JAKARTA - Gangguan kesehatan gigi kerap dianggap sepele oleh sebagian besar masyarakat. Padahal, menurut ahli kesehatan gigi, nyeri akibat gigi sensitif maupun berlubang bisa berdampak luas terhadap keseharian seseorang. Jika terus dibiarkan, bukan hanya mengganggu aktivitas, tapi juga dapat memengaruhi kualitas hidup secara menyeluruh.
Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Cabang Jakarta Barat, Dr. drg. Eko Fibryanto, Sp.KG, Subsp.KE(K), menegaskan bahwa masalah gigi, meskipun awalnya hanya berupa rasa ngilu, dapat berkembang menjadi kondisi yang lebih kompleks bila tidak segera ditangani.
“Coba bayangkan kita bekerja lagi butuh konsentrasi, tiba-tiba ngilunya datang menyerang. Kadang-kadang bisa nyeri sampai ke kepala, lumayan mengganggu,” ujar drg. Eko dalam sesi edukasi kesehatan gigi di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan.
Bukan Sekadar Rasa Ngilu
Nyeri pada gigi, menurut drg. Eko, bisa muncul dari dua kondisi utama: gigi sensitif dan gigi berlubang. Keduanya bahkan bisa terjadi secara bersamaan. Inilah yang sering kali membuat keluhan gigi menjadi semakin menyiksa. “Lubangnya kecil, lama-lama mulai merasa ngilu-ngilu, masuk makanan. Akhirnya kalau enggak dilakukan perawatan, apa yang terjadi? Ya sakit gigi,” jelasnya.
Ia menambahkan, kondisi ini bisa berdampak pada aspek lain dalam kehidupan, mulai dari terganggunya tidur, hilangnya fokus saat bekerja, hingga munculnya perasaan tidak nyaman dalam berinteraksi sosial.
“Biasanya kalau sudah sakit gigi, malam mau tidur aja sudah gelisah,” kata Eko menegaskan.
Pembiaran terhadap nyeri gigi, lanjut Eko, juga bisa mengakibatkan pembengkakan gusi dan memburuknya kondisi gigi yang berlubang. Bila sudah parah, tindakan ekstraksi atau pencabutan menjadi pilihan terakhir yang tak bisa dihindari.
Menyikat Gigi yang Salah Jadi Akar Masalah
Masalah gigi tak lepas dari kebiasaan sehari-hari, terutama cara menyikat gigi. Drg. Eko mengingatkan bahwa menyikat gigi yang tidak tepat justru bisa memicu terjadinya kerusakan, alih-alih melindungi. Tekanan terlalu keras, arah sikat yang salah, atau pemilihan pasta gigi yang tidak sesuai bisa memperburuk kondisi gigi dan gusi.
“Banyak yang belum tahu bahwa menyikat gigi terlalu keras juga bisa mengikis email gigi, yang pada akhirnya membuat gigi jadi sensitif,” jelas Eko.
Untuk itu, ia menyarankan agar masyarakat menggunakan pasta gigi yang mengandung bahan aktif yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan gigi mereka. Salah satu zat yang sangat penting untuk pencegahan gigi berlubang adalah sodium fluorida (natrium fluorida/NaF).
Kandungan Penting untuk Perawatan
Fluorida sudah lama dikenal sebagai bahan efektif untuk mencegah karies. Dalam kasus gigi berlubang, senyawa ini membantu memperkuat lapisan email gigi dan memperlambat proses peluruhan mineral.
Sementara itu, untuk mengatasi gigi sensitif, drg. Eko menyarankan pemakaian pasta gigi yang mengandung potassium nitrate. Kandungan ini bekerja dengan cara menenangkan saraf gigi dan memblokir transmisi rasa sakit ke otak.
“Karena kandungan potassium itu mampu menenangkan syaraf dan juga memblokir rasa sakit,” ujar Eko, menekankan pentingnya pemilihan produk pasta gigi yang tepat guna.
Data Menunjukkan Korelasi Gigi Sensitif dan Berlubang
Fakta lain yang diungkap oleh drg. Eko menunjukkan bahwa sebagian besar penderita gigi berlubang juga mengalami sensitivitas. Berdasarkan data yang dimiliki, sekitar 67,6 persen individu di Indonesia yang mengalami gigi berlubang turut merasakan masalah gigi sensitif.
“Jadi, dua masalah ini sering kali tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu, penting sekali untuk menjaga kesehatan gigi baik dari kondisi berlubang maupun sensitif,” ujarnya lagi.
Edukasi dan Pencegahan Jadi Kunci
Upaya menjaga kesehatan gigi tidak cukup hanya dengan menyikat gigi secara rutin. Edukasi berkelanjutan dan pemeriksaan rutin ke dokter gigi menjadi hal penting dalam mencegah terjadinya masalah yang lebih serius. Sayangnya, kebanyakan orang baru mendatangi dokter setelah mengalami rasa sakit yang tak tertahankan.
Drg. Eko berharap masyarakat dapat mengubah pola pikir ini. Pemeriksaan gigi sebaiknya dilakukan minimal enam bulan sekali. Deteksi dini dapat mencegah gigi dari kerusakan permanen, dan tentu saja menghindarkan dari tindakan pencabutan.
“Kalau bisa dicegah sejak awal, kenapa harus menunggu sampai dicabut?” pungkasnya.
Nyeri gigi bukan hanya sekadar rasa ngilu atau sakit sesaat. Kondisi ini bisa menjadi indikator awal dari permasalahan gigi dan mulut yang lebih besar. Dengan kebiasaan perawatan yang baik, pemilihan produk yang tepat, serta kesadaran untuk rutin memeriksakan gigi, kita dapat mencegah berbagai gangguan yang dapat mengganggu kenyamanan hidup.
Sebagaimana disampaikan drg. Eko, tidak ada salahnya untuk lebih peduli terhadap kesehatan gigi sejak dini, karena gigi yang sehat adalah investasi penting bagi kualitas hidup secara keseluruhan.