ESDM

Kementerian ESDM Tunjuk Pertamina Wujudkan LPG Satu Harga Nasional

Kementerian ESDM Tunjuk Pertamina Wujudkan LPG Satu Harga Nasional
Kementerian ESDM Tunjuk Pertamina Wujudkan LPG Satu Harga Nasional

JAKARTA - Upaya pemerataan akses energi terus digencarkan pemerintah sebagai bagian dari komitmen memperkuat keadilan sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Salah satu kebijakan terbaru yang akan menjadi tonggak penting adalah penerapan program LPG satu harga yang dijadwalkan mulai dilaksanakan pada tahun 2026.

Dalam kerangka kebijakan tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara resmi menunjuk PT Pertamina (Persero) sebagai pelaksana program strategis nasional ini. Penunjukan tersebut didasarkan pada rekam jejak dan kapabilitas Pertamina sebagai BUMN energi yang memiliki jaringan distribusi luas, mencakup hampir seluruh pelosok negeri.

Langkah ini merupakan kelanjutan dari program BBM satu harga yang telah lebih dulu dijalankan sejak 2017, yang kini diperluas ke sektor energi rumah tangga berupa elpiji (LPG). Pemerintah berharap, lewat kebijakan ini, tidak ada lagi kesenjangan harga LPG yang begitu tinggi antara wilayah perkotaan dan pedesaan, antara Pulau Jawa dan wilayah timur Indonesia.

Kajian Mendalam untuk Kebijakan Seragam

Menurut keterangan resmi, saat ini pemerintah tengah melakukan kajian komprehensif untuk memastikan bahwa kebijakan LPG satu harga dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dan efisien. Kajian tersebut melibatkan perhitungan biaya logistik, tantangan geografis, skema subsidi, serta kesiapan infrastruktur pendukung di berbagai daerah.

Kebijakan ini diarahkan agar masyarakat dari Sabang sampai Merauke dapat membeli LPG 3 kilogram dengan harga yang sama—sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, tanpa harus menanggung beban ongkos distribusi yang selama ini menyebabkan disparitas harga.

Saat ini, harga LPG 3 kg bisa jauh berbeda antarwilayah. Di kota besar seperti Jakarta, harga bisa berkisar Rp18.000–Rp20.000, sedangkan di daerah terpencil bisa mencapai Rp35.000–Rp50.000 per tabung, tergantung kondisi geografis dan rantai distribusi.

Pertamina Siap Jalankan Amanah Pemerintah

PT Pertamina menyatakan siap menjalankan penugasan sebagai pelaksana kebijakan LPG satu harga mulai 2026. Sebagai BUMN energi yang telah menjalankan program serupa untuk BBM, Pertamina memiliki pengalaman teknis dan operasional yang memadai untuk menjangkau wilayah terpencil, meski menghadapi tantangan logistik yang besar.

"Kami akan menyesuaikan roadmap distribusi LPG untuk mendukung program ini. Perluasan jaringan agen, pembangunan SPPBE mini, serta penguatan moda transportasi laut dan darat akan menjadi bagian dari persiapan kami," ungkap salah satu pejabat Pertamina dalam keterangan terpisah.

Selain membangun infrastruktur distribusi, Pertamina juga berkomitmen untuk melibatkan masyarakat lokal dalam skema kemitraan, termasuk membuka lapangan kerja baru melalui jaringan pangkalan resmi dan agen LPG di berbagai wilayah terpencil.

Masyarakat di Daerah 3T Menanti Kepastian Harga Wajar

Masyarakat di kawasan terpencil menjadi pihak yang paling berharap terhadap realisasi program LPG satu harga. Selama ini, tingginya harga elpiji menjadi beban tersendiri bagi rumah tangga kurang mampu, terutama yang belum terjangkau jaringan listrik dan masih menggunakan bahan bakar konvensional untuk memasak.

Siti, warga dari Kecamatan Kokas, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, mengatakan bahwa harga LPG 3 kg di wilayahnya bisa mencapai Rp45.000 hingga Rp50.000. "Kalau beli satu tabung LPG, sama saja dengan beli beras 5 kg. Kadang kami pilih pakai kayu bakar," katanya.

Kondisi ini mencerminkan perlunya intervensi negara dalam menjamin keterjangkauan harga energi untuk rakyat kecil, terutama di luar Jawa-Bali. Kebijakan satu harga diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan mengurangi pengeluaran energi dan membuka akses terhadap energi yang bersih dan efisien.

Dukungan Anggaran dan Sinergi Antarinstansi Diperlukan

Agar program ini dapat berjalan optimal, pengamat energi menilai bahwa dukungan anggaran subsidi energi dari APBN serta sinergi antara kementerian/lembaga terkait sangat krusial. Pemerintah pusat harus memastikan adanya alokasi fiskal yang cukup, serta menyusun mekanisme distribusi LPG yang efisien dan akuntabel.

“Kalau hanya mengandalkan Pertamina tanpa dukungan kelembagaan dan fiskal yang memadai, maka akan sangat berat. Pemerintah daerah juga harus dilibatkan untuk memetakan kebutuhan lokal dan titik distribusi,” ujar Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR).

Ia juga mengingatkan bahwa sistem pengawasan dan transparansi data penerima subsidi harus diperkuat agar LPG bersubsidi betul-betul menyasar kelompok yang membutuhkan. Salah satu solusi yang sedang dikembangkan adalah pemanfaatan teknologi digital melalui sistem berbasis NIK untuk pendistribusian LPG 3 kg secara tertutup.

Evaluasi dan Tahapan Implementasi

Meski ditargetkan berlaku penuh pada 2026, pemerintah akan melakukan uji coba terbatas mulai akhir 2025 di beberapa wilayah percontohan. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi kesiapan infrastruktur, sistem distribusi, serta tanggapan pasar terhadap harga baru yang seragam.

Evaluasi ini juga akan menjadi dasar penentuan skema subsidi silang jika diperlukan. Dengan demikian, daerah dengan biaya distribusi tinggi bisa tetap mendapatkan LPG dengan harga wajar, sementara efisiensi di daerah padat penduduk bisa dimaksimalkan untuk menyeimbangkan beban negara.

“Kita tidak ingin kebijakan ini malah menciptakan kekacauan di lapangan karena kesiapan yang tidak matang. Maka pendekatannya akan bertahap dan berbasis bukti,” ujar pejabat Kementerian ESDM dalam keterangan tertulis.

Arah Baru Keadilan Energi

Penunjukan Pertamina sebagai pelaksana program LPG satu harga 2026 menjadi penanda bahwa pemerataan akses energi bukan lagi sekadar wacana, melainkan agenda nyata negara dalam menjamin keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Kebijakan ini bukan hanya soal menyamakan harga, tetapi lebih jauh dari itu—menyatukan hak setiap warga atas energi yang terjangkau, bersih, dan berkelanjutan.

Dengan sinergi yang kuat antara pemerintah, BUMN, dan masyarakat, program ini diharapkan dapat berjalan sukses sebagaimana halnya BBM satu harga, bahkan menjadi model tata kelola distribusi energi masa depan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index