JAKARTA - Upaya memperkuat ekonomi desa tak lagi sekadar retorika. Langkah konkret terus dilakukan pemerintah melalui berbagai sektor, salah satunya lewat penguatan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang berbasis komunitas lokal. Salah satu terobosan terbaru dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia, yang pada Senin, 14 Juli 2025, secara resmi menyerahkan 45 izin edar produk UMKM di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Acara penyerahan ini dilaksanakan di aula Kantor Bupati Manggarai Barat, sebagai bentuk dukungan nyata terhadap peningkatan daya saing dan legalitas produk lokal agar bisa menembus pasar yang lebih luas, baik nasional maupun global.
Mengangkat Potensi Lokal Lewat Legalitas Produk
Produk UMKM yang tersebar di berbagai wilayah desa di NTT sering kali memiliki kualitas dan keunikan yang tidak diragukan, namun terkendala oleh masalah legalitas dan standardisasi. Tanpa izin edar resmi dari BPOM, banyak produk pangan olahan, minuman herbal, maupun kosmetik lokal sulit menembus pasar ritel modern atau mengikuti pengadaan pemerintah.
Oleh karena itu, penyerahan izin edar ini menjadi momen penting yang membuka pintu besar bagi produk-produk lokal NTT untuk berkembang lebih luas. Langkah ini juga mencerminkan komitmen pemerintah dalam membangun ekosistem UMKM yang sehat, kompetitif, dan berbasis kualitas.
Kepala BPOM RI yang hadir dalam acara tersebut menyatakan bahwa pemberian izin edar bukan hanya soal administrasi semata, tetapi juga terkait dengan perlindungan konsumen serta peningkatan kapasitas produksi UMKM. “Izin edar adalah bentuk pengakuan bahwa produk UMKM kita sudah memenuhi standar keamanan, mutu, dan manfaat,” ujarnya.
Selaras dengan Visi Ekonomi Inklusif: One Village One Product
Penyerahan izin edar kepada 45 produk UMKM ini juga erat kaitannya dengan program unggulan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, yakni “One Village One Product (OVOP)”. Program ini mendorong setiap desa di NTT untuk memiliki produk unggulan yang tidak hanya bernilai ekonomi, tetapi juga mencerminkan kearifan lokal, keberlanjutan bahan baku, dan potensi ekspor.
OVOP merupakan pendekatan hilirisasi ekonomi dari desa yang mengedepankan produksi berbasis komunitas dengan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan. Dengan dukungan BPOM, produk desa kini tidak hanya dipasarkan di pasar tradisional, tetapi juga memiliki potensi masuk ke gerai ritel modern, e-commerce, hingga diekspor ke luar negeri.
Pemerintah Dorong Kemandirian Ekonomi Daerah
Pemerintah pusat dan daerah berkomitmen membangun kemandirian ekonomi dari desa sebagai bagian dari strategi pembangunan yang inklusif. Langkah ini tidak terlepas dari tantangan ketimpangan ekonomi yang selama ini menjadi masalah struktural, di mana pertumbuhan ekonomi sering kali terkonsentrasi di wilayah perkotaan.
Dengan pendekatan bottom-up seperti pemberian izin edar kepada produk UMKM desa, pemerintah berupaya menciptakan pemerataan ekonomi serta menciptakan lapangan kerja di wilayah perdesaan. Produk yang telah mendapat izin edar akan lebih mudah mengakses program pembiayaan, pelatihan, dan inkubasi usaha yang selama ini disediakan oleh berbagai kementerian/lembaga.
Selain itu, keberadaan izin edar dari BPOM juga memperkuat posisi tawar UMKM dalam kerja sama dengan distributor besar dan pelaku pasar lainnya, baik lokal maupun nasional.
UMKM NTT: Potensi yang Mulai Diakui
NTT selama ini dikenal sebagai provinsi dengan potensi alam dan budaya yang besar, namun menghadapi tantangan dari sisi infrastruktur dan akses pasar. Melalui program seperti penyerahan izin edar ini, UMKM di NTT mulai mendapat perhatian lebih serius sebagai pilar ekonomi daerah.
Produk-produk yang mendapat izin edar berasal dari berbagai sektor, termasuk pangan olahan, minuman rempah, herbal lokal, kosmetik berbahan alam, dan produk tradisional lainnya. Banyak di antaranya merupakan produk khas daerah seperti kopi bajawa, minyak kemiri, hingga jamu tradisional berbasis tanaman endemik.
Dengan legalitas produk yang semakin kuat, pelaku UMKM diharapkan tidak hanya meningkatkan skala produksinya, tetapi juga mampu membangun merek (branding) dan menjalin kerja sama lebih luas dengan pelaku industri lainnya.
Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci
Penyerahan izin edar oleh BPOM di NTT ini juga menunjukkan pentingnya kolaborasi lintas sektor. Dalam pelaksanaannya, proses fasilitasi izin edar melibatkan kerja sama antara BPOM, dinas kesehatan daerah, dinas perdagangan, dinas koperasi dan UMKM, serta akademisi dan pendamping lokal.
Selain itu, pelatihan terkait cara produksi pangan yang baik (CPPOB), sanitasi, pengemasan, dan pelabelan menjadi bagian dari proses sebelum izin edar diberikan. Hal ini memastikan bahwa produk yang beredar benar-benar memenuhi standar kesehatan dan mutu, serta aman dikonsumsi.
Langkah-langkah seperti ini memperlihatkan bahwa pembinaan UMKM tidak bisa hanya dilakukan secara sepihak, melainkan harus menyeluruh dan terintegrasi dalam satu kerangka pembangunan ekonomi daerah.
Membangun Fondasi Ekonomi Daerah yang Berkelanjutan
Dengan penyerahan 45 izin edar oleh BPOM di Manggarai Barat, pembangunan ekonomi berbasis desa kini memiliki fondasi yang lebih kuat. Legalitas menjadi aspek krusial dalam membangun daya saing jangka panjang bagi pelaku UMKM lokal.
Momentum ini harus dijaga dan dikembangkan dengan dukungan lanjutan berupa akses pembiayaan, pelatihan bisnis, promosi produk, dan infrastruktur distribusi. Pemerintah daerah diharapkan juga aktif dalam mendorong sinergi antar desa dan membangun ekosistem pasar yang mendukung produk lokal.
Penyerahan izin edar produk UMKM oleh BPOM di NTT bukan hanya seremoni administratif, melainkan langkah strategis yang berdampak langsung pada penguatan ekonomi desa. Dukungan terhadap program “One Village One Product” dan kemandirian ekonomi dari desa menjadi sinyal positif bahwa arah pembangunan kini semakin menempatkan rakyat sebagai pelaku utama pertumbuhan ekonomi.
Jika konsistensi dalam membina dan mengembangkan UMKM daerah terus dijaga, maka tidak menutup kemungkinan NTT akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi baru di kawasan timur Indonesia, berbasis pada potensi lokal yang berdaya saing global.