KECANTIKAN

Fesyen dan Kecantikan Berpacu Menggoda Konsumen Muda

Fesyen dan Kecantikan Berpacu Menggoda Konsumen Muda
Fesyen dan Kecantikan Berpacu Menggoda Konsumen Muda

JAKARTA - Dalam lanskap ekonomi digital yang serba cepat dan terhubung, tidak ada generasi yang lebih menjadi pusat perhatian pelaku industri dibandingkan Generasi Z (Gen Z). Mereka adalah konsumen muda yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, yang kini bukan hanya aktif berbelanja, tetapi juga secara signifikan membentuk arah tren global, terutama dalam industri fesyen dan kecantikan.

Namun, ketertarikan industri terhadap Gen Z tidak muncul begitu saja. Di balik kampanye marketing yang gencar dan peluncuran produk-produk inovatif, ada alasan kuat mengapa merek-merek besar hingga pelaku UMKM rela berinvestasi besar untuk mendekati kelompok ini.

Gen Z: Lebih dari Sekadar Konsumen, Mereka Adalah Trendsetter

Tidak seperti generasi sebelumnya yang cenderung mengikuti tren, Gen Z adalah generasi pencipta tren. Mereka aktif membentuk wacana gaya hidup di media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube. Platform-platform ini menjadi etalase virtual yang memperlihatkan bukan hanya apa yang mereka beli, tetapi juga bagaimana mereka memaknai nilai dari sebuah produk.

Industri fesyen dan kecantikan pun menyadari hal ini. Mereka tidak hanya menciptakan produk yang “bagus”, tetapi juga membungkusnya dengan narasi yang resonan dengan nilai-nilai Gen Z—seperti keaslian, keberlanjutan (sustainability), inklusivitas, dan identitas diri.

Sebuah laporan McKinsey menyebutkan bahwa Gen Z mengharapkan merek tidak hanya menjual produk, tetapi juga bersikap dan bersuara terhadap isu-isu sosial. Inilah tantangan sekaligus peluang yang ditangkap oleh para pemilik merek yang ingin tetap relevan.

Adaptasi Digital Jadi Kunci

Mengingat Gen Z tumbuh bersama teknologi, pendekatan konvensional jelas tak cukup. Mereka terbiasa dengan pengalaman digital yang mulus, personalisasi tinggi, dan informasi cepat. Oleh karena itu, banyak merek fesyen dan kecantikan memanfaatkan big data dan kecerdasan buatan untuk menyesuaikan produk dan kampanye mereka.

Misalnya, sistem rekomendasi berbasis preferensi individu kini bukan hal baru. Di e-commerce, algoritma akan menampilkan produk-produk yang paling mungkin menarik perhatian pengguna Gen Z. Bahkan banyak brand mengembangkan fitur virtual try-on, yang memungkinkan pelanggan mencoba makeup atau busana secara digital sebelum membelinya.

Perubahan Gaya Belanja: Berbasis Nilai, Bukan Sekadar Harga

Menariknya, meskipun sebagian besar Gen Z adalah pemula di dunia kerja dan belum mapan secara finansial, mereka dikenal sangat kritis dalam mengambil keputusan belanja. Mereka cenderung memilih merek yang memiliki nilai atau filosofi yang sesuai dengan mereka.

Menurut laporan Deloitte, sekitar 77% Gen Z mengaku lebih memilih membeli dari merek yang memiliki komitmen sosial atau lingkungan. Hal ini memaksa pelaku industri untuk bukan hanya berjualan, tetapi juga membangun identitas merek yang kuat dan bermakna.

Inilah mengapa kampanye seperti “Clean Beauty”, “Cruelty-Free”, hingga “Fashion with Purpose” sangat menjamur beberapa tahun belakangan. Mereka bukan sekadar jargon, tetapi upaya membangun koneksi emosional dengan Gen Z yang kini menjadi kekuatan pasar utama.

Strategi Merek untuk Menyasar Gen Z

Banyak merek global maupun lokal mulai menyusun strategi yang secara khusus dirancang untuk menarik perhatian Gen Z. Beberapa pendekatan yang banyak dilakukan antara lain:

Kolaborasi dengan Influencer Gen Z: Banyak brand bekerja sama dengan kreator konten muda yang memiliki pengaruh kuat. Mereka dianggap lebih otentik dan mampu menjangkau komunitas dengan lebih personal.

Peluncuran Produk Edisi Terbatas: Gen Z sangat responsif terhadap rasa eksklusivitas. Koleksi terbatas (limited edition) sering kali berhasil menciptakan antusiasme besar.

Interaksi Real-Time dan Responsif: Merek yang cepat merespons keluhan, pertanyaan, atau sekadar komentar di media sosial cenderung mendapat tempat di hati Gen Z.

Mengadopsi Format Konten Gen Z: Penggunaan meme, filter AR, video pendek bergaya TikTok, dan bahasa yang santai adalah bentuk komunikasi yang mereka hargai.

Potensi Besar, Tapi Tidak Tanpa Tantangan

Meski menjadi pasar yang menjanjikan, Gen Z juga adalah generasi yang paling cepat berubah. Mereka mudah jenuh, tidak loyal terhadap merek tertentu, dan sangat dipengaruhi oleh opini publik online. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi brand untuk terus berinovasi dan tidak terpaku pada pendekatan lama.

Ketidakpastian ekonomi global serta tekanan sosial yang dihadapi oleh generasi ini juga memengaruhi pola belanja mereka. Banyak dari mereka memilih untuk menunda konsumsi jika merasa tidak ada urgensi atau relevansi yang cukup.

Dalam konteks lokal Indonesia, tren ini juga mulai terlihat. Banyak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mulai sadar akan pentingnya menyasar Gen Z. Mulai dari desain produk yang menarik, kampanye media sosial yang interaktif, hingga keterlibatan dalam isu sosial—semuanya menjadi bagian dari upaya untuk menggaet hati generasi muda ini.

Masa Depan Konsumen Dimulai dari Gen Z

Gen Z bukan lagi sekadar “pasar masa depan”, mereka sudah hadir dan membentuk realitas baru dalam industri. Mereka cerdas secara digital, sadar sosial, dan memiliki ekspektasi tinggi terhadap brand yang mereka dukung.

Merek yang berhasil memenangkan hati Gen Z bukanlah yang hanya menjual produk, tetapi yang mampu memahami dan menghormati siapa mereka sebenarnya.

Bagi industri fesyen dan kecantikan, memahami karakter Gen Z bukan hanya tentang mendulang keuntungan—tetapi tentang membangun masa depan yang relevan, bertanggung jawab, dan berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index