JAKARTA - Langkah strategis penggabungan sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor konstruksi kembali menjadi fokus Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Agenda merger BUMN Karya yang sempat tertunda kini akan kembali dilanjutkan pada paruh kedua tahun 2025, sebagai bagian dari upaya pembenahan struktur keuangan dan optimalisasi peran perusahaan pelat merah di sektor infrastruktur.
Menurut Direktur Utama BPI Danantara, Eddy Abdurrahman, pihaknya kini berada dalam fase pematangan skema dan desain restrukturisasi yang akan menjadi dasar pelaksanaan merger. Ia menegaskan bahwa rencana tersebut tidak berhenti di atas kertas, tetapi memang sedang digarap secara serius untuk dapat direalisasikan dalam waktu dekat.
“Rencana merger BUMN Karya itu masih berjalan dan akan kami lanjutkan pada semester II tahun ini,” ujar Eddy dalam sebuah pernyataan resmi. “Kami sedang siapkan restrukturisasi dan desain mergernya, termasuk pembentukan strategic holding.”
BPI Danantara sebelumnya telah mendapatkan mandat dari pemerintah untuk melakukan transformasi fundamental terhadap BUMN-BUMN di sektor konstruksi. Langkah ini tak lepas dari berbagai tantangan yang dihadapi sektor tersebut, mulai dari utang yang menumpuk hingga proyek-proyek yang tidak kunjung memberikan imbal hasil optimal.
Salah satu pendekatan yang kini ditempuh adalah pembentukan strategic holding untuk mengonsolidasikan entitas-entitas BUMN Karya. Dengan model ini, diharapkan proses pengambilan keputusan dan manajemen risiko dapat dilakukan lebih terpusat dan efisien.
“Kalau merger-nya dilakukan, tentu menjadi bagian dari pembentukan strategic holding yang kami siapkan. Kami ingin integrasi ini nantinya memperkuat struktur permodalan dan meningkatkan efisiensi operasional,” tambah Eddy.
Terdapat sejumlah perusahaan yang disebut-sebut masuk dalam skema merger tersebut, seperti PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT PP (Persero) Tbk, PT Adhi Karya (Persero) Tbk, dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Masing-masing memiliki proyek besar dan portofolio konstruksi yang luas, namun juga menghadapi beban utang yang signifikan.
BPI Danantara pun tengah menjajaki sejumlah opsi untuk memastikan integrasi ini tidak hanya sekadar administrasi penggabungan, melainkan menjadi momentum restrukturisasi keuangan secara menyeluruh. Hal ini penting agar hasil akhir merger bukan sekadar penumpukan masalah yang tersebar, tetapi menjadi entitas yang benar-benar lebih kuat secara fundamental.
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara, Erick Thohir, juga pernah mengemukakan wacana pembentukan infrastruktur holding sebagai solusi atas kinerja BUMN Karya yang belum optimal. Menurutnya, kolaborasi melalui konsolidasi usaha menjadi kunci mempercepat pembangunan infrastruktur nasional dengan dukungan keuangan dan manajemen risiko yang lebih baik.
Selain merancang skema merger, BPI Danantara juga memperhatikan keberlanjutan proyek-proyek yang telah berjalan. Salah satu kekhawatiran terbesar dalam proses merger ini adalah kemungkinan terganggunya pekerjaan konstruksi yang masih berlangsung. Untuk itu, perusahaan mengaku akan memprioritaskan kesinambungan operasional agar tidak mengganggu kepentingan publik dan mitra kerja.
“Dalam menyusun desain merger ini, kami tidak hanya bicara dari sisi perusahaan, tapi juga mempertimbangkan dampaknya terhadap proyek yang sedang berjalan, tenaga kerja, hingga mitra penyedia barang dan jasa,” jelas Eddy.
Ia menambahkan, dalam waktu dekat, pihaknya akan terus melakukan koordinasi dengan Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan para pemangku kepentingan lainnya guna memastikan rencana tersebut dapat dijalankan secara menyeluruh dan terstruktur.
Sementara itu, pengamat ekonomi dan kebijakan publik menilai bahwa proses merger BUMN Karya perlu diiringi dengan reformasi tata kelola yang menyeluruh. Pasalnya, beberapa proyek infrastruktur strategis selama ini kerap bermasalah dalam hal pembiayaan maupun realisasi di lapangan.
“Menggabungkan entitas besar bukan hanya soal administrasi dan aset, tapi juga kultur manajemen, efisiensi, dan transparansi. Tanpa reformasi tata kelola, merger hanya akan menunda masalah, bukan menyelesaikannya,” ujar seorang analis dari lembaga riset ekonomi nasional.
Meski begitu, jika proses ini dijalankan secara matang dan inklusif, merger BUMN Karya diyakini akan menjadi langkah signifikan dalam memperkuat sektor konstruksi nasional, sekaligus mengurangi beban fiskal negara dalam jangka panjang.
Sejauh ini, belum ada rincian final terkait entitas mana saja yang akan melebur dalam struktur holding yang baru, namun BPI Danantara menegaskan bahwa prosesnya bersifat terbuka dan berbasis pada prinsip kehati-hatian.
“Seluruh proses akan dilakukan secara bertahap, dengan mempertimbangkan kesiapan masing-masing entitas dan aspek legalnya. Kami tidak ingin terburu-buru karena ini menyangkut kepentingan jangka panjang negara,” pungkas Eddy Abdurrahman.
Dengan adanya rencana lanjutan merger BUMN Karya ini, harapan pun kembali mengemuka agar sektor konstruksi nasional dapat bangkit lebih kuat. Bila berjalan mulus, langkah ini akan menjadi babak baru dalam transformasi BUMN Indonesia menuju era yang lebih kompetitif dan berkelanjutan.