JAKARTA - Transformasi besar-besaran yang terjadi di sektor transportasi umum Jakarta tidak hanya dirasakan oleh masyarakat ibu kota, tetapi juga mendapat sorotan dari komunitas internasional. Dalam berbagai forum global, Jakarta mulai disebut sebagai contoh kota yang berhasil mengatasi persoalan klasik perkotaan: kemacetan dan keterbatasan mobilitas warga. Pujian itu bahkan datang dari panggung besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), di mana Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menjadi salah satu pembicara dalam forum tersebut.
Berbicara di hadapan delegasi dari berbagai negara, Pramono menekankan bahwa Jakarta kini bisa disejajarkan, bahkan mengungguli, sejumlah kota metropolitan dunia dalam hal pengelolaan transportasi publik. Ia secara khusus membandingkan ibu kota Indonesia dengan New York, kota yang selama ini dikenal memiliki sistem transportasi yang kompleks namun juga dibayang-bayangi oleh kemacetan parah.
“Sekarang ini dibandingkan dengan New York, Jakarta jauh lebih baik. Dulu Jakarta enggak pernah enggak 10 besar kota macet, sekarang ini New York tetap kota macet, Jakarta udah nomor 90,” ujar Pramono saat kembali ke Tanah Air.
Pernyataan itu tidak datang begitu saja. Data pemeringkatan global tingkat kemacetan mencatat penurunan drastis posisi Jakarta dari peringkat 10 besar kota termacet dunia menjadi posisi ke-90. Capaian ini menjadi bukti bahwa strategi pembangunan infrastruktur dan reformasi sistem angkutan umum yang diterapkan selama beberapa tahun terakhir telah membuahkan hasil.
Pramono menyebut, kemajuan ini merupakan hasil sinergi berbagai kebijakan yang difokuskan pada pengembangan moda transportasi massal seperti MRT, LRT, Transjakarta, KRL, dan Transjabodetabek. “Mudah-mudahan ini menjadi penopang utama untuk mengatasi persoalan kemacetan di Jakarta,” ujarnya optimistis.
Langkah tersebut sejalan dengan pendekatan push-and-pull yang diadopsi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Strategi ini bertujuan menekan penggunaan kendaraan pribadi sambil menarik minat masyarakat untuk menggunakan angkutan umum. Bukan hanya soal jumlah moda, Pemprov juga memperkuat aspek integrasi layanan serta aksesibilitas yang merata bagi semua kelompok masyarakat.
Namun perhatian dunia terhadap Jakarta tidak terbatas pada isu transportasi saja. Pramono menambahkan, undangan kepada Jakarta untuk hadir di forum PBB juga didorong oleh keberhasilan pemerintah daerah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat serta upaya melindungi kelompok rentan seperti perempuan dan penyandang disabilitas.
“Pertumbuhan ekonomi rakyat dan perlindungan kelompok rentan dianggap bisa jadi role model oleh dunia internasional,” katanya.
Inklusivitas menjadi salah satu poin penting dalam konsep pembangunan kota modern yang diusung Pemprov DKI Jakarta. Pramono menyebut bahwa komitmen terhadap kelompok marjinal tidak bisa dilepaskan dari ambisi Jakarta menjadi kota global yang layak huni. Di mata dunia, perhatian terhadap aspek sosial seperti ini menjadi indikator penting dalam mengukur keberlanjutan sebuah kota.
Tak berhenti di situ, dalam kunjungannya ke New York, Pramono menyempatkan diri meninjau proyek High Line sebuah kawasan yang dulunya merupakan rel kereta api tua, kini disulap menjadi taman publik modern. Ia mengaku terinspirasi dengan konsep tersebut dan berharap dapat mengimplementasikannya di Jakarta. “Kalau itu bisa dikembangkan, pembebasan lahannya pasti hampir tidak ada. Ini bisa jadi ruang publik baru yang berkualitas untuk masyarakat,” katanya.
Jakarta, menurutnya, memiliki banyak lahan milik pemerintah yang belum termanfaatkan secara maksimal. Jika konsep High Line bisa diterapkan, maka warga akan memiliki lebih banyak pilihan ruang terbuka untuk rekreasi dan interaksi sosial tanpa harus menambah beban pembangunan baru dari nol.
Sementara itu, Pemprov DKI juga sedang memperluas kerja sama internasional dengan berbagai kota besar dunia. Salah satunya adalah kota Heidelberg di Jerman dan Buenos Aires di Argentina. Kolaborasi ini diharapkan memperkaya strategi pembangunan berkelanjutan Jakarta dengan adopsi praktik-praktik terbaik dari luar negeri.
Upaya ini menegaskan ambisi Jakarta untuk masuk dalam daftar 50 kota terbaik dunia. Dalam berbagai aspek, dari tata kelola transportasi, pengelolaan ruang hijau, hingga layanan publik yang inklusif, Jakarta mulai menapaki jalur yang benar menuju status kota kelas dunia.
Tak hanya membanggakan dari sisi statistik, perubahan ini dirasakan langsung oleh warga. Moda transportasi umum kini menjadi pilihan utama bagi banyak kalangan, tak lagi dianggap sebagai opsi terakhir. Peningkatan jumlah pengguna Transjakarta, KRL, dan MRT menjadi bukti bahwa kepercayaan publik terhadap layanan pemerintah mulai tumbuh.
Dalam kesempatan terpisah, sejumlah pengamat transportasi juga memberikan apresiasi atas upaya integratif yang dilakukan Pemprov. Mereka menilai, penurunan angka kemacetan dan meningkatnya minat masyarakat terhadap angkutan umum merupakan kombinasi dari peningkatan kualitas layanan, tarif yang terjangkau, serta kampanye edukatif yang konsisten.
Dengan berbagai langkah strategis yang sudah dan tengah dilakukan, Jakarta perlahan-lahan menunjukkan bahwa perubahan positif bisa terjadi bahkan di kota yang pernah disebut sebagai salah satu yang paling macet di dunia.