BATU BARA

Saham Grup Alamtri Tangguh di Tengah Tekanan Batubara

Saham Grup Alamtri Tangguh di Tengah Tekanan Batubara
Saham Grup Alamtri Tangguh di Tengah Tekanan Batubara

JAKARTA - Di tengah pelemahan harga batubara global dan penurunan permintaan ekspor, emiten-emiten Grup Alamtri yang dimiliki oleh konglomerat Garibaldi Thohir tetap berupaya memperkuat fondasi bisnis mereka. Ketika sektor batubara mengalami tekanan dari sisi harga dan volume perdagangan, strategi diversifikasi dan pemilihan jenis komoditas menjadi kunci untuk menjaga stabilitas kinerja.

Harga batubara dunia yang kini berada di level US$109,85 per ton mencerminkan tren penurunan yang cukup tajam, dengan koreksi sebesar 12,30% sejak awal tahun. Kondisi ini diperburuk oleh kelebihan pasokan global serta permintaan lesu dari negara konsumen utama seperti China dan India.

China, yang menjadi salah satu pasar ekspor terbesar batubara Indonesia, mencatat penurunan signifikan dalam impor. Bea Cukai China melaporkan bahwa impor batubara dari Indonesia anjlok 30% secara tahunan pada Juni menjadi 11,6 juta ton. Sepanjang paruh pertama tahun 2025, total impor batubara dari Indonesia ke China juga turun 12% menjadi 91 juta ton.

Mengutip laporan Reuters, tren ini dipicu oleh meningkatnya produksi batubara domestik China. Selain itu, penurunan harga batubara dunia membuat produk batubara berkualitas tinggi menjadi lebih kompetitif, sementara batubara kalori rendah seperti yang banyak diproduksi oleh Indonesia mengalami tekanan permintaan.

Kondisi ini memberi tantangan besar terutama bagi PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI), salah satu entitas di bawah Grup Alamtri. Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menjelaskan bahwa penurunan harga global berdampak langsung pada margin keuntungan dan nilai ekspor AADI. Hal ini disebabkan tingginya eksposur ekspor AADI ke pasar China, yang kini sedang mengerem impor batubara kalori menengah dan rendah.

“Tekanan ini semakin besar, mengingat China lebih memprioritaskan batubara kalori tinggi, sementara AADI lebih banyak memproduksi batubara kalori menengah dan rendah,” ujar Ekky.

Laporan keuangan AADI menunjukkan penurunan penjualan ekspor ke China sebesar 37,42% pada kuartal I-2025, yakni dari US$173,63 juta menjadi hanya US$108,66 juta. China kini menjadi negara tujuan ekspor keempat terbesar bagi AADI, setelah India, Malaysia, dan Korea.

Dengan kontrak ekspor yang belum tentu diperpanjang dan potensi penurunan volume pembelian dari China, risiko kehilangan pendapatan menjadi cukup besar bagi AADI. Terlebih lagi, biaya produksi batubara relatif tidak mengalami perubahan yang signifikan, sehingga tekanan terhadap margin semakin kuat.

Namun, tak semua entitas Grup Alamtri terdampak secara seragam. PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) dan PT Alamtri Minerals Indonesia Tbk (ADMR) justru menunjukkan ketahanan yang lebih baik. ADRO, misalnya, telah melakukan langkah diversifikasi ke sektor energi terbarukan. Langkah ini mengurangi ketergantungan terhadap batubara sebagai sumber utama pendapatan.

Data dari laporan keuangan ADRO mengindikasikan bahwa pada kuartal I-2025, perusahaan ini mengekspor batubara ke empat negara Singapura, Korea, Hongkong, dan India tanpa mencantumkan China. Ini menunjukkan adanya langkah mitigasi risiko yang sudah diambil jauh hari.

Sementara itu, ADMR mengandalkan produksi dan penjualan batubara metalurgi, yang digunakan dalam industri baja dan memiliki permintaan yang lebih stabil dibandingkan batubara thermal. Ekky menyebut bahwa hal ini membuat ADMR memiliki daya tahan yang lebih kuat dibandingkan AADI.

“Hal ini membuat ADMR memiliki daya tahan yang lebih baik dibandingkan AADI yang masih mengandalkan batubara thermal sepenuhnya,” ujar Ekky.

ADMR, sama seperti ADRO, juga hanya mengekspor ke negara-negara Asia selain China. Pada kuartal pertama 2025, ekspor mereka hanya tertuju ke Singapura, Korea, Hongkong, dan India.

Dari sisi kinerja, analis Indo Premier Sekuritas Reggie Parengkuan dan Ryan Winipta memproyeksikan bahwa laba bersih ADRO pada kuartal II-2025 akan tumbuh 9% menjadi US$84 juta. Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan volume penjualan batubara kokas hingga 1,5 juta ton atau naik 17% secara kuartalan.

Sebaliknya, AADI diperkirakan akan mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 21% menjadi US$155 juta, disebabkan oleh rata-rata harga jual batubara (average selling price/ASP) yang lebih rendah. Meski demikian, AADI setidaknya bisa mengurangi tekanan dari sisi biaya karena penurunan harga bahan bakar dan pemotongan royalti, yang diproyeksikan memangkas biaya tunai sebesar 4%.

Dalam risetnya, Reggie dan Ryan tetap memberi rekomendasi beli terhadap saham AADI dengan target harga Rp10.000 per saham. Mereka menilai valuasi AADI masih cukup atraktif di tengah tekanan jangka pendek yang dialami.

Sementara itu, ADMR dinilai memiliki potensi mencetak kinerja terbaik di antara ketiga emiten Grup Alamtri. Hal ini tidak hanya didukung oleh portofolio batubara metalurgi, tetapi juga inisiatif ekspansi strategis seperti proyek pengembangan smelter aluminium yang menunjukkan prospek jangka panjang yang menjanjikan.

Dari sisi teknikal, saham ADMR juga menunjukkan potensi penguatan. Target jangka pendek dipatok pada level Rp1.200 per saham, sementara target jangka panjang berada di kisaran Rp1.500 per saham.

Secara keseluruhan, ketiga emiten Grup Alamtri menunjukkan dinamika strategi bisnis yang berbeda dalam merespons tekanan harga batubara global. Di saat AADI menghadapi tekanan besar dari pasar ekspor China, ADRO dan ADMR tampak lebih siap dengan diversifikasi dan fokus komoditas yang lebih tepat sasaran. Strategi-strategi ini menjadi cerminan bagaimana manajemen risiko dan arah bisnis jangka panjang memainkan peran penting dalam ketahanan emiten di tengah gejolak pasar komoditas.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index