JAKARTA - Pembangunan MRT Jakarta fase 2A terus berjalan meski menghadapi beragam tantangan teknis dan non-teknis, termasuk adanya cagar budaya di kawasan Glodok. Jalur bawah tanah sepanjang sekitar 5,8 kilometer ini mencakup stasiun-stasiun strategis, seperti Thamrin, Monas, Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, Glodok, dan Kota. Pekerjaan konstruksi di lokasi yang bersinggungan dengan cagar budaya mengharuskan MRT Jakarta mematuhi regulasi khusus agar situs bersejarah tetap terlindungi.
Pelaksana Tugas (Plt) Corporate Secretary PT MRT Jakarta (Perseroda), Ahmad Pratomo, menegaskan, “Regulasi untuk penanganan benda cagar budaya itu tidak boleh dilanggar. Ini menjadi salah satu perhatian utama dari MRT Jakarta dalam melakukan konstruksi di area tersebut.” Dengan protokol yang ketat, proyek dapat berjalan sambil tetap menjaga nilai sejarah kawasan.
Selain tantangan cagar budaya, proyek fase 2A juga menghadapi hambatan dari sisi teknis, seperti pembangunan kereta, persinyalan, serta koordinasi dalam proses tender. Terlebih, pendanaan proyek yang bersumber dari pinjaman Pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) menuntut kepatuhan prosedur yang ketat. “Misalnya proses tender kereta, ternyata ada isu. Jadi ada waktu-waktu (tantangannya) non teknikal,” kata Pratomo, yang akrab disapa Tomo.
- Baca Juga JNE Karawang Perluas Layanan
Progres Pembangunan dan Prioritas Stasiun
Hingga saat ini, progres pembangunan MRT Jakarta fase 2A telah mencapai 51 persen, melampaui target awal sebesar 50 persen. Pengerjaan paling maju berada di kawasan Thamrin hingga Monas, yang dimulai lebih awal dibanding stasiun lain. Tomo menambahkan, pengerjaan di area ini tidak hanya dilakukan di bawah tanah, tetapi juga melibatkan aktivitas di permukaan, termasuk penggunaan alat-alat berat dan interaksi dengan arus lalu lintas.
Meski ada risiko kemacetan di sekitar lokasi proyek, MRT Jakarta bekerja sama dengan Dinas Perhubungan untuk melakukan rekayasa lalu lintas. Perencanaan dilakukan agar pagar-pagar konstruksi tidak mengurangi jumlah lajur jalan, sehingga aktivitas masyarakat tetap lancar meski proyek berlangsung.
Komunikasi Publik dan Kesadaran Masyarakat
MRT Jakarta aktif menginformasikan dampak konstruksi kepada masyarakat melalui berbagai saluran, baik daring maupun luring. Informasi disebarkan melalui akun media sosial resmi serta media luar ruang, seperti LED di sejumlah jalan, agar warga tetap waspada terhadap ruas jalan yang terdampak pekerjaan. Strategi komunikasi ini membantu mengurangi potensi gangguan mobilitas dan menjaga hubungan baik dengan masyarakat.
Ekspansi Jalur dan Integrasi Moda Transportasi
Fase 2A dari Bundaran HI hingga Kota menjadi bagian dari pengembangan lebih luas. Fase 2B akan memperluas layanan hingga Mangga Dua dan Ancol, sementara koridor timur-barat tengah dikaji untuk perpanjangan dari Tomang hingga Medan Satria. Selain itu, rencana koridor dari Fatmawati ke Taman Mini juga tengah dalam tahap studi kelayakan.
Tomo menekankan pentingnya kajian kelayakan sebelum pembangunan, termasuk kemungkinan rute alternatif agar proyek tetap layak dijalankan. Pengembangan jalur ini diharapkan meningkatkan konektivitas transportasi publik Jakarta dan mendukung mobilitas warga yang lebih efisien.
Transit Oriented Development (TOD) dan Pengembangan Stasiun
Konsep TOD menjadi fokus pengembangan beberapa stasiun MRT Jakarta, termasuk Bundaran HI dan Blok M. Stasiun Bundaran HI akan memiliki ‘extended concourse’, yaitu area pemeriksaan, pembelian tiket, dan akses ke lantai bawah. Penambahan pintu masuk di sekitar Plaza Indonesia akan memperkuat konsep vibrant urban space, menghubungkan pusat belanja, perkantoran, dan moda transportasi publik.
Di Blok M, MRT Jakarta mengembangkan konsep ‘Ultimate Blok M’ berbasis mixed-use. Proyek ini mencakup gedung perkantoran, perbelanjaan, hunian, dan integrasi skybridge untuk mempermudah pergerakan pejalan kaki. TOD ini dirancang agar pengguna dapat berpindah antar moda transportasi dengan mudah, mendukung mobilitas lancar dan mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi.
Konektivitas Masa Depan dan Kolaborasi
MRT Jakarta juga menjajaki integrasi dengan LRT Taman Mini Indah Indonesia (TMII) dan menggandeng PT Bumi Serpong Damai Tbk (Sinar Mas Land) untuk potensi perpanjangan jalur Lebak Bulus–Serpong, Tangerang Selatan. Meski masih dalam tahap kajian kelayakan, langkah ini menunjukkan komitmen MRT Jakarta dalam memperluas jaringan transportasi publik yang terintegrasi.
Tujuan utama pengembangan ini adalah menciptakan perjalanan harian yang lebih nyaman, lancar, dan terkoneksi. Integrasi antar moda, penataan pedestrian deck, skybridge, dan fasilitas TOD menjadi kunci agar masyarakat memiliki opsi transportasi publik yang efisien dan menarik.
Pembangunan MRT Jakarta fase 2A menegaskan bahwa proyek transportasi besar di perkotaan bukan sekadar konstruksi, tetapi juga pengelolaan tantangan teknis, regulasi, dan sosial. Dengan progres 51 persen, penanganan cagar budaya, serta penerapan konsep TOD, MRT Jakarta terus bergerak untuk meningkatkan mobilitas warga, memperkuat konektivitas antar wilayah, dan mendorong penggunaan transportasi publik yang terintegrasi. Meski membutuhkan waktu dan pendekatan bertahap, proyek ini diharapkan menjadi tulang punggung mobilitas Jakarta masa depan.