PERBANKAN

Kiprah LPS Jaga Stabilitas Perbankan

Kiprah LPS Jaga Stabilitas Perbankan
Kiprah LPS Jaga Stabilitas Perbankan

JAKARTA - Dalam menjaga kestabilan sistem keuangan nasional, tidak banyak pihak yang menonjol di permukaan. Namun di balik layar, peran lembaga seperti Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sangat vital. Salah satu tokohnya adalah Didik Madiyono, Anggota Dewan Komisioner LPS Bidang Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank, yang telah mengawal transformasi lembaga ini selama lebih dari satu dekade.

Didik menjadi salah satu figur sentral dalam upaya LPS memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan. “Berbagai langkah strategis telah kami lakukan untuk memperkuat kredibilitas LPS sebagai lembaga yang memberikan rasa aman bagi nasabah dan menjaga stabilitas sistem perbankan,” ujarnya.

Salah satu gebrakan besar yang dilakukan LPS adalah mempercepat proses pembayaran klaim simpanan nasabah. Dulu, proses tersebut memakan waktu hingga 90 hari. Kini, berkat penerapan strategi rekonsiliasi dan verifikasi (rekonver) sejak tahap uji tuntas, pembayaran 70–80% dari simpanan yang layak bayar dapat dilakukan hanya dalam lima hari kerja.

Transformasi digital juga menjadi fokus LPS, salah satunya melalui penerapan Single Customer View (SCV). Sistem ini memungkinkan pelaporan data penjaminan simpanan secara menyeluruh berbasis nasabah, sehingga informasi mengenai simpanan dapat diakses secara cepat dan akurat. Hal ini mempermudah penetapan simpanan yang layak dibayarkan. Sistem SCV telah diwajibkan bagi seluruh bank umum, baik konvensional maupun syariah, dan mulai diimplementasikan secara bertahap pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS).

SCV merupakan langkah penting dalam meningkatkan efisiensi kerja LPS, sekaligus memperkuat pengawasan terhadap dana masyarakat. Untuk tahap awal, pelaporan SCV telah dilakukan oleh 73 BPR/BPRS. Dengan data yang lebih terstruktur dan akurat, LPS mampu bertindak lebih cepat dan tepat sasaran dalam melindungi simpanan nasabah.

LPS juga terus memperkuat fondasi hukumnya, terutama di sektor keuangan syariah. Melalui Komite Syariah, lembaga ini turut mendorong lahirnya fatwa-fatwa dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang menjadi dasar legal pelaksanaan fungsi penjaminan dan resolusi bank syariah. Didik menjelaskan, “Fatwa-fatwa tersebut memberikan legitimasi bagi LPS dalam menjalankan fungsinya di sektor syariah, sekaligus memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap perlindungan dana mereka di bank syariah.”

Beberapa fatwa penting yang mendasari peran LPS antara lain Fatwa DSN-MUI No. 118/DSN-MUI/II/2018 dan Fatwa DSN No. 130/DSN-MUI/X/2019, serta fatwa yang tengah disusun terkait program restrukturisasi perbankan syariah.

Dalam konteks penyelamatan bank, LPS juga telah menunjukkan kinerja signifikan. Salah satu contohnya adalah penyelamatan BPR Indramayu Jabar (BIMJ) melalui mekanisme debt-to-equity swap senilai Rp25 miliar. Langkah ini memungkinkan penghematan hingga Rp125 miliar, dibandingkan jika BPR tersebut dilikuidasi dan LPS harus membayar klaim kepada seluruh nasabah. Hasilnya, BIMJ kembali sehat dan mampu mencetak laba hingga Rp4 miliar, bahkan tanpa pemutusan hubungan kerja.

Didik menegaskan, likuidasi akan menjadi opsi terakhir. Sebisa mungkin, LPS akan mencari jalan penyelamatan seperti purchase and assumption (P&A) atau akuisisi oleh investor, baik dari bank umum maupun BPR/BPRS, dengan tetap berlandaskan regulasi yang berlaku.

Dalam jangka menengah, arah kebijakan LPS dirancang melalui Peta Strategi 2022–2026, yang terdiri dari tiga pilar utama: peningkatan efektivitas penjaminan dan resolusi, penguatan kelembagaan berbasis transformasi digital, serta edukasi publik. LPS berkomitmen untuk terus memperluas akses informasi lewat kanal digital dan memperkuat kehadirannya secara fisik melalui kantor perwakilan di berbagai daerah seperti Medan, Makassar, dan Surabaya.

Dari sisi infrastruktur teknologi, LPS mengimplementasikan Integrated Core System (ICS), memperkuat pusat data, serta menyusun cetak biru teknologi informasi yang andal. Standarisasi proses bisnis juga dilakukan melalui sertifikasi ISO 27001 untuk keamanan informasi dan ISO 37001 untuk sistem manajemen anti-penyuapan.

Perkembangan ekosistem bank digital juga menjadi perhatian tersendiri. Meski diakui sebagai keniscayaan dalam era keuangan modern, LPS tetap menekankan pentingnya kehati-hatian dan pengawasan yang memadai. Didik memastikan, prinsip penjaminan LPS tetap berlaku secara adil untuk seluruh nasabah, termasuk pengguna bank digital.

Kriteria kelayakan penjaminan ini dikenal sebagai prinsip 3T: Tercatat dalam pembukuan bank, Tidak melebihi tingkat bunga penjaminan, dan Tidak terindikasi melakukan pelanggaran hukum yang merugikan bank.

“LPS memastikan bahwa prinsip-prinsip penjaminan simpanan tetap berlaku secara adil, termasuk bagi nasabah bank digital, selama memenuhi kriteria yang ditetapkan,” tutur Didik.

Penutup dari semua langkah tersebut, menurut Didik, adalah kepercayaan publik. Kolaborasi erat dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus dijalin untuk memastikan keseimbangan antara inovasi dan kehati-hatian dalam sektor keuangan. “Tujuan akhirnya tetap sama: nasabah merasa aman, apapun bentuk bank tempat mereka menyimpan dananya,” pungkasnya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index