JAKARTA - Transformasi wajah kawasan Candi Borobudur terus menunjukkan perkembangan signifikan. Tidak hanya tampil lebih bersih dan tertata, situs warisan budaya dunia ini kini menjadi pusat magnet wisata yang memberikan kesan mendalam bagi para pengunjung. Namun bagi Anggota Komisi VI DPR RI, Subardi, potensi Borobudur belum sepenuhnya dimanfaatkan jika tidak terintegrasi dengan destinasi lain di sekitarnya.
Dalam sebuah kunjungan kerja ke kawasan Candi Borobudur, Subardi menyampaikan pandangannya bahwa kemajuan yang dicapai saat ini merupakan hasil kerja nyata pengelola, khususnya PT Taman Wisata Candi (TWC) yang kini berada di bawah naungan BUMN Injourney. Ia mengapresiasi peningkatan kualitas layanan, fasilitas, serta komitmen menjaga Borobudur sebagai ikon budaya dunia.
“Saya apresiasi kepada Dirut Taman Wisata Candi. Perubahan kawasan Candi Borobudur luar biasa dibanding dua tahun lalu. Sekarang tampak lebih bersih tertata. Wisatawan semakin berkesan,” ujar Subardi di lokasi.
- Baca Juga WhatsApp Permudah Voting Grup
Berbagai pembenahan di area kompleks Candi Borobudur terlihat jelas. Mulai dari pengelolaan area parkir yang lebih efisien, ketersediaan toilet bersih, hingga ruang istirahat yang memberikan kenyamanan maksimal bagi pengunjung. Tak hanya itu, penataan lanskap, keberadaan pemandu wisata berpengetahuan sejarah yang mendalam, serta pelestarian kampung seni Borobudur menjadikan pengalaman wisata semakin lengkap dan bermakna.
Menurut Subardi, kualitas yang ditampilkan oleh pengelola kawasan ini telah berhasil menciptakan citra positif bagi Borobudur di mata wisatawan. “Kesan yang nyaman membuat orang akan mengingat sepanjang hidupnya pengalaman ke Borobudur. Image Borobudur sebagai situs budaya dunia dan mahakarya bangsa sejak abad ke-9 itu benar-benar dijaga oleh TWC,” tegasnya.
Meski demikian, Subardi menilai bahwa potensi pariwisata kawasan Magelang belum dimanfaatkan secara maksimal. Ia mengusulkan agar kawasan Borobudur menjadi pintu masuk dalam pengembangan konektivitas wisata ke destinasi lain di wilayah sekitarnya. Menurutnya, penting untuk menyusun skema wisata terintegrasi yang menggabungkan pengalaman budaya, alam, kuliner, dan kegiatan kreatif lainnya.
“Borobudur bisa menjadi daya dobrak pengembangan wisata di Magelang. TWC bisa kerja sama menawarkan paket-paket wisata sehingga orang bisa lebih lama di Magelang. Kan banyak pilihannya, ada paket destinasi alam, budaya, kuliner, atau wisata urban. Ini akan menumbuhkan subsektor ekonomi wisata di sini,” jelas Subardi.
Ia menambahkan bahwa kehadiran paket wisata yang menghubungkan Borobudur dengan berbagai objek wisata di sekitarnya seperti desa wisata, sentra kerajinan lokal, pameran seni, serta panggung pertunjukan rakyat, dapat mendorong wisatawan untuk tidak sekadar berkunjung, melainkan juga menetap lebih lama dan membelanjakan uang mereka di daerah tersebut.
Usulan konektivitas pariwisata ini sekaligus menjadi peluang untuk memberdayakan masyarakat lokal. Subardi menyebut bahwa pelibatan warga sekitar dalam kegiatan ekonomi kreatif dan pariwisata akan membawa manfaat langsung bagi kesejahteraan mereka. “Adanya integrasi wisata akan membangkitkan ekonomi wisata melalui pelibatan masyarakat lokal,” ujarnya.
Strategi promosi juga menjadi perhatian. Subardi menyarankan agar penyelenggara wisata memanfaatkan kekayaan budaya lokal melalui pertunjukan seni tradisi, pameran produk UMKM, serta kalender event yang konsisten dan menarik. Upaya ini diyakini akan memperkuat identitas lokal, sekaligus memberikan alasan tambahan bagi wisatawan untuk datang kembali.
“Integrasi dan konektivitas wisata bisa didorong melalui berbagai program promosi, seperti pertunjukan seni, pameran produk UMKM, kerajinan tangan, dan kalender event lainnya. Berbagai tawaran tersebut akan menambah kesan yang menyenangkan bila berkunjung ke Borobudur,” paparnya.
Di tengah berbagai tantangan sektor pariwisata, terutama pascapandemi dan perubahan tren wisata global, konsep wisata terintegrasi menjadi solusi strategis untuk meningkatkan jumlah kunjungan sekaligus memperpanjang masa tinggal wisatawan. Dengan demikian, dampak ekonominya bisa lebih merata dan berkelanjutan.
Subardi menegaskan bahwa Borobudur sebagai warisan budaya dunia memiliki kekuatan simbolis dan ekonomis yang luar biasa. Maka dari itu, pengelolaan kawasan ini harus dilakukan dengan visi jangka panjang yang mencakup perluasan akses, pembangunan infrastruktur pendukung, serta kolaborasi lintas sektor.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya peran BUMN dan pemerintah daerah dalam menciptakan ekosistem wisata yang inklusif. Pengembangan Borobudur tidak hanya soal meningkatkan jumlah wisatawan, melainkan juga bagaimana warisan leluhur ini mampu menjadi tulang punggung ekonomi kreatif lokal.
“Ini bukan hanya soal tempat wisata. Ini tentang bagaimana sebuah mahakarya budaya menjadi penggerak roda ekonomi masyarakat. Maka harus ada sinergi antara pengelola, pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat,” pungkasnya.
Dengan peningkatan kualitas tata kelola dan infrastruktur yang semakin mumpuni, serta usulan integrasi konektivitas wisata yang ditawarkan, kawasan Candi Borobudur berpeluang menjadi episentrum baru pengembangan pariwisata Jawa Tengah. Bukan hanya sebagai destinasi tunggal, tetapi juga sebagai simpul dari jaringan wisata lintas budaya dan alam yang saling menguatkan.
Kehadiran gagasan-gagasan segar dari para pengambil kebijakan seperti Subardi membuka harapan baru bahwa sektor pariwisata di kawasan ini tidak hanya akan tumbuh pesat, tapi juga berkelanjutan dan berdampak langsung bagi masyarakat.