JAKARTA - Upaya pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat berpenghasilan rendah kembali terlihat melalui penyaluran bantuan sosial (bansos) berupa sembako tunai. Dengan skema baru yang lebih fleksibel, bansos ini kini hadir dalam bentuk uang tunai sebesar Rp200 ribu per bulan untuk setiap keluarga penerima manfaat (KPM).
Hingga 9 Juli 2025, penyaluran bantuan ini telah menjangkau 18,2 juta keluarga di seluruh Indonesia. Total nilai bantuan yang telah dicairkan mencapai Rp20,26 triliun atau sekitar 97,22 persen dari target 18,8 juta penerima. Angka tersebut menunjukkan percepatan realisasi yang signifikan dalam distribusi bantuan di tengah dinamika ekonomi nasional.
Melalui akun Instagram resminya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari komitmen negara untuk menjamin hak dasar masyarakat miskin. Ia menyampaikan, “Setiap Keluarga Penerima Manfaat (KPM) mendapatkan bansos sebesar Rp200 ribu per bulan.”
Tak seperti skema sebelumnya yang berbentuk barang, kini pemerintah memberikan bantuan langsung dalam bentuk uang tunai. Menurut Sri Mulyani, pendekatan ini bertujuan memberikan keleluasaan kepada keluarga miskin untuk menentukan sendiri jenis kebutuhan pokok yang paling mendesak, sesuai dengan situasi dan preferensi masing-masing.
“Jika sebelumnya bantuan diberikan dalam bentuk beras, kini pemerintah menyalurkannya dalam bentuk uang tunai sebesar Rp200.000 per bulan untuk setiap KPM,” lanjutnya.
Bentuk bantuan ini dianggap lebih responsif terhadap kebutuhan riil masyarakat. Uang tunai memungkinkan penerima membeli berbagai kebutuhan nutrisi seperti daging, sayuran, dan buah-buahan secara langsung, tanpa harus menerima paket sembako yang isinya ditentukan sepihak.
“Bansos ini diharapkan membantu KPM memenuhi kebutuhan nutrisi, seperti beras, daging, buah, dan sayuran,” tulis Sri Mulyani.
Program bansos sembako tunai juga menggambarkan bagaimana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berfungsi sebagai instrumen nyata untuk menjamin kesejahteraan rakyat. Dalam konteks ini, APBN tak sekadar menjadi dokumen fiskal, melainkan sumber daya strategis untuk menjaga stabilitas sosial dan ekonomi.
“Bansos sembako bukan hanya soal pemberian bantuan, tapi juga upaya APBN #UangKita dalam menjamin keberlanjutan kehidupan masyarakat,” imbuh Sri Mulyani.
Dukungan logistik dan administratif penyaluran bansos ini dikelola secara terkoordinasi oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta VII. Dana dari Kementerian Keuangan kemudian disalurkan ke Kementerian Sosial melalui Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial. Selanjutnya, dana tersebut diteruskan ke rekening masing-masing KPM berdasarkan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
Sistem DTSEN sendiri menjadi tulang punggung akurasi penyaluran bantuan. Dengan basis data tunggal yang terus diperbarui, pemerintah memastikan bahwa bantuan benar-benar diterima oleh mereka yang paling membutuhkan.
Melalui keterangan yang sama, Sri Mulyani menyampaikan harapannya agar bansos ini dapat memberi dampak nyata dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat lapisan bawah.
“Semoga bansos ini memberikan banyak manfaat bagi penerima dan membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia,” ungkap Bendahara Negara tersebut.
Dengan penyaluran yang nyaris mencapai target penuh dalam waktu relatif singkat, pemerintah menunjukkan efektivitas koordinasi antar-lembaga dan kemampuan anggaran dalam menjawab tantangan sosial. Skema bantuan langsung tunai ini tidak hanya bersifat jangka pendek, tapi juga menjadi bagian dari strategi jangka panjang untuk membentuk sistem perlindungan sosial yang adaptif dan inklusif.
Bansos sembako tunai sebesar Rp200 ribu per bulan menjadi simbol hadirnya negara dalam setiap aspek kehidupan warganya, terutama mereka yang rentan secara ekonomi. Kebijakan ini juga menjadi bukti bahwa APBN bukan sekadar angka dan pos belanja, melainkan cermin dari keberpihakan dan prioritas pembangunan nasional yang berkeadilan.
Dengan pendekatan yang lebih manusiawi dan berbasis kebutuhan aktual, pemerintah berharap program ini mampu memperbaiki keseimbangan gizi, menjaga ketahanan pangan rumah tangga, serta mendongkrak konsumsi domestik.
Langkah ke depan, transparansi dan akuntabilitas menjadi elemen penting dalam menjaga kepercayaan publik terhadap program bansos ini. Dengan dukungan publik dan pengawasan yang baik, bansos sembako tunai diharapkan terus berlanjut dan berkembang menjadi program bantuan sosial yang lebih tepat sasaran dan berdampak luas.