GAS

Disperindag Kutim Usul Revisi HET Gas Elpiji

Disperindag Kutim Usul Revisi HET Gas Elpiji
Disperindag Kutim Usul Revisi HET Gas Elpiji

JAKARTA - Permasalahan distribusi dan harga gas elpiji bersubsidi 3 kilogram di wilayah Kutai Timur kembali menjadi sorotan. Masyarakat di pelosok kabupaten ini terus menyuarakan keluhan atas tingginya harga jual gas melon, yang kerap kali melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan. Merespons hal tersebut, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) mengambil langkah tegas dengan mengajukan penyesuaian atau penurunan HET ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.

Langkah ini bukan tanpa dasar. Kepala Disperindag Kutim, Nora Ramadhani, menjelaskan bahwa pengajuan tersebut telah dilakukan ke Biro Ekonomi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Namun, realisasi keputusan masih menunggu usulan serupa dari kabupaten dan kota lainnya.

"Baru dua minggu lalu saya usulkan ke Biro Ekonomi (Pemprov Kaltim), di sana masih menunggu usulan kabupaten/kota yang lain, jadi SK Gubernur itu nanti akan menentukan HET se-Kaltim," ujarnya di Sangatta.

Permintaan penyesuaian HET ini didasari oleh kondisi nyata di lapangan. Banyak warga yang tinggal di kecamatan-kecamatan terpencil terpaksa membayar harga yang jauh lebih tinggi dari HET resmi. Padahal, dalam Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Timur No. 500/K.527/2022, HET ditetapkan sebesar Rp21.000 per tabung. Namun, harga tersebut hanya efektif diberlakukan di dua kecamatan utama, yakni Sangatta Utara dan Sangatta Selatan.

Menurut Nora, ketika distribusi menjangkau kecamatan-kecamatan lain yang berada jauh dari pusat kota, biaya logistik menjadi variabel penting yang tak bisa diabaikan. Jarak tempuh, akses jalan, hingga waktu pengiriman menjadi faktor penentu yang meningkatkan beban distribusi bagi para pengusaha.

“Dari Sangatta menuju 18 kecamatan lainnya perlu memperhitungkan biaya distribusi tambahan, yang berdasarkan jarak, waktu dan akses yang ditempuh,” katanya.

Masukan dari para pelaku usaha gas elpiji pun turut diperhatikan. Nora mengungkapkan bahwa harga Rp21.000 per tabung sudah tidak lagi mencerminkan realitas distribusi bahkan untuk wilayah Sangatta sendiri, apalagi di daerah yang lebih jauh.

“Kami mendapat masukan dari pengusaha gas elpiji 3 kilogram, bahwa HET yang Rp21.000 sudah tidak masuk di Sangatta. Kalau kita kan mempertimbangkan kepentingan pengusaha dan masyarakat,” jelasnya.

Ia menekankan pentingnya keseimbangan dalam penetapan HET. Tujuan dari penyesuaian ini bukan semata menaikkan harga, melainkan menciptakan kepastian hukum dan keadilan akses bagi masyarakat, serta menjaga agar para pelaku usaha tetap memperoleh margin keuntungan yang wajar.

“Pertimbangan ini harus saling menguntungkan, baik dari masyarakat maupun pengusaha,” tegasnya.

Pemerintah Kabupaten Kutai Timur kini menyiapkan rincian HET berdasarkan wilayah kecamatan. Dengan rincian tersebut, SK Gubernur nantinya akan menjadi acuan hukum yang kuat, baik untuk konsumen maupun distributor.

“Tidak hanya di Sangatta, nanti di SK juga ada HET gas elpiji 3 kilogram di lokasi terjauh. Kalau tidak salah, HET di kecamatan paling jauh seperti Sandaran sekitar Rp38 ribu per tabung,” kata Nora.

Namun realitas di lapangan menunjukkan harga bisa jauh lebih tinggi. Di Kecamatan Sandaran, masyarakat bahkan harus membayar antara Rp50.000 hingga Rp55.000 per tabung, nyaris dua kali lipat dari HET resmi. Kondisi ini sangat membebani warga di wilayah yang aksesnya terbatas, padahal gas elpiji 3 kilogram adalah kebutuhan harian utama.

Situasi seperti ini mendorong pentingnya pembaruan kebijakan HET berdasarkan kondisi geografis dan biaya distribusi yang nyata. Penyesuaian harga bukanlah semata-mata kenaikan semu, melainkan langkah untuk mencegah kelangkaan pasokan dan menjaga keberlangsungan distribusi hingga ke daerah paling terpencil.

Selain itu, Disperindag Kutim juga menyiapkan mekanisme pengawasan agar penerapan HET benar-benar berjalan sesuai aturan. Dalam rencana yang disampaikan, SK Gubernur nantinya akan mencantumkan sanksi bagi pangkalan atau agen yang menjual gas elpiji di atas HET yang ditetapkan.

“Jadi kenaikan ini memang kesannya memberatkan masyarakat, tetapi juga untuk kepentingan masyarakat sendiri. Dengan perjanjian disaksikan Pertamina, apabila ada pangkalan yang menjual di atas HET maka akan kami tindak,” tegas Nora.

Pernyataan tersebut mencerminkan keseriusan pemerintah daerah dalam menjaga keseimbangan distribusi energi. Di tengah beban ekonomi yang dihadapi masyarakat, terutama di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar), gas elpiji 3 kilogram harus tetap tersedia dengan harga yang adil dan terjangkau.

Usulan yang diajukan oleh Disperindag Kutim juga menjadi cerminan kebutuhan kebijakan berbasis wilayah. Standar harga tunggal untuk seluruh provinsi tidak selalu relevan dengan kenyataan geografis dan infrastruktur distribusi. Oleh karena itu, kebijakan berbasis zonasi atau regionalisasi HET menjadi penting agar tidak terjadi kesenjangan harga yang terlalu mencolok.

Melalui langkah ini, diharapkan distribusi gas elpiji bersubsidi dapat menjangkau semua kalangan masyarakat, tanpa mengorbankan keberlanjutan usaha distributor. Dengan adanya penyesuaian HET yang proporsional dan pengawasan ketat dari pemerintah, keseimbangan antara aksesibilitas, keterjangkauan, dan kelangsungan pasokan dapat terjaga secara adil di seluruh wilayah Kutai Timur.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index