JAKARTA - Langkah PT Pertamina (Persero) menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi menjadi sorotan masyarakat di seluruh Indonesia. Kenaikan ini dilakukan seiring diterapkannya perhitungan baru berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022, sebagai revisi dari Kepmen No. 62 K/12/MEM/2020 tentang formula harga dasar BBM umum jenis bensin dan minyak solar di SPBU.
Perubahan harga BBM ini tidak berlaku secara seragam di seluruh wilayah. Perbedaan tingkat Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), kondisi logistik, serta status kawasan seperti Free Trade Zone (FTZ), memengaruhi harga jual eceran BBM yang berlaku di setiap daerah.
Sejumlah jenis BBM nonsubsidi yang mengalami penyesuaian harga di antaranya adalah Pertamax, Pertamax Turbo, Pertamax Green 95, Dexlite, dan Pertamina Dex. Untuk wilayah dengan PBBKB 5 persen seperti DKI Jakarta dan sekitarnya, harga Pertamax naik menjadi Rp12.500 per liter dari sebelumnya Rp12.100. Sementara Pertamax Turbo naik menjadi Rp13.500 dari Rp13.050.
Kenaikan signifikan juga terlihat pada Pertamax Green 95, dari Rp12.800 menjadi Rp13.250 per liter. Di sisi lain, Dexlite naik menjadi Rp13.320 per liter dari Rp12.740, dan Pertamina Dex kini dijual Rp13.650 dari sebelumnya Rp13.200.
Meski begitu, dua jenis BBM subsidi yaitu Pertalite dan Bio Solar tetap dipertahankan harganya. Pertalite masih dibanderol Rp10.000 per liter dan Bio Solar pada harga Rp6.800 per liter. Kebijakan ini menjadi penyeimbang di tengah tekanan inflasi dan naiknya biaya hidup.
Harga BBM Pertamina tersebut berlaku di SPBU seluruh Indonesia dengan rincian sebagai berikut:
Wilayah Sumatera
Aceh, Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung
Pertamax: Rp12.800
Pertamax Turbo: Rp13.800
Dexlite: Rp13.610
Pertamina Dex: Rp13.950
Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Bengkulu
Pertamax: Rp13.100
Pertamax Turbo: Rp14.100
Dexlite: Rp13.900
Pertamina Dex: Rp14.250
FTZ Sabang
Pertamax: Rp11.800
Dexlite: Rp12.460
FTZ Batam
Pertamax: Rp12.000
Pertamax Turbo: Rp12.800
Dexlite: Rp12.640
Pertamina Dex: Rp13.000
Wilayah Jawa dan Bali
DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur
Pertamax: Rp12.500
Pertamax Turbo: Rp13.500
Pertamax Green 95: Rp13.250
Dexlite: Rp13.320
Pertamina Dex: Rp13.650
Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT)
Pertamax: Rp12.500
Pertamax Turbo: Rp13.500
Dexlite: Rp13.320
Pertamina Dex: Rp13.650
Bio Solar Nonsubsidi (NTT saja): Rp13.220
Wilayah Kalimantan
Kalimantan Barat, Tengah, Timur, Utara
Pertamax: Rp12.800
Pertamax Turbo: Rp13.800
Dexlite: Rp13.610
Pertamina Dex: Rp13.950
Kalimantan Selatan
Pertamax: Rp13.100
Pertamax Turbo: Rp14.100
Dexlite: Rp13.900
Pertamina Dex: Rp14.250
Wilayah Sulawesi
Sulawesi Utara, Barat, Selatan, Tengah, Tenggara, Gorontalo
Pertamax: Rp12.800
Pertamax Turbo: Rp13.800
Dexlite: Rp13.610
Pertamina Dex: Rp13.950
Wilayah Maluku dan Papua
Maluku, Maluku Utara
Pertamax: Rp12.800
Dexlite: Rp13.610
Papua, Papua Barat, Papua Selatan, Papua Pegunungan, Papua Tengah, Papua Barat Daya
Pertamax: Rp12.800
Pertamax Turbo (hanya Papua): Rp13.800
Dexlite: Rp13.610
Pertamina Dex (Papua dan Papua Barat Daya): Rp13.950
Meskipun kebijakan ini merupakan penyesuaian reguler yang mengikuti mekanisme formula harga, publik tetap memberikan reaksi beragam. Kenaikan BBM nonsubsidi dirasakan cukup signifikan terutama bagi konsumen yang mengandalkan jenis BBM seperti Pertamax dan Dexlite untuk kendaraan sehari-hari.
Sebagai perbandingan, negara tetangga seperti Malaysia justru memilih pendekatan berbeda dengan menurunkan harga BBM sekaligus mengguyur bantuan uang tunai ke rakyatnya. Kebijakan itu disebut sebagai langkah antisipasi menjelang aksi demonstrasi besar yang menyoroti isu biaya hidup tinggi. Pemerintah Malaysia mencoba meredam gejolak sosial dengan menurunkan tekanan finansial masyarakat, seperti diungkapkan oleh Perdana Menteri Anwar Ibrahim yang menyatakan bahwa biaya hidup masih menjadi tantangan utama.
Kondisi tersebut memperlihatkan adanya perbedaan strategi antara negara dalam menghadapi tekanan ekonomi global, khususnya terkait energi. Jika Indonesia memilih menjaga kestabilan fiskal dan mempertahankan subsidi hanya pada sektor tertentu, Malaysia mengambil langkah populis jangka pendek.
Meski tidak semua wilayah Indonesia mengalami kenaikan harga yang sama, penyesuaian ini tetap menjadi perhatian luas. Perusahaan dan pelaku industri yang bergantung pada transportasi darat juga mengantisipasi kemungkinan naiknya biaya logistik sebagai imbas dari kenaikan harga BBM nonsubsidi.
Ke depan, keberlanjutan kebijakan harga BBM sangat bergantung pada fluktuasi harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pemerintah juga dituntut untuk terus menjaga keseimbangan antara kebutuhan fiskal dan daya beli masyarakat.