JAKARTA - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan kebijakan strategis yang memberikan kesempatan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di daerah untuk mengelola sektor pertambangan. Langkah ini bertujuan untuk mewujudkan keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam dan memberdayakan ekonomi lokal.
Kebijakan Prioritas untuk UMKM Daerah
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, dalam acara peringatan Hari Kewirausahaan di Jakarta pada Selasa 10 JUNI 2025, menegaskan bahwa pemberian izin usaha pertambangan (IUP) akan diprioritaskan untuk UMKM yang layak dan profesional, khususnya yang berada di daerah sekitar lokasi pertambangan. "Kami akan desain untuk UMKM daerah. Contoh, nikel yang ada di Maluku Utara, UMKM yang dapat bukan UMKM dari Jakarta, tapi UMKM yang ada di Maluku Utara," ujar Bahlil.
Bahlil menekankan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mewujudkan cita-cita Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Kriteria UMKM yang Dapat Mengelola Tambang
Untuk memastikan profesionalisme dan keberlanjutan usaha, pemerintah menetapkan beberapa kriteria bagi UMKM yang ingin mengelola sektor pertambangan. Salah satunya adalah modal usaha minimal sebesar Rp10 miliar. Dengan modal tersebut, UMKM diharapkan dapat mengelola usaha tambang secara efisien dan berkelanjutan. "Dengan modal Rp10 miliar, UMKM dapat meraih pendapatan hingga Rp50 miliar, bahkan lebih seiring dengan perkembangan usaha," ujar Bahlil.
Selain itu, IUP yang diberikan kepada UMKM tidak dapat dipindahtangankan dalam bentuk apa pun. Hal ini untuk mencegah praktik alih kelola yang dapat merugikan masyarakat dan memastikan bahwa pengelolaan tambang tetap berada di tangan pelaku usaha lokal yang berkompeten.
Peran Ormas Keagamaan dalam Pengelolaan Tambang
Selain UMKM, organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan juga diberikan kesempatan untuk mengelola sektor pertambangan. Namun, ruang bagi ormas keagamaan tidak hanya terbatas pada lahan eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), tetapi juga terbuka untuk lahan di luar eks-PKP2B. "Dengan undang-undang ini, maka ruang untuk organisasi keagamaan tidak hanya terbatas pada PKP2B, tetapi juga terbuka untuk di luar eks-PKP2B," ujar Bahlil.
Langkah ini diharapkan dapat memperluas peran serta ormas keagamaan dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Langkah Pemerintah Selanjutnya
Pemerintah berencana untuk segera menyelesaikan peraturan pemerintah (PP) yang mengatur lebih rinci mengenai pelibatan UMKM dan ormas keagamaan dalam sektor pertambangan. PP ini akan menjadi dasar hukum bagi pemberian IUP kepada UMKM dan ormas keagamaan, serta menetapkan syarat dan prosedur yang harus dipenuhi.
Selain itu, pemerintah juga akan melakukan inventarisasi terhadap UMKM yang memiliki kapabilitas di bidang pertambangan. Menteri Koperasi dan UKM, Maman Abdurrahman, diminta untuk segera melakukan inventarisasi tersebut agar proses pemberian izin dapat berjalan lancar.
Dampak Positif bagi Ekonomi Daerah
Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah, antara lain:
Peningkatan Pendapatan Daerah: Dengan adanya UMKM lokal yang mengelola sektor pertambangan, pendapatan asli daerah (PAD) dapat meningkat melalui pajak dan retribusi.
Penciptaan Lapangan Kerja: Pengelolaan tambang oleh UMKM dapat membuka peluang kerja bagi masyarakat setempat, mengurangi angka pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan.
Pengembangan Infrastruktur Lokal: Kegiatan pertambangan dapat mendorong pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan fasilitas umum lainnya yang bermanfaat bagi masyarakat.
Pemberdayaan Ekonomi Lokal: UMKM yang terlibat dalam sektor pertambangan dapat mengembangkan usaha mereka, meningkatkan kapasitas produksi, dan memperluas jaringan pasar.
Tantangan dan Solusi
Meskipun kebijakan ini memiliki potensi besar, terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi, antara lain:
Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM): UMKM di daerah mungkin memiliki keterbatasan dalam hal keterampilan dan pengetahuan teknis mengenai pengelolaan tambang.
Solusi: Pemerintah dapat menyediakan pelatihan dan pendampingan teknis untuk meningkatkan kapasitas SDM UMKM.
Akses Pembiayaan: UMKM mungkin kesulitan dalam memperoleh modal untuk memulai atau mengembangkan usaha tambang.
Solusi: Pemerintah dapat bekerja sama dengan lembaga keuangan untuk menyediakan skema pembiayaan yang mudah diakses oleh UMKM.
Kepastian Hukum: Proses perizinan dan regulasi yang kompleks dapat menjadi hambatan bagi UMKM untuk mengakses sektor pertambangan.
Solusi: Penyederhanaan prosedur perizinan dan transparansi regulasi akan mempermudah UMKM dalam memperoleh izin usaha.
Kebijakan pemerintah yang memberikan kesempatan kepada UMKM dan ormas keagamaan untuk mengelola sektor pertambangan merupakan langkah strategis dalam mewujudkan keadilan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat lokal. Dengan dukungan regulasi yang jelas, pelatihan, dan akses pembiayaan, diharapkan kebijakan ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mempercepat pembangunan ekonomi daerah.