Minyak

Harga Minyak Menguat Didukung Sentimen Global

Harga Minyak Menguat Didukung Sentimen Global
Harga Minyak Menguat Didukung Sentimen Global

JAKARTA - Ketegangan geopolitik kembali menjadi katalis utama pergerakan harga minyak dunia. Pada perdagangan Senin, 14 Juli 2025, harga minyak kembali mencatatkan penguatan tipis, memperpanjang tren kenaikan yang sudah berlangsung sejak pekan lalu. Perhatian pasar global saat ini semakin tertuju pada perkembangan sikap Amerika Serikat terhadap Rusia, menyusul serangkaian langkah politik yang diperkirakan akan berdampak langsung terhadap keseimbangan pasokan minyak global.

Mengutip data Reuters, harga minyak mentah Brent crude tercatat naik sebesar 8 sen menjadi US$70,44 per barel. Sementara harga minyak mentah acuan Amerika Serikat, West Texas Intermediate (WTI), turut menguat 5 sen ke level US$68,50 per barel. Angka tersebut memperlihatkan tren kenaikan yang konsisten sejak Jumat sebelumnya, di mana harga minyak sempat melonjak lebih dari 2 persen.

Kenaikan harga minyak ini tak lepas dari kekhawatiran investor mengenai potensi sanksi tambahan yang bakal diberikan Amerika Serikat terhadap Rusia. Langkah tersebut dinilai dapat semakin mempersempit pasokan minyak dunia yang saat ini masih dibayangi berbagai tekanan akibat konflik geopolitik di Eropa Timur.

Pernyataan terbaru dari Presiden AS, Donald Trump, turut mempertebal kekhawatiran tersebut. Trump, yang dijadwalkan menyampaikan pidato resmi terkait Rusia pada Senin, 14 Juli 2025, sehari sebelumnya mengumumkan keputusan pengiriman sistem rudal pertahanan udara Patriot ke Ukraina.

Dalam pernyataannya, Trump menegaskan rasa frustrasinya terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin, mengingat minimnya kemajuan dalam penyelesaian konflik Rusia-Ukraina. Eskalasi serangan dari pihak Rusia ke wilayah perkotaan Ukraina juga menjadi sorotan tajam dari Gedung Putih.

Tidak hanya itu, perkembangan politik di tingkat legislatif AS semakin memperkuat ekspektasi pasar terhadap kemungkinan sanksi tambahan terhadap Moskow. RUU bipartisan mengenai pengetatan sanksi terhadap Rusia mendapatkan dukungan luas di Kongres AS, meski belum mendapatkan pengesahan akhir dari Presiden Trump.

Sikap keras dari negara-negara Barat juga terlihat dari pergerakan Uni Eropa. Sejumlah diplomat mengungkapkan, para utusan Uni Eropa hampir mencapai konsensus untuk menerapkan paket sanksi ke-18 terhadap Rusia. Salah satu poin penting dari paket tersebut adalah rencana penurunan batas harga minyak Rusia di pasar internasional, sebuah langkah yang diperkirakan bakal menekan pendapatan energi negara tersebut secara signifikan.

Namun, di balik sentimen penguatan harga, pasar juga mendapatkan tekanan dari data produksi minyak Arab Saudi. Berdasarkan laporan yang sama, Riyadh dilaporkan telah meningkatkan produksi minyak pada Juni 2025 melebihi kuota yang disepakati bersama negara-negara OPEC+. Arab Saudi tercatat memompa minyak sebanyak 9,8 juta barel per hari, melampaui target produksi yang seharusnya sebesar 9,37 juta barel per hari.

Peningkatan produksi dari eksportir minyak utama dunia ini berpotensi meredam laju kenaikan harga minyak. Para analis menilai bahwa langkah Arab Saudi dapat menjadi upaya untuk menstabilkan pasar global dan mengimbangi kekhawatiran pasar terkait potensi disrupsi pasokan dari Rusia.

Di sisi lain, pelaku pasar juga masih mencermati arah kebijakan OPEC+ ke depannya, terutama menjelang pertemuan rutin berikutnya. Penguatan produksi oleh Arab Saudi di tengah isu sanksi Rusia menambah kompleksitas dinamika pasar energi dunia dalam beberapa waktu ke depan.

“Faktor geopolitik kembali menjadi pendorong utama harga minyak saat ini, namun adanya peningkatan produksi dari Saudi berpotensi menahan lonjakan harga lebih tinggi,” tulis Reuters dalam laporannya.

Meski penguatan harga minyak masih bersifat moderat, volatilitas pasar diperkirakan tetap tinggi, mengingat ketidakpastian arah kebijakan AS terkait Rusia, serta peran OPEC+ dalam menjaga stabilitas pasokan global.

Sejumlah analis memperkirakan, dalam jangka pendek harga minyak akan bergerak dalam kisaran sempit, namun sangat mungkin mengalami lonjakan jika pernyataan resmi dari Trump mengarah pada kebijakan yang lebih agresif terhadap Rusia.

Faktor lain yang turut diperhitungkan oleh investor adalah tren permintaan minyak dunia. Sejumlah indikator menunjukkan adanya pemulihan permintaan terutama dari negara-negara konsumen besar, sejalan dengan tren pemulihan ekonomi pasca-pandemi.

Namun, dengan situasi geopolitik yang semakin memanas dan potensi fluktuasi dari sisi pasokan, pasar minyak diperkirakan tetap berada dalam situasi rentan.

Secara keseluruhan, sentimen pasar minyak saat ini sangat dipengaruhi oleh kalkulasi politik internasional, khususnya hubungan AS-Rusia, serta keputusan strategis dari negara-negara penghasil minyak utama seperti Arab Saudi. Pekan ini diperkirakan akan menjadi periode krusial bagi pasar energi global, tergantung bagaimana pernyataan Trump dan perkembangan kebijakan sanksi akan berjalan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index