JAKARTA - Dalam upaya mendorong pengelolaan sampah yang berkelanjutan berbasis ekonomi sirkular, PT Freeport Indonesia (PTFI) membangun tiga Rumah Kompos di wilayah Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Program ini merupakan bagian dari inisiatif Waste for Waste, sebuah program inovatif PTFI untuk mengatasi permasalahan sampah organik sekaligus menciptakan dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar.
Tiga Rumah Kompos tersebut dibangun di Desa Manyar Sidorukun, Manyarejo, dan Manyar Sidomukti, yang merupakan desa-desa prioritas PTFI di sekitar area operasional smelter perusahaan. Melalui pembangunan Rumah Kompos ini, PTFI berkomitmen mengolah sampah rumah tangga organik menjadi pupuk kompos berkualitas yang bermanfaat bagi pertanian serta penghijauan.
"Tiga Rumah Kompos kami dirikan di Desa Manyar Sidorukun, Manyarejo, dan Manyar Sidomukti. Fasilitas ini akan mengolah sampah rumah tangga menjadi pupuk kompos dan menjadi sarana pemberdayaan warga,” kata Aripin Buman.
Langkah ini sejalan dengan komitmen perusahaan dalam mendukung agenda pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan hidup. Selain itu, program ini merupakan wujud nyata tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) PTFI untuk menciptakan dampak langsung bagi masyarakat sekitar wilayah operasi.
Kurangi Beban TPA, Tingkatkan Pendapatan Masyarakat
Salah satu tujuan utama dari pembangunan Rumah Kompos ini adalah mengurangi volume sampah yang berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sampah organik yang biasanya hanya dibuang begitu saja, kini diolah menjadi produk bernilai, yakni pupuk kompos. Selain memiliki manfaat ekologis, hasil olahan tersebut dapat memberikan peluang sumber penghasilan baru bagi warga.
"Kami ingin mendorong masyarakat agar lebih peduli dalam pengelolaan sampah, dan melihat sampah sebagai sumber daya bernilai ekonomi,” tambah Aripin Buman.
Program ini mendapat sambutan positif dari masyarakat setempat. Kepala Desa Manyar Sidomukti, Ach Chasin, menyampaikan apresiasinya terhadap langkah PTFI yang telah membantu masyarakat dalam mengatasi persoalan sampah sekaligus membuka peluang usaha baru.
"Rumah Kompos sangat membantu kami dalam menangani sampah sekaligus menciptakan peluang ekonomi baru bagi warga. Kami berharap program ini berkelanjutan dan terus berkembang,” ujar Ach Chasin.
Keberadaan Rumah Kompos ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memilah dan mengelola sampah dari sumbernya. Dengan pengolahan sampah berbasis masyarakat, ekosistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan bisa terbangun secara mandiri.
Dana Pembangunan dari Limbah Konstruksi Smelter
Program Waste for Waste ini menjadi contoh implementasi nyata konsep ekonomi sirkular. Menariknya, dana untuk pembangunan Rumah Kompos tersebut bukan berasal dari dana CSR murni, melainkan dari hasil pengelolaan limbah konstruksi Smelter PTFI yang dikelola oleh mitra sosial PTFI, yakni Pusat Transformasi Bersama (PTB).
Hasil penjualan limbah konstruksi tersebut kemudian dialokasikan untuk membangun infrastruktur pengelolaan sampah, tidak hanya di Kecamatan Manyar, tetapi juga di sembilan desa penerima manfaat lainnya. Pendekatan ini menunjukkan bagaimana limbah konstruksi yang sebelumnya dianggap tak bernilai dapat dikonversi menjadi manfaat sosial dan lingkungan yang besar.
"Kami percaya bahwa konsep ekonomi sirkular harus diterapkan dalam setiap proses bisnis, termasuk bagaimana limbah bisa menjadi solusi bagi permasalahan lingkungan dan sosial," tegas Aripin.
KSM: Pilar Operasional Rumah Kompos
Agar pengelolaan Rumah Kompos berjalan dengan baik, masing-masing desa membentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) sebagai motor penggerak. Tiga KSM yang sudah dibentuk adalah:
KSM SABAR di Desa Manyar Sidorukun
KSM Mukti Survive Compost di Desa Manyar Sidomukti
KSM MAKIN GEMES di Desa Manyarejo
Ketiga kelompok tersebut didampingi oleh mitra pelaksana PTFI, yaitu Wahana Edukasi Harapan Alam Semesta (Wehasta). Mitra ini bertanggung jawab untuk memperkuat kapasitas KSM, memberikan pelatihan teknis, serta memastikan keberlanjutan program.
Wehasta juga telah melakukan pemetaan kebutuhan di masing-masing desa agar pendekatan yang diterapkan sesuai dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat.
"Kami ingin memastikan program ini tidak hanya selesai pada pembangunan fisiknya saja, tetapi juga kuat secara kelembagaan, sehingga masyarakat dapat terus mengembangkan pengelolaan sampah secara mandiri,” kata salah satu perwakilan Wehasta.
Selain pembangunan Rumah Kompos, PTFI juga memiliki agenda tambahan berupa pendirian Bank Sampah di tiga desa lain, yakni di wilayah Mengare dan Desa Karangrejo. Tidak hanya itu, PTFI juga akan membangun fasilitas Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) di Desa Banyuwangi dan Desa Bedanten.
Target Operasional Juli 2025
Sebagai bagian dari peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025, PTFI menggelar tasyakuran di tiga desa lokasi pembangunan sebagai tanda dimulainya proyek Rumah Kompos tersebut. PTFI menargetkan pembangunan seluruh fasilitas Rumah Kompos rampung pada Juli 2025 sehingga bisa segera beroperasi melayani kebutuhan pengelolaan sampah masyarakat sekitar.
"Kami optimistis program ini dapat selesai sesuai target, dan lebih penting lagi, dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan lingkungan,” kata Aripin menegaskan.
Selain untuk pengelolaan sampah, Rumah Kompos ini juga akan berfungsi sebagai pusat edukasi lingkungan bagi masyarakat setempat, khususnya generasi muda, agar lebih memahami pentingnya pengolahan sampah secara bertanggung jawab.
Model Pengelolaan Sampah Berkelanjutan
PTFI berharap bahwa kolaborasi yang terbangun antara perusahaan, masyarakat, dan mitra lokal ini dapat menjadi model pengelolaan sampah berkelanjutan yang bisa direplikasi di wilayah lain di Indonesia. Dengan memanfaatkan potensi lokal dan memberdayakan masyarakat, pengelolaan sampah dapat menjadi lebih efektif dan berdampak luas.
"Kami ingin menunjukkan bahwa pengelolaan sampah bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau perusahaan, tetapi menjadi bagian dari kesadaran kolektif masyarakat. Program ini merupakan langkah kecil, tapi berdampak besar jika dijalankan bersama-sama,” tutup Aripin.
Langkah yang diambil oleh PT Freeport Indonesia ini menjadi contoh nyata bagaimana kolaborasi multipihak dapat menciptakan solusi bagi permasalahan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pendekatan berbasis ekonomi sirkular.
Dengan dukungan penuh dari masyarakat dan mitra pelaksana, program Rumah Kompos ini diharapkan menjadi tonggak perubahan pola pikir masyarakat terhadap pengelolaan sampah, dari yang semula dianggap limbah menjadi sumber daya produktif untuk masa depan yang lebih baik.