Menteri ESDM Bahlil Lahadalia: Pabrik Baterai EV Karawang Bisa Turunkan Impor

Senin, 30 Juni 2025 | 08:06:10 WIB
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia: Pabrik Baterai EV Karawang Bisa Turunkan Impor

JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan optimisme besar terkait kontribusi pabrik baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) yang sedang dibangun di Karawang. Proyek ekosistem industri baterai terintegrasi ini diyakini mampu menekan impor bahan bakar minyak (BBM) Indonesia hingga 300 ribu kiloliter (KL) per tahun, sekaligus mendukung percepatan transisi energi nasional menuju energi bersih dan mandiri.

Potensi Penghematan BBM Melalui Produksi Baterai EV

Dalam acara peletakan batu pertama proyek Ekosistem Industri Baterai Kendaraan Listrik Terintegrasi yang berlangsung di Kawasan Artha Industrial Hills (AIH), Karawang, pada Minggu, 30 Juni 2025, Bahlil secara gamblang memaparkan potensi besar yang bisa dicapai dari pembangunan pabrik baterai ini.

“Ini bisa kita menghemat impor BBM sekitar 300 ribu kiloliter per tahunnya, kalau cuma 15 GWh,” ujar Bahlil, mengacu pada kapasitas produksi baterai tahap awal sebesar 15 gigawatt hour (GWh) per tahun.

Angka tersebut menggambarkan betapa signifikan dampak proyek ini dalam mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil impor yang selama ini menjadi beban ekonomi negara.

Pabrik Baterai Terintegrasi: Langkah Strategis Hilirisasi Industri

Proyek ini merupakan hasil kolaborasi antara beberapa pihak strategis, yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM), Indonesia Battery Corporation (IBC), dan konsorsium China CATL–Brunp–Lygend (CBL). Dengan investasi mencapai sekitar USD 5,9–6 miliar atau sekitar Rp 96 triliun, pabrik baterai ini diharapkan menjadi pusat produksi baterai kendaraan listrik hulu-hilir pertama di Indonesia.

Bahlil menegaskan, “Ini bukan hanya soal produksi baterai, tapi soal bagaimana kita membangun ekosistem industri baterai secara terintegrasi mulai dari tambang, smelter, prekursor, katoda, hingga produk baterai jadi.”

Langkah ini sejalan dengan kebijakan hilirisasi yang digagas pemerintah untuk memaksimalkan nilai tambah sumber daya mineral nasional dan mendorong pengembangan industri strategis berorientasi ekspor dan substitusi impor.

Kapasitas dan Tahapan Produksi

Pada tahap awal, pabrik ini menargetkan kapasitas produksi sebesar 15 GWh per tahun mulai tahun 2026, dengan kemungkinan peningkatan kapasitas di tahun-tahun berikutnya sesuai kebutuhan pasar domestik maupun global.

Menurut data yang disampaikan dalam acara groundbreaking, kapasitas tersebut diproyeksikan mampu memasok kebutuhan baterai untuk kendaraan listrik di dalam negeri, sekaligus mengurangi penggunaan BBM fosil secara signifikan.

Bahlil optimis, “Kalau kita sudah punya kapasitas ini, penggunaan kendaraan listrik akan semakin masif, sehingga konsumsi BBM akan turun drastis.”

Dampak Ekonomi dan Energi Nasional

Pengurangan impor BBM sebesar 300 ribu KL per tahun ini tidak hanya berdampak pada stabilitas neraca perdagangan Indonesia, tapi juga mendukung pengurangan subsidi energi yang selama ini memberatkan anggaran negara.

Menteri ESDM menjelaskan, “Setiap kilo liter BBM yang bisa kita hemat artinya kita mengurangi beban subsidi dan meningkatkan efisiensi anggaran negara. Ini akan sangat berdampak positif bagi pembangunan nasional.”

Selain itu, keberadaan pabrik baterai ini diharapkan membuka lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan penguasaan teknologi dalam negeri, sekaligus menjadi pusat inovasi dalam pengembangan kendaraan listrik.

Mendukung Target Swasembada Energi dan Transisi Energi Nasional

Pembangunan industri baterai kendaraan listrik merupakan bagian integral dari upaya pemerintah mewujudkan swasembada energi dan mempercepat transisi energi bersih sesuai target Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

Bahlil menegaskan, “Dengan adanya ekosistem baterai ini, kita semakin dekat dengan kemandirian energi dan energi yang ramah lingkungan.”

Transisi dari bahan bakar fosil ke energi baru terbarukan (EBT) dan kendaraan listrik merupakan strategi kunci dalam mengurangi emisi karbon dan memenuhi komitmen Indonesia pada Perjanjian Paris serta target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.

Tantangan dan Peluang Ke Depan

Meski potensi besar sudah terlihat, Menteri Bahlil juga mengakui bahwa pengembangan industri baterai EV menghadapi tantangan, terutama dalam hal teknologi, pengembangan sumber daya manusia, serta pengelolaan rantai pasok mineral secara berkelanjutan.

“Ini adalah tantangan bersama antara pemerintah, BUMN, swasta, dan mitra asing untuk bersama-sama mengembangkan teknologi baterai yang efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan,” jelasnya.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah memastikan penggunaan bahan baku dalam negeri yang berasal dari tambang yang dikelola secara bertanggung jawab, serta pengembangan smelter dan fasilitas pendukung lainnya agar rantai produksi baterai semakin kuat.

Sinergi Industri dan Kebijakan Pemerintah

Pembangunan proyek ini juga didukung oleh regulasi dan insentif dari pemerintah untuk mendorong pertumbuhan kendaraan listrik dan infrastruktur pendukung, seperti stasiun pengisian baterai (charging station) dan sistem pengelolaan limbah baterai.

Bahlil menuturkan, “Kita akan terus dorong kebijakan yang mendukung, agar industri baterai dan kendaraan listrik tumbuh secara cepat dan berkelanjutan.”

Sektor kendaraan listrik di Indonesia sendiri menunjukkan tren positif dengan meningkatnya minat konsumen dan produsen dalam beberapa tahun terakhir. Keberadaan pabrik baterai domestik akan menekan biaya produksi dan harga jual kendaraan listrik, membuatnya lebih terjangkau bagi masyarakat.

Harapan dan Komitmen Pemerintah

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral itu mengakhiri pernyataannya dengan optimisme tinggi akan masa depan industri baterai kendaraan listrik di Indonesia.

“Proyek ini adalah langkah besar menuju kemandirian energi kita. Kita ingin Indonesia tidak lagi menjadi konsumen pasif, tapi produsen dan pemain utama dalam rantai nilai global kendaraan listrik,” pungkas Bahlil.

Dengan dukungan penuh pemerintah dan sinergi berbagai pihak, pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik di Karawang diharapkan menjadi tonggak sejarah baru dalam perjalanan Indonesia menuju era energi bersih dan industri yang berdaya saing global.

Proyek Ekosistem Industri Baterai Kendaraan Listrik Terintegrasi di Karawang diprediksi membawa dampak besar bagi pengurangan impor BBM Indonesia hingga 300 ribu kiloliter per tahun. Investasi besar-besaran dan pengembangan kapasitas produksi baterai EV akan mempercepat transisi energi nasional, mengurangi beban subsidi, membuka lapangan pekerjaan, serta mendorong hilirisasi sumber daya mineral. Meski tantangan teknologi dan regulasi masih ada, dukungan pemerintah dan kolaborasi antar sektor diyakini akan mewujudkan visi Indonesia sebagai negara energi mandiri dan produsen baterai EV terkemuka di Asia.

Terkini