JAKARTA - Dalam forum bisnis Uganda–Indonesia yang digelar di Jakarta pada Kamis 10 JULI 2025, Wakil Menteri Perdagangan RI, Dyah Roro Esti Widya Putri, menekankan pentingnya pendekatan relasi antarmanusia atau people-to-people relation. Ia menyebutkan bahwa momentum ini lebih dari sekadar pertemuan bisnis, tetapi juga merupakan titik awal strategis untuk mempererat hubungan bilateral kedua negara melalui kemitraan antarpelaku usaha. “Forum ini dilandasi semangat people-to-people relation, yang diharapkan berdampak pada penguatan kemitraan di berbagai sektor,” ujar Dyah Roro saat memberikan sambutan pada pembukaan forum.
Mengedepankan Wajah Manusia dari Diplomasi Ekonomi
Bila selama ini pertemuan bisnis antarnegara sering dipandang sebagai wahana negosiasi dan kontrak formal, Forum Uganda–Indonesia justru memilih menonjolkan dimensi kemanusiaan. Keberadaan tokoh-tokoh kunci seperti Dyah Roro memberikan sinyal bahwa pemerintah menginginkan hubungan usaha dibangun dari kepercayaan dan interaksi antarmanusia. Model ini dipercaya dapat memperdalam kolaborasi, jauh melampaui sekadar pertukaran barang dan jasa.
Pendekatan ini juga menunjukkan bagaimana Indonesia menempatkan soft diplomacy sebagai bagian integral dari strategi lumbung bisnis luar negeri. Dengan menonjolkan aspek personal dan budaya, forum di Jakarta membangun fondasi hubungan yang tidak mudah goyah oleh perubahan politik dan ekonomi global.
Kerja Sama Sektor Diversifikasi, Bukan Sekadar Ekspor-Impor
Forum bisnis ini juga menjadi peluang untuk mengeksplorasi kerja sama di luar perdagangan komoditas tradisional. Uganda terkenal sebagai produsen kopi premium, sayuran, dan buah tropis; sementara Indonesia memiliki keunggulan dalam produk agrikultur, tekstil, dan teknologi rumah tangga. Forum ini diharapkan melahirkan kolaborasi antarpelaku usaha di sektor hilirisasi pertanian, teknologi pangan, serta inovasi produk konsumen.
Dyah Roro menegaskan bahwa upaya ini penting untuk mendorong hubungan bisnis yang berkelanjutan dan saling menguntungkan. Para pelaku usaha dari kedua negara diajak membuka jalur perdagangan baru yang bisa meningkatkan nilai tambah, misalnya melalui perjanjian off-take, joint-venture, atau teknologi transfer dalam pangan dan pertanian.
Pelaku Usaha sebagai Agen Diplomasi Ekonomi
Keunikan Forum Uganda–Indonesia terletak pada keterlibatan langsung pengusaha. Mereka bukan hanya pengamat, melainkan pelaku aktif dalam membentuk kerja sama nyata. Dialog bisnis disertai sesi one-on-one meeting dan pameran produk diharapkan memberikan dampak konkret—dari penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) hingga pemesanan coba produk dan kunjungan kelanjutan ke wilayah produksi masing-masing.
Dengan mengangkat peran pelaku usaha sebagai agen diplomasi ekonomi, forum ini mencerminkan paradigma baru di mana pertumbuhan ekonomi bilateral dibangun dari fondasi bisnis yang inklusif dan partisipatif.
Saling Menguatkan melalui People-to-People Relation
Dyah Roro menyampaikan optimismenya bahwa semangat people-to-people relation bukan hanya jargon protokoler, melainkan landasan nyata untuk membangun kemitraan. Ia menegaskan bahwa interaksi langsung antarpelaku usaha bisa mengurai hambatan budaya, bahasa, dan birokrasi—yang kerap menjadi penghalang kerja sama internasional.
Model semacam ini diharapkan membentuk jaringan pelaku usaha yang saling memahami kebutuhan dan aspirasi, sehingga ketika terjadi persaingan global seperti perang dagang atau pandemi, hubungan bilateral tetap bisa berjalan kokoh.
Fondasi Awal Menuju Kerja Sama Masa Depan
Sebagai langkah awal, forum ini akan dijadikan pijakan untuk serangkaian kegiatan berikutnya: kunjungan delegasi bisnis ke Uganda, pelatihan bisnis bersama, hingga platform digital yang memfasilitasi pertukaran data dan peluang usaha. Pemerintah Indonesia dan Uganda telah bersepakat untuk membentuk task force lintas kementerian yang akan memantau implementasi program berikutnya.
Melalui metode ini, diharapkan kolaborasi tidak berhenti pada pertemuan semata, melainkan terus berlanjut ke tindakan nyata di lapangan, yang dapat merangsang pertumbuhan dagang bilateral secara berkelanjutan.
Harapan dan Tantangan di Depan
Meskipun penuh potensi, hubungan ekonomi Uganda–Indonesia tetap menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah jarak geografis yang cukup jauh dan perbedaan kebijakan bea cukai. Di samping itu, perbedaan kultur dan bahasa dapat memperlambat proses bisnis. Namun, dengan pendekatan kemanusiaan yang intensif dan dukungan resmi dari negara, hambatan-hambatan ini diyakini bisa diatasi.
Dyah Roro optimis bahwa melalui pendekatan people-to-people, pelaku usaha dapat menegosiasi dan menyesuaikan diri berdasarkan pemahaman bersama, membangun kemitraan yang kokoh dan tahan lama.
Membuka Lembaran Baru Diplomasi Ekonomi
Forum Bisnis Uganda–Indonesia membawa paradigma baru dalam diplomasi perdagangan Indonesia. Dengan menempatkan pelaku usaha sebagai garda depan diplomasi, dan menekankan people-to-people sebagai basis hubungan, forum ini membuktikan bahwa fondasi kemitraan global dibangun dari interaksi manusiawi yang mendasar.
Semangat ini bukan hanya menyusun rangkaian acara bisnis, tetapi juga membuka lembaran baru dalam strategi ekonomi luar negeri Indonesia—menuju hubungan bilateral yang tidak hanya bersifat transaksional, tetapi juga holistik dan berkelanjutan. Dalam dewasa ini, peran utama yang dimainkan oleh para pelaku usaha menjadi kunci dalam memetakan masa depan perdagangan global keduanya, membawa manfaat nyata bagi kedua negara serta pelaku usaha di tingkat akar rumput.