PETANI

Petani Lega, Bunga Kopi Mekar Usai Kemarau

Petani Lega, Bunga Kopi Mekar Usai Kemarau
Petani Lega, Bunga Kopi Mekar Usai Kemarau

JAKARTA - Di tengah perubahan iklim yang kian tak menentu, kabar menggembirakan datang dari kebun-kebun kopi di Bener Meriah, Aceh. Setelah melalui musim kemarau panjang yang sempat membuat tanaman layu dan para petani cemas, kini kuncup-kuncup bunga kopi mulai bermunculan di ranting-ranting pohon arabika. Tanda-tanda kehidupan dan hasil panen yang dinanti akhirnya mulai terlihat kembali.

Hujan yang turun dalam beberapa hari terakhir menjadi anugerah tersendiri bagi petani kopi di wilayah dataran tinggi ini. Kondisi tanah yang sebelumnya kering dan pecah akibat kemarau kini kembali lembap. Tanaman-tanaman kopi yang sempat menunjukkan gejala stres dan kerontokan mulai pulih perlahan, menumbuhkan tunas-tunas baru serta bakal bunga yang menjanjikan.

“Alhamdulillah, hujan turun belakangan ini membuat tanaman kopi pulih seperti sedia kala. Syukurnya lagi, pasca diguyur hujan, kuncup-kuncup bunga kopi mulai bermunculan,” ujar Huzzah, seorang petani kopi dari Kampung Blang Tampu, dengan wajah sumringah.

Apa yang dirasakan Huzzah juga dirasakan banyak petani lainnya di kawasan tersebut. Musim kemarau yang berkepanjangan sebelumnya telah menimbulkan kekhawatiran. Tak hanya tanaman kopi terlihat mengering, namun proses pembentukan bunga juga terganggu. Dalam kondisi normal, batang kopi akan mengeluarkan calon bunga yang disebut “sampik mut” sebelum menguncup menjadi bunga putih. Namun cuaca ekstrem yang terlalu panas menyebabkan banyak calon bunga tersebut berubah warna menjadi hitam, kering, dan akhirnya gugur ke tanah.

“Saat cuaca panas, bakal bunga kecil atau sampik mut ada yang menghitam seperti gosong. Namun Alhamdulillah, hujan lekas turun, jadi sebagian besar bakal bunga sudah menguncup. Mudah-mudahan mekar beberapa hari lagi,” kata Huzzah penuh harap.

Mekarnya bunga kopi bukan sekadar penanda fase pertumbuhan tanaman, tapi juga harapan akan panen yang sukses. Bagi petani kopi arabika, seperti di Bener Meriah, keberhasilan bunga menjadi buah adalah penentu utama keberlangsungan ekonomi keluarga. Setiap musim panen yang berhasil dapat membantu memenuhi kebutuhan hidup hingga musim berikutnya. Oleh karena itu, munculnya kuncup-kuncup bunga kopi setelah masa sulit memberikan rasa optimisme yang besar di kalangan petani.

Jika kondisi cuaca tetap mendukung, Huzzah memperkirakan panen berikutnya bisa dilakukan sekitar bulan Februari atau Maret tahun depan. Namun, ia juga menyadari bahwa tantangan belum berakhir. Perubahan iklim yang tidak dapat diprediksi menjadi ancaman nyata yang terus membayangi para petani.

“Namun perubahan iklim akhir-akhir ini sangat berpengaruh pada produktivitas kopi petani. Persentase bunga kopi menjadi buah semakin turun,” ungkapnya.

Hal ini menjadi bukti nyata bagaimana perubahan cuaca ekstrem berdampak langsung terhadap sektor pertanian. Sebagian besar petani masih mengandalkan pola musim yang stabil dalam menentukan waktu tanam, perawatan, hingga panen. Ketika pola tersebut terganggu, seluruh tahapan produksi bisa terdampak, mulai dari hasil panen yang menurun hingga kualitas biji kopi yang tidak maksimal.

Dalam menghadapi kenyataan ini, semangat kolektif dan kekuatan doa menjadi pegangan banyak petani. Harapan akan hasil panen yang baik menjadi motivasi utama untuk terus merawat tanaman mereka dengan sepenuh hati.

“Mari kita doakan bersama, agar bunga-bunga kopi di kebun kita berhasil menjadi buah, supaya ekonomi kita petani selalu stabil,” tutup Huzzah.

Kondisi yang dialami petani di Bener Meriah seakan menjadi gambaran mikro dari tantangan yang kini dihadapi dunia pertanian secara global. Di satu sisi, kebutuhan terhadap komoditas seperti kopi terus meningkat di pasar internasional. Namun di sisi lain, kestabilan produksi semakin sulit dipertahankan akibat gangguan cuaca dan perubahan iklim.

Kopi arabika dari Aceh, termasuk Bener Meriah, selama ini dikenal memiliki cita rasa yang khas dan menjadi salah satu komoditas unggulan ekspor. Oleh karena itu, menjaga kelangsungan produksi kopi bukan hanya penting bagi ekonomi lokal, tetapi juga bagi daya saing kopi Indonesia di pasar global.

Seiring meningkatnya kesadaran akan pentingnya pertanian berkelanjutan, diperlukan dukungan nyata dari berbagai pihak baik pemerintah, lembaga penelitian, hingga pelaku industri untuk membantu petani beradaptasi dengan perubahan iklim. Program edukasi, penyediaan teknologi pertanian, serta dukungan finansial dapat menjadi solusi jangka panjang untuk mempertahankan produktivitas dan kesejahteraan petani.

Namun hingga sistem dukungan tersebut benar-benar menyentuh lapisan paling bawah, petani seperti Huzzah dan rekan-rekannya tetap menggantungkan harapan mereka pada cuaca yang bersahabat, kerja keras yang tak pernah putus, dan kekuatan doa. Dalam kesederhanaan dan ketekunan itulah, semangat pertanian Indonesia terus hidup seperti kuncup-kuncup bunga kopi yang mulai menghiasi ranting di lereng-lereng Bener Meriah.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index