MINYAK

Tekan Harga Minyak Global, Pasar Respon Prospek Geopolitik Lebih Stabil

Tekan Harga Minyak Global, Pasar Respon Prospek Geopolitik Lebih Stabil
Tekan Harga Minyak Global, Pasar Respon Prospek Geopolitik Lebih Stabil

JAKARTA - Harga minyak mentah dunia mengalami penurunan setelah muncul laporan mengenai kemungkinan dimulainya kembali perundingan nuklir antara Amerika Serikat dan Iran. Langkah ini dipandang sebagai upaya meredakan ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah, yang selama ini menjadi salah satu pemicu utama volatilitas pasar energi global.

Penurunan harga ini terjadi setelah Axios, media yang berbasis di AS, mengabarkan bahwa Washington tengah menjajaki inisiatif diplomatik baru dengan Teheran. Upaya ini diyakini sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk menghindari eskalasi konflik dan mengurangi risiko gangguan pasokan minyak dari kawasan Teluk Persia — wilayah yang menyumbang lebih dari 30 persen perdagangan minyak dunia.

Harga Minyak Turun, Sentimen Geopolitik Mereda

Setelah kabar tersebut beredar, harga minyak mentah Brent untuk pengiriman terdekat turun sekitar 1,4 persen menjadi $84,15 per barel. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) juga mencatatkan penurunan hingga mencapai $80,32 per barel.

Kondisi ini menunjukkan bahwa pasar mulai menyesuaikan ekspektasi terhadap potensi pasokan tambahan dari Iran, salah satu produsen minyak utama di dunia yang selama ini menghadapi sanksi keras akibat program nuklirnya.

“Prospek dimulainya kembali pembicaraan nuklir antara AS dan Iran mengurangi kekhawatiran pasar atas kemungkinan gangguan pasokan dari kawasan tersebut. Ini menciptakan ruang stabilitas harga dalam jangka pendek,” ungkap analis komoditas senior dari ING, Warren Patterson.

Iran dan Potensi Kembali ke Pasar Minyak Global

Sejak keluar dari perjanjian nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada 2018, AS di bawah pemerintahan Donald Trump memberlakukan kembali sanksi keras terhadap Iran. Hal ini membuat ekspor minyak Iran turun drastis, dari lebih dari 2 juta barel per hari menjadi di bawah 500.000 barel per hari.

Namun, jika negosiasi berhasil dan kesepakatan baru tercapai, Iran diperkirakan mampu meningkatkan ekspornya secara signifikan. Menurut perkiraan International Energy Agency (IEA), Iran memiliki kapasitas cadangan sekitar 1,5 juta barel per hari yang dapat segera dikembalikan ke pasar dalam waktu relatif cepat.

“Pasar memperkirakan bahwa setiap langkah menuju pelonggaran sanksi terhadap Iran akan membawa tambahan pasokan minyak ke pasar global, yang saat ini tengah mencari keseimbangan antara permintaan dan ketidakpastian geopolitik,” ujar Helima Croft, kepala strategi komoditas di RBC Capital Markets.

Pengaruh Lebih Luas pada Pasar Energi

Penurunan harga minyak sebagai respons terhadap kabar diplomasi ini mencerminkan sensitivitas tinggi pasar terhadap isu-isu politik, terutama yang melibatkan negara-negara produsen utama seperti Iran, Arab Saudi, dan Irak.

Selain itu, kondisi ini juga mencerminkan ketegangan yang sedang terjadi antara keinginan untuk menjaga harga tetap tinggi di kalangan produsen OPEC+, dengan kebutuhan pasar akan pasokan yang stabil dan terjangkau.

“Dengan OPEC+ yang baru-baru ini sepakat memperpanjang pengurangan produksi secara bertahap, tambahan pasokan dari Iran bisa menjadi pengimbang. Namun, pasar masih akan melihat sejauh mana pembicaraan ini dapat berjalan mulus,” kata Giovanni Staunovo, analis komoditas UBS.

Respons AS dan Tujuan Diplomatik yang Lebih Luas

Menurut sumber diplomatik yang dikutip Axios, pendekatan baru ini merupakan bagian dari strategi pemerintahan Presiden Joe Biden untuk menekan inflasi domestik, khususnya harga energi, sambil tetap menjaga jalur diplomatik terbuka.

“Biden ingin menyeimbangkan antara tekanan domestik akibat harga bahan bakar yang tinggi dan komitmen terhadap non-proliferasi nuklir. Jika berhasil, ini bisa menjadi kemenangan diplomatik yang berdampak luas di pasar,” tulis laporan tersebut.

Bagi Washington, keterlibatan kembali dalam dialog nuklir dengan Teheran juga dipandang sebagai cara untuk mengurangi pengaruh Rusia dan China di kawasan tersebut, yang belakangan mulai membangun aliansi ekonomi dan militer dengan Iran.

Prospek Pasar dan Risiko Jangka Menengah

Meski kabar ini memberi angin segar, pasar tetap berhati-hati. Para pelaku industri menilai bahwa negosiasi dengan Iran bisa berlangsung panjang dan penuh dinamika, apalagi mengingat hubungan kedua negara yang kerap memanas.

“Pasar minyak bukan hanya bereaksi terhadap peluang, tetapi juga terhadap kemungkinan kegagalan. Selama belum ada hasil konkret, volatilitas akan tetap tinggi,” kata Vandana Hari, analis dari Vanda Insights.

Selain itu, faktor-faktor lain seperti tren permintaan global yang belum pulih sepenuhnya akibat perlambatan ekonomi Tiongkok dan ketidakpastian pertumbuhan ekonomi global akibat inflasi tinggi, masih menjadi penekan harga di sisi lain.

Pasar Masih Waspada

Walaupun harga minyak turun akibat sentimen positif dari kabar diplomasi AS-Iran, arah ke depan masih penuh ketidakpastian. Potensi tambahan pasokan minyak dari Iran memang bisa membantu meredam lonjakan harga, namun semua tergantung pada realisasi kesepakatan.

Pasar akan terus mencermati perkembangan dialog ini, serta dinamika lainnya yang mempengaruhi keseimbangan pasokan dan permintaan minyak global.

Bagi konsumen energi dunia, terutama negara-negara importir seperti India dan Indonesia, penurunan harga minyak memberikan ruang napas dari tekanan inflasi. Namun, ketidakpastian jangka panjang menandakan bahwa pasar energi akan tetap menjadi ladang spekulasi geopolitik dan ekonomi yang intens.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index