olahraga

Membangun Masa Depan Lewat Olahraga

Membangun Masa Depan Lewat Olahraga
Membangun Masa Depan Lewat Olahraga

JAKARTA - Di Distrik Ninati, perbatasan NKRI, kekhawatiran atas pengaruh narkoba dan miras pada generasi muda memantik satu aksi luar biasa: pembangunan lapangan olahraga secara swadaya. Wadah ini diharapkan menjadi solusi konkret bagi anak muda yang butuh ruang positif untuk menyalurkan energi dan bakat, sembari menghindari jerat pergaulan negatif.

Inisiatif tersebut muncul dari keprihatinan masyarakat terhadap kondisi pemuda setempat. “Banyak anak muda di Ninati, dan ini adalah tantangan besar karena kita berada di beranda NKRI. Kalau tidak ada ruang atau wadah yang bisa menyalurkan hobi mereka, maka mereka akan mudah terpengaruh oleh miras, narkoba, bahkan ganja yang masuk lewat jalan-jalan tikus perbatasan,” ungkap Pastor Fabianus Tutuboi, tokoh setempat, pada Selasa.

Menurut Pastor Fabianus, lapangan olahraga bukan hanya sekadar sarana fisik, melainkan benteng protektif melawan risiko sosial. “Pembangunan fasilitas olahraga menjadi salah satu cara paling efektif untuk menjaga pemuda tetap aktif, sehat dan memiliki arah hidup yang lebih baik,” tegasnya. Ruang ini menjadi tempat berkumpul, melatih disiplin, serta membentuk karakter—nilai-nilai yang melindungi dari lingkungan negatif.

Meski belum tersentuh dana resmi pemerintah, Dorongan ini tangan-tangan masyarakat sendiri yang bergerak. Mereka menggalang dana melalui sumbangan individual, swadaya tenaga, dan kolaborasi komunitas. “Sekalipun belum ada dukungan besar, kami tetap adakan event sederhana tiap tahun, dan banyak yang ikut dengan semangat,” katanya. Rutin diselenggarakan dua hingga tiga acara olahraga sederhana, menjadi bukti bahwa semangat komunitas terus hidup.

Infrastruktur sederhana—seperti lapangan bola voli, futsal, dan basket—dibangun di atas lahan desa. Semua ini menjadi pusat aktifitas bagi remaja dan pemuda, baik untuk berolahraga maupun berkumpul. Ruang ini juga digunakan untuk kegiatan positif lain, seperti pertemuan komunitas hingga pembinaan mental dan agama.

Proyek mandiri ini bukan sekadar inisiatif sosial—melainkan benteng budaya di wilayah perbatasan. Ninati, sebagai daerah dengan mobilitas tinggi, sering kali berpotensi kehilangan kontrol pada perbatasan. Dengan membentuk wadah seperti ini, masyarakat menciptakan “zona aman” agar pemuda tidak terseret ke peredaran gelap barang haram ataupun budaya negatif.

Lebih dari fisik, lapangan ini sarana pembentukan karakter anak muda. Olahraga mengajarkan nilai sportivitas, kerja sama, komitmen, dan disiplin. Nilai-nilai itulah yang akan menjadi bekal kuat anak muda Ninati dalam melawan tekanan sosial dari luar. Melalui event rutin dan latihan bersama, komunitas muda makin terbentuk dan saling memperhatikan.

Peran tokoh masyarakat seperti Pastor Fabianus sangat penting. Mereka menjadi inspirasi sekaligus fasilitator: menggerakkan gotong-royong, menjaga semangat budaya partisipasi warga, serta menjalin koordinasi antar pihak. Menurutnya, investasi di pemuda—apalagi di daerah rentan—adalah investasi jangka panjang bagi masa depan Ninati dan NKRI.

Langkah yang diambil masyarakat Nijati selaras dengan konsep pencegahan ketiga (primary prevention) dalam kesehatan masyarakat: mencegah terjadinya masalah sebelum muncul, dengan cara menciptakan lingkungan yang memiliki proteksi sosial dan fisik. Lapangan olahraga yang dirancang tanpa iuran mahal juga memberikan inklusi yang tinggi—pemuda dari berbagai kalangan bisa terlibat.

Meski menghadapi keterbatasan dana dan fasilitas, masyarakat menunjukkan daya juang yang tinggi. Mereka percaya bahwa sarana sederhana bisa menghasilkan dampak besar. Banyak anak muda telah ikut sekaligus menunjukkan perubahan positif: mengurangi kebiasaan berkumpul di warung, semakin aktif berolahraga, memperbaiki silaturahmi dan menumbuhkan rasa percaya diri.

Pemuda yang terlibat dalam olahraga juga berpotensi menjadi agen perubahan di lingkungan sekitar. Mereka bisa membantu penyuluhan anti-narkoba, mencontohkan pola hidup sehat, dan memberikan dampak baik secara sosial dan budaya.

Tentu, jalan belum ringan. Lapangan masih sederhana, belum ada penerangan memadai atau fasilitas penunjang. Namun, masyarakat optimis bisa mengembangkan kolaborasi dengan desa-desa lain di Papua Tengah untuk menopang dana dan sumber daya. Mereka juga berharap adanya minat dari pemerintah daerah untuk mendukung penyediaan fasilitas memadai dan keberlanjutan program.

Langkah ini menjadi model bagaimana masyarakat lokal bisa menjawab tantangan sosial melalui kreasi dan gotong-royong. Inisiatif mandiri ini membuktikan bahwa solusi lokal berbasis partisipasi mampu membendung masuknya pengaruh negatif. Ninati membangun ruang aman sendiri, tanpa menunggu.

Ke depan, harapannya:

Fasilitas lapangan bisa dilengkapi penerangan agar bisa digunakan malam hari.

Dukunglah penyediaan pelatih dan pembinaan teknik olahraga agar turut menyiapkan bibit atlit.

Pemerintah daerah bisa merespon dengan memberikan bantuan sarana dan anggaran.

Komunitas lokal terus mempertahankan momentum gotong royong agar program ini berkelanjutan.

Dengan bekal semangat partisipasi dan rasa kebersamaan, generasi muda Ninati tampak punya pijakan kuat menuju masa depan lebih baik. Lapangan olahraga swadaya bukan hanya sarana fisik—melainkan simbol harapan: bahwa di distrik paling terpencil sekalipun, masyarakat bisa menciptakan perubahan, menjaga generasi dari risiko sosial, dan menyiapkan kader hebat masa depan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index