ILMIAH

Menakar Risiko Radiasi dari Smartwatch: Kekhawatiran Publik dan Penjelasan Ilmiah

Menakar Risiko Radiasi dari Smartwatch: Kekhawatiran Publik dan Penjelasan Ilmiah
Menakar Risiko Radiasi dari Smartwatch: Kekhawatiran Publik dan Penjelasan Ilmiah

JAKARTA - Smartwatch atau jam tangan pintar semakin menjadi bagian dari keseharian masyarakat modern. Perangkat ini tak hanya menawarkan kemudahan dalam mengakses notifikasi dari ponsel, tetapi juga hadir sebagai alat pemantauan kesehatan pribadi yang populer. Fitur seperti pengukur detak jantung, pelacak langkah, pemantau tidur, dan pengingat aktivitas fisik membuat jam tangan pintar begitu diminati lintas usia. Namun, di balik fungsinya yang canggih dan serbaguna, muncul kekhawatiran mengenai dampak kesehatan dari paparan radiasi elektromagnetik (EMF) yang dipancarkan oleh perangkat ini.

Kekhawatiran tersebut wajar muncul, terlebih ketika smartwatch digunakan sepanjang hari dan bahkan saat tidur. Banyak orang bertanya-tanya, apakah radiasi dari smartwatch bisa memicu gangguan kesehatan, termasuk risiko kanker, gangguan hormonal, atau bahkan kerusakan jaringan tubuh? Untuk menjawabnya, perlu ditelaah bagaimana radiasi dari perangkat ini bekerja, serta apa kata riset dan lembaga kesehatan dunia.

Radiasi yang dipancarkan oleh smartwatch termasuk dalam kategori non-ionizing radiation. Ini adalah jenis radiasi elektromagnetik dengan frekuensi rendah yang tidak cukup kuat untuk merusak struktur DNA atau sel dalam tubuh manusia. Smartwatch mengandalkan teknologi konektivitas seperti Bluetooth, Wi-Fi, dan dalam beberapa kasus jaringan seluler, untuk menjalankan fungsinya. Semua konektivitas nirkabel ini memancarkan gelombang radio (RF) dalam intensitas yang sangat rendah, jauh di bawah batas yang dianggap berbahaya oleh standar internasional.

Menurut data yang dikutip dari berbagai studi, tingkat radiasi pada smartwatch biasanya hanya sekitar 0,002 hingga 1,15 W/kg, tergantung pada model dan merek yang digunakan. Angka ini berada dalam batas aman yang ditetapkan oleh lembaga seperti Federal Communications Commission (FCC) di Amerika Serikat atau International Commission on Non-Ionizing Radiation Protection (ICNIRP). Sebagai perbandingan, ponsel pintar yang kita gunakan setiap hari bisa memancarkan radiasi hingga 1,6 W/kg.

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa hingga kini tidak ada bukti ilmiah yang konsisten yang menunjukkan bahwa paparan radiasi non-ionizing dalam jumlah rendah seperti dari smartwatch berisiko terhadap kesehatan manusia. Meski begitu, WHO juga menyebutkan bahwa klasifikasi radiasi RF termasuk dalam kategori “mungkin karsinogenik bagi manusia” atau Group 2B, yang artinya ada kemungkinan risiko dalam paparan jangka panjang, namun belum terbukti secara kuat.

Sejumlah riset memang sempat menunjukkan bahwa paparan radiasi RF dalam jangka panjang dapat menyebabkan peningkatan stres oksidatif di dalam tubuh. Kondisi ini berpotensi menyebabkan peradangan atau gangguan fungsi sel. Namun, temuan ini masih lebih banyak berasal dari studi hewan atau uji coba laboratorium dengan intensitas paparan jauh lebih tinggi dari yang dikeluarkan oleh smartwatch.

Dari perspektif regulator dan komunitas medis, pendekatan kehati-hatian tetap menjadi prinsip utama. Bagi individu yang sangat sensitif terhadap gelombang elektromagnetik, kondisi yang dikenal sebagai electromagnetic hypersensitivity (EHS), penggunaan smartwatch mungkin menimbulkan keluhan seperti pusing, kelelahan, atau iritasi kulit. Meskipun sejauh ini belum ada bukti ilmiah yang cukup kuat untuk mengonfirmasi bahwa gejala tersebut disebabkan langsung oleh EMF, keluhan tersebut tetap mendapat perhatian dari kalangan medis.

Sebagai bentuk mitigasi atau upaya pencegahan risiko, pengguna smartwatch dianjurkan untuk menerapkan beberapa langkah bijak dalam pemakaian sehari-hari. Mengurangi waktu pemakaian saat tidak dibutuhkan, mematikan fitur konektivitas saat tidur, dan tidak mengenakan smartwatch terlalu ketat adalah langkah-langkah sederhana namun efektif. Selain itu, memilih perangkat yang telah tersertifikasi memiliki tingkat radiasi rendah juga dapat membantu meredam kekhawatiran.

Produsen smartwatch besar seperti Apple, Samsung, dan Garmin umumnya telah memenuhi standar keamanan yang ketat dalam produk mereka. Mereka juga menyediakan informasi mengenai Specific Absorption Rate (SAR) dari perangkat, meski tidak selalu ditampilkan secara terbuka kepada konsumen. Konsumen yang memiliki kekhawatiran khusus bisa melakukan pengecekan langsung ke situs resmi produsen atau regulator komunikasi.

Dari sisi pengembangan teknologi, produsen smartwatch kini juga mulai memperhatikan aspek kesehatan jangka panjang dari penggunaan perangkat. Inovasi untuk mengurangi intensitas pancaran gelombang dan memperkenalkan mode hemat radiasi menjadi bagian dari strategi produk yang makin human-friendly. Hal ini menunjukkan bahwa risiko kesehatan dari smartwatch bukanlah sesuatu yang diabaikan oleh pelaku industri.

Dalam situasi seperti ini, pemahaman kritis menjadi penting. Kekhawatiran masyarakat terhadap paparan radiasi bukanlah sesuatu yang keliru, namun perlu diseimbangkan dengan pemahaman ilmiah yang akurat. Mengandalkan mitos atau informasi tanpa dasar justru dapat menimbulkan kecemasan yang tidak perlu. Selama digunakan dengan bijak dan sesuai kebutuhan, penggunaan smartwatch masih tergolong aman bagi sebagian besar orang.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa meski terdapat potensi risiko dari paparan radiasi smartwatch, sejauh ini belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa risiko tersebut bersifat serius atau mengancam kesehatan pengguna secara umum. Pemakaian cerdas dan sesuai anjuran tetap menjadi kunci utama. Teknologi yang dimanfaatkan dengan sadar dan bertanggung jawab akan memberikan manfaat maksimal dengan risiko minimal.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index