Properti

Saham Properti Diskon Besar: Peluang Investasi

Saham Properti Diskon Besar: Peluang Investasi
Saham Properti Diskon Besar: Peluang Investasi

JAKARTA - Sektor properti Indonesia saat ini tengah mencatat valuasi yang sangat rendah jika dibandingkan dengan catatan historisnya. Harga saham emiten properti dipandang oleh sejumlah analis sebagai kesempatan langka yang jarang muncul, karena diskon yang terjadi terhadap nilai wajar (RNAV) mencapai angka yang ekstrem. Meski demikian, kondisi fundamental perusahaan tetap menunjukkan kekuatan dan optimisme bahwa sektor ini akan kembali bangkit.

Menurut riset terbaru dari Maybank Sekuritas Indonesia, penurunan suku bunga acuan dan tingkat imbal hasil obligasi pemerintah yang terus melandai menjadi faktor utama yang mendorong sentimen positif di pasar properti. Kevin Halim, analis Maybank Sekuritas, menjelaskan bahwa imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun kini berada di level 6,4%, jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2019. Sementara itu, suku bunga acuan Bank Indonesia masih dipertahankan di 5,25%, dengan perkiraan pemangkasan hingga 4,75% di akhir 2025.

Secara historis, harga saham properti memiliki korelasi negatif dengan suku bunga. Artinya, ketika suku bunga turun, harga saham properti cenderung naik. Namun anehnya, meskipun kinerja penjualan dan laba perusahaan properti terus mencetak rekor baru, harga saham sektor ini masih belum mampu kembali ke level tahun 2019.

Diskon Valuasi yang Belum Pernah Terjadi Sebelumnya

Secara rata-rata, saham-saham properti masih diperdagangkan sekitar 30% di bawah harga yang tercatat pada 2019. Bahkan, rasio Price to Book (P/B) sektor turun drastis dari 1,3 kali menjadi hanya 0,6 kali, menandakan penurunan valuasi yang signifikan. Diskon terhadap RNAV mencapai angka 75% sampai 86%, yang belum pernah terjadi sepanjang sejarah.

Kevin Halim menilai bahwa penurunan ini tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi fundamental emiten properti. Penurunan Return on Equity (ROE) dari 11,1% di 2019 menjadi 8,5% di 2025 diperkirakan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi, namun gap valuasi saat ini dianggap terlalu besar dan berlebihan.

Summarecon Agung Jadi Primadona di Sektor Properti

Di antara berbagai emiten properti yang dikaji oleh Maybank Sekuritas, Summarecon Agung (SMRA) muncul sebagai pilihan utama untuk investor. Perusahaan ini sedang menjalankan rencana divestasi lahan non-inti di Bali kepada BUVA, yang dinilai dapat memperkuat posisi keuangannya.

Proyek-proyek unggulan SMRA, terutama di kawasan Summarecon Serpong, menunjukkan angka pre-sales yang solid dan tingkat serapan yang sehat, walaupun kondisi ekonomi secara umum masih penuh tantangan. SMRA juga memiliki sensitivitas laba yang tinggi terhadap penurunan suku bunga, karena posisinya yang relatif memiliki utang lebih besar dibandingkan kompetitor seperti BSDE, PWON, dan CTRA.

Harga saham SMRA sudah terkoreksi hingga 55% dari level 2019, jauh lebih dalam dibandingkan penurunan BSDE (-30%), PWON (-33%), dan CTRA (-4%).

Pertumbuhan Pre-Sales yang Stabil Menjadi Sinyal Positif

Data menunjukkan bahwa di tengah ketidakpastian ekonomi global, sektor properti Indonesia tetap menunjukkan pertumbuhan pre-sales yang positif. Pada kuartal II 2025, pre-sales tumbuh 2% secara tahunan mencapai Rp 6,79 triliun, dan secara kumulatif semester I tumbuh 1,3% menjadi Rp 13,59 triliun. Angka ini sudah hampir mencapai 48% dari target tahunan yang dipatok oleh Maybank Sekuritas.

Kevin Halim memperkirakan pre-sales akan tumbuh 6% secara tahunan pada 2025, mencetak rekor tertinggi baru. Proyek-proyek besar seperti BSD City dan Summarecon Serpong tetap menunjukkan tingkat penyerapan yang kuat.

Kebijakan Suku Bunga KPR Tidak Mengganggu Permintaan End-User

Meski sempat terjadi kenaikan suku bunga KPR oleh BCA pada Juni 2025, langkah tersebut dikembalikan ke tingkat sebelumnya pada Agustus, terutama untuk tenor 3 dan 5 tahun. Tenor yang lebih panjang seperti 8 dan 10 tahun memang masih relatif tinggi, namun Kevin memandang hal ini tidak akan berpengaruh besar terhadap permintaan dari pembeli rumah end-user.

Saham Properti Indonesia Termurah di Asia Tenggara

Dari sisi valuasi, saham properti Indonesia diperdagangkan dengan forward Price to Earnings (P/E) 12 bulan sebesar 7 kali, menjadikannya salah satu yang termurah di kawasan Asia Tenggara. Selain itu, posisi keuangan emiten juga relatif sehat, dengan kas yang mencapai 50%–75% dari kapitalisasi pasar.

Diskon terbesar terhadap RNAV juga masih dimiliki oleh SMRA sebesar 86%, disusul oleh BSDE (83%), PWON (76%), dan CTRA (75%). Kevin menegaskan, dengan valuasi yang sedemikian rendah dan prospek penurunan suku bunga lebih lanjut, sektor properti Indonesia merupakan peluang investasi yang sangat menarik dan tidak boleh diabaikan.

Rekomendasi Saham Properti Maybank Sekuritas

Dalam risetnya, Maybank Sekuritas memberikan rekomendasi beli pada saham-saham berikut dengan target harga yang menjanjikan:

BSDE: target harga Rp 1.050

CTRA: target harga Rp 1.300

PWON: target harga Rp 580

SMRA: target harga Rp 640 per saham

Kesimpulannya, bagi investor yang mencari peluang di pasar saham dengan risiko terukur dan potensi pertumbuhan, sektor properti Indonesia saat ini menawarkan valuasi yang sangat menarik dengan dukungan fundamental yang kuat. Penurunan suku bunga yang diperkirakan akan berlanjut di sepanjang tahun 2025 juga menjadi katalis positif yang bisa memicu kebangkitan saham-saham properti di pasar modal.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index